Tapaning Cahya Melirik Ganjar Pranowo

Penulis : Ki Tito Gatsu

banner iklan 468x60

Di Indonesia  saat ini memang dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu bersinergi dengan rakyat. Pemilihan Presiden memang masih kurang dari 2 tahun lagi tapi seharusnya kita tidak kecolongan, hanya karena rakyat sekedar berhak memilih belum berhak menentukan yang akan dipilih. Karena kewenangan dari para pemimpin partai itulah yang menjadi alasan kita harus mengawal dan memantau dari sekarang.

Tentu kita masih ingat peristiwa pemilu tahun 1999 dimana ketika itu PDIP menang pemilu tapi gagal menjadi presiden karena pemilihan presiden dan pejabat tinggi negara hanya menjadi arena politik dagang sapi para elit politik  di Indonesia.

Bersyukur yang dipilih akhirnya Gus Dur yang mempunyai keberanian luar biasa walaupun hanya kurang dari 2 tahun mampu mengembalikan dan membukakan kesadaran masyarakat akan kedaulatan rakyat dan nasionalisme padahal dia seorang ulama dan  pemuka agama, sebuah keberanian yang mungkin tidak dimiliki politikus lain termasuk Megawati  menembus batas mainstream atau politik kompromi yang menjadi benteng para politikus di senayan yang bertahan hingga hari ini.

Karena Gus Dur dan Megawati pada hakekatnya memang punya kesamaan platform yaitu nasionalisme, tapi Gus dur jauh lebih berani dan Megawati lebih kompromis ditandai dengan sikap Taufik Kiemas (alm) yang dekat dengan semua elit politik.

Singkat cerita setelah Gus Dur lengser tak ada lagi gebrakan yang berarti rakyat dibuat kembali apatis karena para elit politik begitu berkuasa mengatur perpolitikan di tanah air, termasuk memilih anggota parlemen dan calon presiden yang bisa dipilih oleh rakyat yang semuanya hanya menjadi ajang rivalitas para elit politik dan rakyat hanya menjadi penonton di setiap pemilu hanya bisa memilih seperti memilih kucing dalam karung untuk anggota parlemen karena partai akan menyodorkan nama-nama yang hanya populer tapi tidak bermutu, seperti para artis dan pelawak, dimana kebijakan tetap ditangan para elit.

Kemudian memilih presiden pun hanya pasrah sesuai arahan para elit politik , misalnya  jika ada 3 atau 4 calon presiden yang kesemuanya  bajingan kita hanya memilih yang bukan paling bajingan saja. Tapi itu sangat sulit jika yang mengajukan para bajingan juga bukan ?

Karena sudah ada kompromi-kompromi sebelumnya dikalangan para elit tersebut, artinya Undang-undang pemilu harus dirubah dan harus bisa mencerminkan kedaulatan rakyat. Hingga muncul sosok Jokowi yang terus berusaha mereka jatuhkan hingga sekarang.

Ganjar adalah tokoh yang cukup memasyarakat terutama di Jawa Tengah kehadirannya mirip dengan Jokowi. Kita tidak bisa percaya dengan dukungan elit politik karena perbedaan yang tajam antara kepentingan rakyat dengan kepentingan  elit politik itu berbeda, jadi setiap calon pemimpin yang kita inginkan harus  dikawal sejak dini.

Tapaning Cahya

Ada sebuah filosofi jawa, yaitu Tapaning Cahya, yang berarti hendaknya kita harus selalu awas dan waspada serta mempunyai daya meramalkan sesuatu secara tepat. Jangan sampai kabur atau mabuk karena keadaan kedudukan dan ambisi yang dapat mengakibatkan penglihatan yang serba samar. Sehingga apa yang dilihat dan diputuskan tidak lagi ditujukan kepada kebahagiaan dan keselamatan umum.

