Marhaenisme sebagai warisan ideologi Bung Karno mengalami pasang surut dari waktu ke waktu. Tergerus oleh jeratan kapitalis yang membuat para perwaris Marhaenisme surut satu persatu. Entah bosan berjuang, terlena, berubah haluan atau terpecah belah menjadikan Marhaenisme hanya riuh pada retorika dan dongeng sejarah perjuangan bangsa.
Otokritik tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Pembina Ormas Pejuang Marhaenis Nusantara, Bung Simon R Purba kepada reporter suluhnusantaranews.com dalam sebuah wawancara ekslusif berikut ini :
“Marhaenisme itu sebuah ajaran. Apa yang bung Simon rasakan pada dasawarsa terakhir ini terkait perkembangan ajaran Bung Karno tersebut?”
“Ya, yang pasti saya merasa sangat prihatin dengan minimnya kaderisasi di kalangan teman-teman Nasionalis Marhaenis. Orangnya banyak, tapi ya itu itu saja. Nyaris tidak ada muncul generasi muda yang berbicara, atau minimalnya bertanya tentang apa itu Marhaenisme”
“Apakah ini yang disebut kegagalan me-regenerasi? Kaderisasi yang terputus benang merah dengan para pendahulunya?”
“Gagal total sih enggak, hanya sedang salah asuhan saja. Tanggung jawab kaderisasi dilakukan kawan-kawan senior sambil melakukan praktik-praktik transaksional. Organisasi beraliran Marhaenisme banyak, tetapi lebih banyak pasif. Bahkan organisasi ikatan alumni ada dan terdaftar di Kemenkumham. Tapi ya itu, hanya jadi ajang nostalgia sesama pejuang yang kini sudah mulai menua bersama dan lupa pengkaderan”
“Proses pengkaderan butuh biaya juga, barangkali itu yang jadi kendala teman-teman di organisasi?”
“Kalau dalam rangka berjuang masih berfikir biaya dari mana, otomatis akan bergeser menjadi transaksional seperti yang saya sampaikan tadi. Ada organisasi Marhaenis yang cukup disegani justru sekarang merapat ke antek-antek Orba demi mendapatkan biaya operasional. Itu kan ironis, musuh dijadikan ayah angkat. Ada pula kawan-kawan yang sedang membangun legal organisasi, tapi urus ijin Kemenkumham saja 2 tahun nggak selesai-selesai. Terjebak dalam persoalan administrasi yang sebenarnya tidak terkait spirit perjuangan. Kami mendirikan PMN spirit utamanya nilai kolektifitas. Ijin diupayakan sesuai prosedur. Dapat ijin syukur, nggak ya nggak apa-apa. Hasilnya 2 bulan ijin keluar tanpa banyak kendala”
“Pertanyaan selanjutnya setelah mendapatkan legalitas, apa yang akan dilakukan?”
“Ya lakukan apa saja yang terkait sumbangsih perbaikan untuk di Republik ini. Anda pasti ingat insiden kebocoran data yang dilakukan oleh orang-orang tak bertanggung jawab? Itu sebuah celah kelemahan yang butuh kita perbaiki. Sebagian besar kawan-kawan hanya mencemooh bahkan ikut nyukurin kelalaian pemerintah menjaga kerahasiaan data. Tapi sepatah katapun tidak menawarkan sebuah solusi”
“Kebocoran data akibat peretasan itu hal serius, tidak bisa dibiarkan menjadi bola liar lawan-lawan politik pemerintah. Apa solusi yang bisa disampaikan PMN terkait hal itu”
“Utamanya kita rubah mainset pemerintah terkait Informatika dan Teknologi. Tidak bisa dipungkiri itu produk tercanggih para kapitalis yang paling efektif untuk menguasai sebuah kedaulatan. Produk impor itu dibawa para pedagang kapitalis, negara selalu terlambat mengantisipasi karena hanya berstatus pengunduh (pengguna). Kita tidak pernah kekurangan orang pintar tehnologi, tapi untuk menjadi negara pengunggah (pemilik) tehnologi itu butuh political will dari pemerintah. Itu yang selama ini tidak kita miliki”
“Selama ini kita hanya mengikuti sesuatu yang sudah ditemukan, bukan menciptakan sendiri?”
“Betul, akibatnya yang paling sederhana kita dikerjain oleh tehnologi itu sendiri. Kita beli seperangkat brankas penyimpanan berikut kunci analognya, kunci digital disimpan penjualnya. Ketika ada kendala digital mau nggak mau kita curhat minta tolong kembali ke penjualnya kan? Yang terjadi kemudian mereka jadi tahu semua isi brankas kita”
“Artinya ini terkait kedaulatan negara juga?”
“Sudah pasti. Kita kurang mandiri, masih terlalu banyak tergantung pada asing. Marhaenisme Bung Karno mengajarkan pentingnya kemandirian bagi kedaulatan. Tanpa kemandirian selamanya kita seolah ngontrak di rumah sendiri”
“Ngomong-ngomong PMN sudah ada berapa banyak cabang kepengurusannya sampai hari ini?”
“Haha, saat ini kita belum fokus untuk kuantitas. Kita sedang membangun magnet prespektif. Kalau itu sudah kuat otomatis akan menarik siapaun, apapun dan dimanapun. Mereka otomatis akan merapat tanpa iming-iming”
Sukoharjo 14 September 2022