Pancasila, Marhaen dan Soekarno
Bagian. 2
Penulis: Mulyadi Soma
Banyak yang berpikir bahwa Marhaenisme adalah Marxisme yang diterapkan di Indonesia, untuk itu menyentuhnya berarti komunis dan komunis berarti anti Tuhan dan anti Tuhan berarti anti Pancasila Nyatalah dalam berpikir begini jelas kontradiksi sekali karena marhaenisme itu sendiri adalah ajaran tentang Pancasila yaitu sosio-nasionalisme dan sosio demokrasi dan oleh Bung Hatta memperkaya fundamen itu dengan ide kolektivisme, kontistitusi negara Republik Indonesia menjadi jengkap setelah pada tahun 1945 Ketuhanan Yang Maha Esa ditambahkan. Penambahan ini adalah hasil dari peninjauan dan pertukaran pikiran yang mendalam antar para pemikir bangsa Indonesia pada waktu
Kekacauan “berpikir” dan dianggap kebenaran yang diterapkan penguasa orde baru adalah merupakan pembodohan, untuk itu resignasi (menolak dicaplok oleh sistem yang menindas) adalah jalan keluar dimana yang paling tepat menggunakan Pancasila itu sendiri sebagai pisau analisa untuk membedah persoalan bangsa. Karena penyadaran tentang hal ini adalah memberikan ruang potensi pikir kreatif dimana Pancasila yang memberikan arah masa depan bangsa..
Marhaenisme bermula dari kelelahannya seorang Soekarno yang terus berpikir baik lewat diskusi dengan teman seperjuangannya ataupun mencari lewat literatur yang dipunyainya yaitu tentang dasar negara apakah yang cocok untuk Indonesia. Kemudian ia keluar kamar melepaskan lelah tepatnya di daerah Pangalengan, Bandung. la jalan-jalan di sawah dan mendekati seorang petani yang sedang membajak sawahnya maka pada saat itulah terjadi dialog :
Nama bapak siapa?
Dijawab: Marhaen
Ini sawah siapa?
Dijawab: Saya?
Ini kerbau siapa”
Dijawab: Saya
Hasilnya buat siapa?
Dijawab: Saya
Dari dialog itu kemudian Soekarno pulang sambil terus merenungkan apa yang usai dibicarakannya dengan petani Marhaen. Bahwa inilah yang cocok buat bangsa Indonesia, inilah dasar buat ideologi bangsa Indonesia yang tepat, digali dari bumi nusantara: Tanah kepunyaan sendiri, digarap dengan alat kepunyaan bangsa sendiri dan hasilnya dinikmati bangsa sendiri, dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Tetapi kenapa si Marhaen ini miskin, bodoh dan tertindas?
Hal ini disebabkan sistem yang menguasainya adalah sistem penjajah/ kolonial atau sistemlah yang menindasnya, yang membuatnya sengsara. Memang tanahnya sendiri, dikerjakan oleh sendiri, atatnya sendiri dan untuk sendiri tetapi si Marhaen harus membayar pajak yang tingg harus menjual hasil produksinya kepada penjajah dengan harga sesuka penjajah dan peraturan inilah yang membuatnya miskin dan tertindas. la tidak merdeka untuk itulah si Marhaen harus berjuang agar merdeka di tanahnya sendiri
Lahirlah teori perjuangan revolusioner yang dinamakan marhaenisme, kemudian oleh pencetus dan penggalinya dikembangkan lagi bahwa Marhaen bukan hanya petani tetapi semua unsur masyarakat yang tertindas oleh sistem, baik itu nelayan maupun buruh. Marhaen harus membela tanah aimya dimana ia berpijak Sosio-Nasionalisme. Marhaen harus berwatak demokratis Sosio-Demokrasi dan berikutnya mengalami perkembangan lagi bahwa Marhaen harus berwatak sosial dan Marhaen bertakwa kepada Tuhan Sosialisme-religius, Ketuhanan Yang Maha Esa, marhaenisme, sosio nasionalisme/persatuan Indonesia sila ke-3 (tiga) Dari sini bisa sosio-demokrasi sila ke-4 (empat)
Di sini dapat ditarik suatu hubungan bahwa Soekarno punya hubungan yang kuat antara Pancasila sebagai dasar negara dan Marhaenisme yang dianggap sebagai cikal bakal Pancasila itu sendiri.
Apabila kita belajar mulai dari sekecil-kecilnya maka kita tidak akan apriori dan ketakutan pada marhaenisme karena marhaenisme merupakan cikal bakal dari Pancasila. Artinya belajar Pancasila pada saatnya sendiri kebelakang pasti akan ketemu dengan yang dinamakan sosio nasionalisme dan sosio demokrasi atau marhaenisme yang kemudian pada tanggal 1 Juni 1945 di depan sidang “Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai oleh Bung Kamo menganjurkan agar dasar negara yang hendak kita bangun itu berdasarkan Pancasila, maka pada tanggal itu pulalah hari lahirnya Pancasila diperingati, tentunya sebelum orde baru berkuasa
Pancasila itu filosofi bangsa yang tidak bisa didefinisikan secara material. Pancasila itu cara pandang tentang Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan serta keadilan. Kita tidak akan pernah menemukan Tuhan siapa, kemanusiaan apa, persatuan mana, permusyawaratan dimana, atau keadilan sebesar apa. Filosofi bangsa yang tak tergantikan, persembahan para pendiri bangsa bukan untuk dirinya, tetapi untuk anak cucunya kelak.