Iwan Fals, Dari Soeharto Hingga Jokowi

Musisi Legendaris

banner iklan 468x60

Jangan sesekali penguasa membungkam seniman, karena suatu saat dia gantian membungkam mulutmu
-Bob Dylan-

Berawal dari seorang musisi Iwan Fals yang kecewa atas perlakuan rezim orba padanya. Dia bukan lantas menyerah atau takut, justru penyanyi balada itu menemukan momentum eksistensinya. Buntut pelarangan konser 100 kota promosi album “Mata Dewa” tahun 1989 membuat dirinya merasa dibungkam.

Merasa terpukul namun tak mampu melawan membuatnya beberapa waktu menyepi dari hiruk pikuk panggung musik. Di Bengkel Teater Rendra tempat Iwan Fals merenung, bertemu dengan sesama pekerja seni, penyair, penulis sastra. Mereka merasa senasib dalam tekanan rezim orde baru yang sedang di puncak kejayaan, berdiskusi berbincang tentang apa saja. Iwan bahkan sempat ngambek memegang gitar, lebih memilih bergabung di latihan musik gamelan grup teater WS Rendra sebagai pemegang gong.

Di tempat itulah dia menemukan jalan kreatif “pemberontakan”.

Tangan dingin penyair dan budayawan WS Rendra berhasil menyatukan Iwan Fals dan Sawung Jabo bersama grup Sirkus Barock-nya yang kental dengan karakter musik teaternya untuk sepakat membentuk grup musik baru. Iwan tidak sendiri lagi dalam berkarya.

Gitaris Setyawan Djodi salah seorang penggemar berat Iwan Fals yang sekaligus Produser proyek di album “Mata Dewa” ikut merasakan kekecewaan yang dirasakan Iwan. Djodi yang juga pengusaha kapal peti kemas akhirnya sepakat menjadi sponsor Iwan Fals dan Sawung Jabo yang membentuk grup musik Swami.

Ber-genre musik rock balad, personil lengkap Swami beranggotakan Iwan Fals, Sawung Jabo, Naniel Yakin, Nanoe, Innisisri, Jockie Suryoprayogo dan Toto Tewel. Kemunculan Swami langsung menggebrak blantika musik Indonesia yang justru sedang trend musik melankolis sekelas Obie Mesakh, Tommy J Pisa, atau Endang S Taurina.

Syair-syair”pemberontakan” sosial di album pertama Swami begitu menyihir hampir semua lapisan masyarakat. Menjadi perlawanan sosial pada rezim Soeharto melalui musik. Kaset Swami meledak di pasaran, tak terbendung oleh kekangan penguasa. Lagi Bento dan Bongkar menjadi mars simbol pergerakan melawan kedzoliman yang masih melegenda hingga saat ini. Masyarakat menemukan simbol perlawanan sosial pada karya-karya Iwan Fals dan Swami. Panggung konser di kota-kota besar sudah ditunggu penonton, tak mampu dihadang kekuatan rezim yang “kecolongan” dengan konsep musik Swami.

Iwan Fals, Swami, Kantata Taqwa, Kantata Samsara dan Setyawan Djodi dikenang sebagai gerakan masif kebangkitan pergerakan sosial di akar rumput. Syair dan karya musik mereka melahirkan keberanian masyarakat untuk tidak takut bersuara, kemudian melakukan protes kepada penguasa dzolim orde baru.

Syair lagu mereka begitu tajam menggambarkan pergolakan situasi ketidakadilan, membungkam telak penguasa yang hanya bisa diam tak mampu menjawab syair kritik pedas yang tertata puitis.

Iwan Fals menjadi legenda hidup, menyadarkan  orang-orang yang selama ini ditulikan, dibisukan. Dalam potongan syair lagu “Kesaksian” :
Banyak orang. Hilang nafkahnya. Aku bernyanyi. Menjadi saksi.
Banyak orang, Dirampas haknya, Aku bernyanyi. Menjadi saksi.
Orang-orang Harus dibangunkan. Aku bernyanyi. Menjadi saksi
Kenyataan. Harus dikabarkan. Aku bernyanyi. Menjadi saksi

WS Rendra menuliskan syair lagu begitu dalam, dinyanyikan oleh suara ekspresif Iwan Fals menjadi salah satu karya terbaik yang abadi.

Sempat terbersit pertanyaan, Iwan Fals yang sekarang bukan lagi yang dulu. Tidak terdengar lagi karya protes kepada penguasa sebagai katarsis sosial. Jangan-jangan Iwan sudah dibungkam? Jadi lebih cenderung lahir karya melankolis lagu-lagu cinta tanah air dan kehidupan

Karya kritik terakhir lahir di masa SBY dengan janji jika Presiden bisa adil, jujur, tegas, urusan moral akhlak biar rakyat cari sendiri maka akan diangkat jadi Manusia Setengah Dewa. Hingga turun jabatan dan tulisan ini dibuat, Pepo tidak juga diangkat jadi seperempat Dewa apalagi setengah. Malah angkat anak sendiri jadi manusia setengah SBY?

Begitulah sebuah siklus manusia, semakin matang dia bisa merasakan perbedaan dulu dibanding sekarang. Kalau dia tidak gelisah dan mengkritik artinya memang tidak ada hal krusial yang harus dikritik. Meskipun belum ideal di era pemerintahan Jokowi, Iwan menganggap sudah ada perubahan penting perihal keberpihakan pemerintah kepada rakyat. Kritik Iwan kepada Jokowi bukan tentang benar dan salah, sekedar katarsis bahwa mengelola negara butuh tidak semudah menjadi warga negara.

Iwan Fals menjadi salah satu anugerah terbaik dari Tuhan untuk menyampaikan suara rakyat melalui seni. Dialah wakil rakyat yang sesungguhnya, yang tidak pernah tidur waktu sidang soal rakyat dan bukan paduan suara yang hanya tahu nyanyian lagu setuju.
Tabik bang Tanto

Penulis : Dahono Prasetyo

banner 120x600

Tinggalkan Balasan