Buku PPKN Kelas VII yang Berisi Dugaan Penistaan Agama terhadap Kristen Protestan dan Katolik, Masih Digunakan

Bebas Menista Agama, AABPP Siapkan Tuntutan Hukum Terhadap Tim Penulis Buku PPKN SMP Kelas VII, DR Zaim Uchrowi dkk.

banner iklan 468x60

Buku PPKN SMP Kelas VII yang diduga memuat konten penistaan terhadap agama Kristen Protestan dan Katolik, ternyata masih tetap dipakai di sekolah-sekolah.

Aliansi Anak Bangsa Pemerhati Pendidikan (AABPP) kemudian mengirimkan sebuah petisi kepada Kemedikbudristek, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Kejaksaan Agung, dengan tembusan kepada PGI, KWI, dan Presiden RI.

Dari sekian lembaga yang dikirimi Petisi, tanggapan datang dari Menteri Agama yang menyatakan sudah mendisposisikannya ke Ditjen Bimas Kristen dan Ditjen Bimas Katolik, sementara dari Kemedikbudristek menyatakan telah memerintahkan penarikan atas buku tersebut.

Kemedikbudristek kemudian melakukan konferensi pers dan meminta maaf atas kesalahan yang terjadi.

Namun sangat disayangkan,  Kemedikbudristek menyatakan bahwa hal tersebut bukan suatu penistaan terhadap agama Kristen Protestan dan Katholik, dan bukan suatu kesengajaan.

Setelah ditelusuri lebih lanjut, penarikan buku tersebut ternyata hanya sebatas pemberitahuan melalui Surat Edaran, tanpa pengawasan lebih jauh, tanpa sistem kontrol yang memadai, sehingga pada prakteknya penarikan buku dapat dikatakan tidak terjadi.

Sekolah-sekolah hanya diminta menghilangkan (merobek) halaman 79 dan 80 dimana berisikan dugaan penistaan terhadap agama Kristen Protestan dan Katolik.

Sementara untuk e-book atau konten digital pada buku PPKN tersebut dinyatakan telah direvisi oleh Kemedikbudristek.

Menyikapi kondisi tersebut, Tim AABPP menilai tidak ada keseriusan dalam menindaklanjuti kasus ini dari Kemedikbudristek, pun dari lembaga terkait lain yang telah dikirimi petisi terkait kasus ini.

Pada konferensi pers yang diselenggarakan Kemedikbudristek, turut hadir penulis buku PPKN Dr. Zaim Uchrowi dan Ruslinawati, namun dari keduanya tidak ada pernyataan atau bahkan mimik penyesalan serta permintaan maaf atas dugaan penistaan yang mereka lakukan.

Parahnya, Kemedikbudristek justru malah mengatakan tidak ada unsur kesengajaan dalam pembuatan konten dugaan penistaan agama ini.

Padahal bagaimana mungkin ada ketidaksengajaan, lihat saja sosok-sosok penulisnya yang merupakan kalangan terdidik. Bahkan mempunyai gelar Profesor, Doktor, Guru Besar, dan lain sebagainya, sehingga tidak mungkin tidak memahami konsep ‘trinitas’ pada agama Kristen Protestan dan Katholik, serta paham batasan tema dan isi tulisan yang layak dimasukkan dalam buku tersebut.

Sebut saja, Dr. Zaim Uchrowi adalah seorang terpelajar berpendidikan Strata 3, Ketua Yayasan Karakter Pancasila, bahkan penulis beberapa buku. Maka adalah suatu hal yang terlalu naif bila dinyatakan tidak memahami konsep ‘Trinitas’ pada agama Kristen dan Katolik.Kemudian Ruslinawati yang merupakan anggota dari Yayasan Karakter Pancasila merupakan seorang guru di Labschool Kebayoran Jakarta dengan pendidikan Strata 1.

Lalu, Prof. Dr. Sapriya M.Ed. yang adalah Guru Besar PKn Universitas Pendidikan Indonesia, yang selaku Penelaah pun tidak mungkin tidak memahami ‘Trinitas’ secara benar.

Ada juga Adi Dharma Indra M.Pd. yang juga Penelaah buku, berpendidikan Strata 2 dan mengajar di SMP Kristen 5 BPK Penabur Bandung, pastilah memahami konsep ‘Trinitas’ yang sebenarnya.

Sunan Hasan selaku editor sebagai pemilik penerbit ‘CV Rumah Buku’ yang adalah alumni Universitas Indonesia (lulus 1994) dan Philippine Christian University Manila (lulus 1998), pastilah memahami konsep ‘Trinitas’.

Sudah begitu, Tim Penulis tidak mencantumkan referensi atas penjelasan terkait ‘Trinitas’ yang mereka tuliskan, sementara standar baku penulisan karya ilmiah/buku pendidikan menempatkan referensi sebagai hal yang mutlak.

Pendidikan Kewarganegaraan tidak boleh ditulis dari sudut pandang agama tertentu, terlebih lagi sampai mencampuri, merusak, menyimpangkan pengertian terkait dogma agama tertentu, apalagi dilakukan oleh orang yang notabene beragama lain.

Setiap penulis wajib menandatangani pakta integritas, utamanya pada pasal 4 yang lengkapnya berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4: Hak dan Kewajiban
(Pihak Pertama adalah Kemedikbudristek)

Huruf d point 6) membebaskan PIHAK PERTAMA dari segala tuntutan atau gugatan yang timbul sebagai akibat dari pengolahan naskah buku yang diserahkan kepada PIHAK PERTAMA

a) Tuntutan atau gugatan yang dimaksud dalam butir 6) antara lain:
(1) timbulnya pernyataan oleh perseorangan atau kelompok tentang rasa tidak senang, tidak puas, atau tersinggung, sampai berlanjut ke pengadilan.

(2) timbulnya pernyataan oleh perseorangan atau kelompok bahwa pihaknya merasa dirugikan, dikhianati, dicemarkan namanya, atau lain sebagainya yang berlanjut sampai ke pengadilan.

b) Segala tuntutan atau gugatan tersebut tidak terbatas hanya pada butir (1) dan (2) saja.

Namun demikian, profesionalisme dan janji Kemedikbudristek untuk menarik buku / konten tersebut harus ditunaikan secara sistematis, terukur, dan berbukti.

Dengan berpegang pada hal-hal tersebut di atas, Tim AABPP menyatakan akan mengawal terus penarikan buku/konten terkait oleh Kemedikbudristek, dan sedang mempertimbangkan untuk melakukan tuntutan hukum terhadap Tim Penulis.

Kita tunggu, siapa yang akan melangkah lebih dulu, lembaga pemerintah atau Tim AABPP, dan akankah kasus penistaan agama ini diproses sesuai dengan hukum atau tidak.

banner 120x600

Tinggalkan Balasan