Wajah Wajah Manis Dibalik Kekejaman Pinjaman Online

Analisa Investigasi

banner iklan 468x60

Hampir semua orang pernah mengalami masalah ekonomi, khususnya keuangan. Dan bagi yang sedang mengalaminya, tayangan sebuah iklan pinjaman uang tunai berbasis online, menjadi godaan yang mempesona. Berbekal kemudahan layanan dan persyaratan dalam bentuk aplikasi gadget, seseorang yang sebelumnya acuh tak acuh bisa berbalik 180 derajat saat semuanya bisa dilakukan dalam hitungan jam.

Pinjaman online (Pinjol) yang sedang marak belakangan ini menjelma menjadi bisnis rentenir paling sexy bagi para pemodal yang tak ingin repot mengembang biakkan uangnya. Ulasan di bawah ini adalah sebuah testimoni khusus dari salah satu korban. Berawal dari coba coba layanan Fintech, akhirnya berujung pada jeratan hutang berbunga tinggi yang berdampak pada kehidupan sosialnya.

Dalam layanan konten digital milik Google bertajuk Play Store, aplikasi Pinjol menduduki peringkat utama dalam hal lalu lintas akses. Puluhan nama aplikasi Pinjol dengan mudah diinstall ke dalam gadget. Ada logo lembaga keuangan (OJK) yang mengeluarkan ijin resmi operasional aplikasi tersebut, namun itu tidak serta merta menjamin bisnis keuangan tersebut tidak berkelakuan nakal pada waktunya nanti.

Sebut saja si Joni sedang butuh uang membayar tunggakan uang kontrakan. Bermodal KTP dengan NIK yang sudah online, nomer HP dan data pribadi, si Joni bisa mengajukan pinjaman uang tanpa harus ke Bank. Tekhnologi integrasi big data yang dicanangkan pemerintah, memungkinkan keabsahan identitas seseorang dari selembar KTP. Ditambah lagi teknologi Indentifikasi Artificial memungkinkan si Joni ini benar terdeteksi secara fisik adalah pemilik data KTP.

Dalam prosedur persyaratan peminjaman tidak berhenti sampai disitu. Salah satu pasalnya pihak aplikasi Pinjol meminta untuk bisa mengakses seluruh kontak data nomer HP yang dimiliki si Joni. Meskipun melalui prosedur ijin dari si Joni, namun bukan sebuah pilihan lebih kepada pemaksaan. Jika Joni tidak mengijinkan, maka pengajuan pinjaman tidak bisa dilanjutkan. Di bagian inilah “kenakalan” itu berawal. Pinjaman yang katanya tanpa jaminan,  berubah menjadi ancaman effect domino. Jaminannya tetap ada, namun berupa data informasi orang orang yang Joni kenal.

Selanjutnya saat operator aplikasi sukses menyedot data privasi Joni, mulailah hitungan angka ditawarkan. Dari pengajuan 1 juta akan dikenakan bunga, biaya layanan, fee manajemen, adminstrasi atau apa lagi istilahnya, yang itu dipotong di muka pada saat dana ditransfer. Bisa jadi pengajuan 1 juta, Joni hanya menerima 800 ribu dan celakanya saat pelunasan harus mengembalikan 1,1 juta. Silahkan hitung sendiri berapa persen penyusutan nilai uang pinjamannya. Meskipun tiap aplikasi berbeda angkanya, namun tetap sebuah praktek rentenir online yang direstui lembaga keuangan.

Apakah orang semacam Joni dengan data pribadi yang sudah tidak milik pribadi lantas otomatis mendapat pinjaman? Tentu tidak. Ada persyaratan lain berupa NPWP, slip gaji, kartu karyawan, nomer BPJS/Jamsostek dll yang harus dikirimkan jika Joni seorang karyawan. Apabila data tambahan itu tidak tidak ada maka, maka otomatis Joni dianggap tidak layak mendapat pinjaman alias ditolak.

Dan Jonip layak kecewa dengan tawaran PHP dari Pinjol. Apa yang terjadi kemudian? Di hari berikutnya nomer HP Joni mendadak dipenuhi tawaran Pinjol bermerk lain dengan tawaran kemudahan lebih dari aplikasi sebelumnya. Aplikasi pinjol yang dipastikan ilegal tersebut gencar menghubungi Joni. Dari mana Pinjol ilegal itu tahu si Joni sedang butuh uang dan baru saja ditolak pengajuan hutangnya karena persyaratan tidak lengkap? Yang pasti dari Pinjol legal sebelumnya. Dan Joni terbuai dalam bujuk rayu sistem sindikat.

Dengan prosedur yang sama, pengajuan hutang Joni disetujui dalam hitungan jam. Jumlah bunga dan biaya layanan bisa dipastikan lebih tinggi dari Pinjol legal sebelumnya. Namun Joni yang sedang terobati rasa kecewanya tidak peduli.

