Alihkan Subsidi BBM Untuk Mensubsidi Empati

Kebijakan Subsidi

banner iklan 468x60

Kenaikan BBM menjadi pilihan pahit namun realistis bagi keseimbangan APBN. Bagi kubu oposan seperti menemukan celah baru mencela ketidakmampuan pemerintah mengelola negara. Mereka lupa bahwa subsidi yang tidak tepat sasaran itu lebih didominasi rendahnya kesadaran masyarakat tentang menerima sesuatu yang bukan haknya.

Ini juga bukan tentang si kaya dan si miskin. Saat sumber pendapatan negara masih didominasi sektor pajak, kemudian dikembalikan lagi kepada pembayar pajak dalam bentuk subsidi, maka proses keadilan terjadi.

Analoginya, 10 orang berbeda strata ekonomi sama-sama berkewajiban membayar pajak. Subsidi pada beberapa pos kebutuhan pokok diberikan hanya untuk strata tertentu. Bukan mentang-mentang sesama pembayar pajak, kan?

Bagaimana seorang pemilik pabrik masih menggunakan solar subsidi dengan alibi penghematan biaya operasional? Pernahkan pemerintah menuntut pembagian keuntungan yang didapat dari hasil ngemplang BBM murah?

Pada akhirnya kita harus menuduh golongan pengusaha dan keluarga mampu menjadi penyumbang terbesar subsidi salah sasaran. Mereka yang minim empati, dan membiarkan negara ini gagal dalam upaya menyeimbangkan kesenjangan.

BBM hanya salah satu dari sekian sektor yang disubsidi. Masih ada listrik dan LPG yang setiap kali kita membayar, negara hadir meringankan harganya.

Keputusan kenaikan BBM tidak akan membuat kita tiba-tiba jatuh miskin atau tidak bisa makan. Protes apalagi aksi demo justru semakin mengurangi hak kita mendapatkan imbal balik dari negara. Biaya yang dikeluarkan untuk pengamanan aksi demo tanpa kita sadari sudah menunda negara membangun 10 sekolah dan 5 rumah sakit.

Itulah harga yang harus dibayar negara hanya karena sebagian kita masih krisis empati. Dan saat kita tidak lagi percaya kepada negara, saat itu juga kita gagal menjadi mahluk sosial. Lebih besar ego daripada kemanusiaan, itulah yang seharusnya butuh disubsidi.

banner 120x600

Tinggalkan Balasan