Skandal Asabri Dan Jiwasraya, Mengelabuhi Negara Dari Dalam

Analisa Kasus

banner iklan 468x60

Ilustrasi sederhananya begini : Uang nasabah yang terparkir di BUMN asuransi dipergunakan untuk bermain investasi pasar modal. Para direksi bekerja sama dengan pihak swasta yang melaksanakan mekanisme bermain di bursa saham. Entah sengaja atau tidak investasi ternyata jeblok di bursa saham. Indikasinya ada permainan tingkat tinggi oleh para corporate pelaku bursa efek. Karena itu dana dari masyarakat atas nama BUMN, maka negara ikut bertanggungjawab.

Lihainya pihak swasta memainkan mekanisme saham cukup mudah terlihat. Mereka menjanjikan untung fantastik lewat skema hedge fund (goreng saham). Itu sebabnya saham yang digoreng itu adalah saham yang tidak berkualitas bagus agar mudah diatur harganya. Katakanlah, saham dibeli Asabri dan Jiwasraya dengan harga Rp 50 dan menjelang akhir tahun diatur harga Rp 150 sehingga di neraca, nilai investasi pada saham itu akan naik 3 kali lipat. Skema itu sudah berlangsung dari tahun 2015.

Berdasarkan informasi Bursa Efek Indonesia, dari 14 saham emiten yang ada dalam portfolio Asabri anjlok hingga 80%. Padahal kepemilikan saham emiten itu diatas 5%. Jadi nilainya cukup besar yang hilang.

Pihak direksi dan swasta sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung, sebagian sudah ada yang divonis. Kerugian diperkirakan mencapai 22,7 triliun dihitung dari dana yang hilang/kalah di bursa saham. Ini bukan hanya kesalahan menejemen dalam mengelola portfolio, tetapi juga kesalahan komisaris, OJK dan Kementrian BUMN.

Pertanyaan selanjutnya: Mengapa bukan Menteri BUMN yang membukan borok ASABRI, atau Menteri Keuangan? Bukan pula oleh OJK? Tentu ada kekuatan besar yang menghalangi otoritas yang terkait untuk membukanya. Justru Kejaksaan Agung yang mengungkap skandal keuangan berdasarkan laporan masyarakat dan hasil penyelidikan.

OJK memberi regulasi BUMN untuk berinvestasi di bursa saham, tentunya dengan batasan tertentu. Di sini OJK ikut bermain, karena Asabri bisa bebas menerobos batasan regulasi OJK dengan semena-mena dengan nilai lebih dari setengah kemampuan aset.

Bagaimana dengan Jiwasraya yang bernasib sama dengan Asabri? Lagi-lagi mafia kerah putih dari pihak swasta orangnya tidak berbeda. Ada nama nama Teddy Tjokrosapoetro, Benny Tjokrosapoetro, Jimmy Sutopo, Heru Hidayat, Lukman Purnomosidi. Dana Jiwasraya dan Asabri ditempatkan dalam skema satu manajemen investasi oleh keempat tersangka di atas.

Walau sama sama Asuransi, namun kasus ASABRI dan Jiwasraya berbeda. ASABRI adalah Asuransi Sosial Prajurit TNI, Anggota Polri, dan Pegawai ASN di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pengawas ASABRI Inspektorat Jenderal Kementerian Pertahanan, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan auditor independen di bawah koordinasi Kemenhan. Secara tehnis ASABRI itu PT (Persero) dibawah Menteri BUMN. Nasabah ASABRI murni Asuransi sosial.

Sedangkan Jiwasraya yang menjadi asuransi umum yang mengurusi harkat hidup orang banyak dibawah regulasi BUMN dan pengawasan OJK. Sebagian nasabahnya ikut dalam program investasi sedangkan nasabah ASABRI tidak. Potensi besar uang parkir itulah yang kemudian dimanfaatkan oknum-oknum regulator beserta direksi dan pihak swasta untuk program investasi. Skemanya kalau ada untung jadi profit sharing, kalau rugi ya inilah sengkarut yang sedang terjadi.

Skandal Jiwasraya dan ASABRI menjadi salah satu kesalahan sistem pengelolaan keuangan. Ada pembiaran mengalokasikan dana masyarakat untuk bertaruh di meja perjudian pasar modal.

Pada awalnya iming-iming keuntungan diberikan lancar, kemudian nilai investasi ditambah agar keuntungan berlipat. Tiba giliran terjadi resiko kerugian kalah bertarung, invetasi sudah terlanjur nyebur 10 kali lipat.

Tugas berat kejaksaan selain mengungkap Mega skandal yaitu menarik asset yang berada di tangan pihak swasta. Diperkirakan jumlahnya puluhan triliun juga di luar negeri. Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan ST Burhanuddin yang sedang dalam kondisi on fire, mengungkap kasus-kasus besar tengah menyasar banyak kepentingan besar.

Menyelamatkan uang puluhan triliun itu luar biasa. Ada benarnya skema tebang pilih. Fokus tebang yang besar-besar, negara butuh uang jarahan kembali sebesar-besarnya.

Tim Redaksi-SN

banner 120x600

Tinggalkan Balasan