Tawaran bertubi-tubi, kemudahan syarat hingga kecepatan uang datang telah melenakan Joni. Jangka waktu pelunasan hutang Pinjol abal abal berkisar antara 7-10 hari dengan bunga dan pungli lain berada dalam angka 35%. Jonipun selesai urusan bayar kontrakan, tinggal memikirkan melunasi tagihan pinjol. Jika 7-10 hari kemudian Joni punya uang, maka selesai urusannya. Namun jika tidak maka malapetaka jilid 2 berlaku. Sehari sebelum jatuh tempo, Joni akan dihubungi pihak Pinjol dengan dalih mengingatkan sambil menawarkan aplikasi Pinjol merk lain di saat tawaran Pinjol lain sebelumya tetap berhamburan di WA dan SMS.

Dan terjadilah praktik gali lobang tutup lobang. Joni harus melunasi pinjaman 1,1 juta dengan mendaftarkan diri ke aplikasi lain,  yang secara matematika untuk melunasi 1 aplikasi butuh pengajuan baru di 2 aplikasi. Selanjutnya hutang Joni menjadi 2 aplikasi yang saat jatuh tempo jika Joni tidak punya uang maka butuh mengajukan hutang di 3 aplikasi baru. Begitulah yang terjadi, jumlah aplikasi yang berbaik hati membantu Joni makin berbiak membentuk jeratan rentenir.

Pada akhirnya Joni menyadari bahwa dia terjebak dalam sindikat, namun terlambat. Debt collector online yang agresif menawarkan aplikasi baru sekaligus menagih pelunasan di hari jatuh tempo mengancam akan menyebarkan foto selfie Joni memegang KTP ke seluruh daftar kontak di HP Joni. Sebuah modus pemerasan gaya baru telah lahir. Siapapun pasti panik. Dan itulah senjata andalan Pinjol ilegal membunuh Joni perlahan lahan.

UU ITE memungkinkan Joni melaporkan pihak aplikasi ilegal sebagai tindakan penyalahgunaan data pribadi. Namun dalam benak Joni, apalah arti melaporkan jika data pribadinya sebagai penunggak hutang sudah terlanjut tersebar ke nomer WA saudara, teman,  kerabat bahkan orang tuanya sendiri? Harga diri Joni lebih penting diselamatkan. Lebih baik berusaha sebisa mungkin mencari pinjaman lain untuk menutup yang sudah jatuh tempo daripada berurusan dengan birokrasi pelaporan. Joni bukan lulusan fakultas hukum, hanya lulusan SMU yang bekerja di Ibukota bergaji pas pasan mencukupi kebutuhan hidup yang selalu bertambah.

Lain Joni yang malang, lain pula Akiong si pemilik aplikasi Pinjol. Matematika bisnis rumahan berbekal laptop itu hanya butuh modal uang 1 milyar yang minggu depan otomatis berbiak menjadi 1,3 milyar. Berputar terus Setipa hari, minggu dan bulan. Rejeki yang didapat dengan susah payah orang sekelas Joni berhasil dipecundangi Akiong yang tinggal duduk manis di tempat persembunyian.

Perlu dicatat, Pinjol Ilegal tidak pernah ada lokasi alamat kantor operasionalnya. Seorang Akiong bisa punya minimal 3 aplikasi sejenis dengan nama yang berbeda. Silahkan cek juga, 70% Pinjol legal dan ilegal menggunakan Bank Permata sebagai rekening operasional mengirim dan menerima uang riba itu. Apakah itu semua ada hubungan dengan akuisisi saham Bank Permata yang belakangan sedang diperebutkan kepemilikannya? Yang pasti aplikasi Ilegal yang digrebek aparat kepolisian beromset 80 milyar untuk 1 aplikasi bisa menjawab pertanyaan itu.

Jika aplikasi Pinjol resmi rekomendasi OJK berjumlah 120 nama, maka yang ilegal bisa berjumlah dua kali lipatnya. Minimalnya ada 240 ilegal plus 120 legal akan didapat 360 aplikasi pinjol yang sedang mengepung kita. Jika 1 aplikasi beromset rata rata 50 Milyar dikalikan 360 aplikasi, maka akan ada perputaran uang 180 Trilyun. Jadi di Bank Permata ada uang panas 70% dikali 180 Trilyun sama dengan 126 Trilyun.

Satu lagi yang harus dicatat. Bisnis Ilegal rentenir online beromset triliunan bisa dipastikan tidak membayar pajak. Negara tidak hanya dirugikan, tapi sudah dipecundangi. Seorang Joni hanya 1 dari ratusan ribu korban senasib yang punya nyali menyampaikan testimoninya.

Pemerintah harus turun tangan menyelesaikan persoalan Fintech yang tidak hanya dilihat dari sisi investasi. Tetapi kerusakan tatanan komunikasi sosial dari para korban setiap jam berjatuhan. Dan perlahan pula akan melahirkan kelas baru, yaitu masyarakat yang frustrasi dengan permainan dunia online. Gerombolan masyarakat frustasi ketika kemarahannya tidak terjawab, hanya butuh picu pelatuk kecil untuk meledakkan peluru yang sudah di arahkan ke negaranya sendiri.

Tim Redaksi-SN

banner 120x600

Tinggalkan Balasan