Sifat Tapaning Cahya ini yang mulai menghilang dari sudut pandang para elit politik di Indonesia karena mereka sudah banyak yang mabuk dengan ambisi dan kekuasaan.

Oleh karenanya kita sebagai rakyat yang waras dan punya nasionalisme harus berani menyuarakan aspirasi. Bisa dibayangkan jika diserahkan pada para elit politik yang senang disanjung anak buahnya-pun penjilat, mereka tentu akan mementingkan egonya sendiri dan pilihan rakyat terabaikan.

Masih ingat kan ketika Jokowi menjadi presiden yang sebenarnya tak disukai oleh semua elit politik dan PDIP. Jokowi didesak oleh rakyat hingga mau memajukannya menjadi Presiden. Sampai hari inipun semua elit politik berusaha dengan gigih menjatuhkan Jokowi tapi tak bisa bergeming karena itulah pilihan rakyat yang tidak mudah dijatuhkan. Berbeda dengan Gus Dur yang hanya dipilih oleh anggota parlemen.

Ganjar Pranowo remaja

Siapa Ganjar ?

Rambutnya yang putih dengan rona wajah ekspresif, memudahkan publik mengenalnya. Sosok itu bernama Ganjar Pranowo, pemimpin ala milenial.

Kader loyal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang kedua kalinya terpilih sebagai Gubernur Jawa Tengah periode 2018 hingga 2023. Ganjar Pranowo adalah Kepala Daerah Inovatif 2014 untuk kategori layanan publik, dikarenakan membaiknya kinerja pelayanan pemerintah provinsi Jawa Tengah dalam melayani publik.

Ganjar Pranowo dilahirkan dari keluarga sederhana di sebuah desa di lereng Gunung Lawu, Karanganyar dari ayah bernama S. Pamudji (1933-2017) dan ibu Sri Suparni. Ganjar Sungkowo, demikian nama awalnya, merupakan anak kelima dari enam bersaudara.

Saudara kandung dari Ganjar Pranowo antara lain Pri Kuntadi, Pri Pambudi Teguh (salah satu Hakim Agung di Kamar Perdata MA), Joko Prasetyo, Prasetyowati, dan yang terakhir Nur Hidayati.

Ayah Ganjar Pranowo sendiri merupakan seorang polisi dan sempat ditugaskan untuk mengikuti operasi penumpasan Pemberontak PRRI/Permesta.

Seperti halnya Joko Widodo, Ganjar Pranowo juga memiliki kisah penggantian nama yang lazim terjadi pada tradisi anak-anak di tanah Jawa-Mataraman zaman dahulu. Nama asli dari Ganjar Pranowo adalah Ganjar Sungkowo yang berarti “Ganjaran dari Kesusahan/Kesedihan (Sungkowo)”. “Ganjar berarti hadiah dari Sang Pencipta, sedangkan nama belakang ini berhubungan dengan keadaan ketika Ibu mengandung dirinya.

Saat itu keluarga kami sedang banyak dirundung kesusahan. Sungkowo sendiri memiliki arti kesedihan,” seperti dikutip di dalam novel “Anak Negeri; Kisah Masa Kecil Ganjar Pranowo” (2017).

Namun, ketika memasuki masa sekolah nama Sungkowo diganti dengan Pranowo. “Ibu dan Bapak takut kalau hidupku kelak selalu berkubang kesialan dan kesusahan bila memakai nama Sungkowo.”

Menurut Ganjar, ada kenangan manis yang juga membekas ketika sekeluarga diusir dari rumah. Ceritanya, rumah masa kecil Ganjar di Tawangmangu, Karanganyar harus dijual. Ayahnya sepakat dengan pembeli rumah bahwa mereka masih diizinkan menempati rumah sampai mendapat rumah kontrakan.

Tiba-tiba, pada suatu malam sang pembeli rumah meminta keluarga Ganjar segera pindah karena rumahnya akan segera ditempati oleh pembelinya. Meski merasa dilanggar perjanjiannya, akan tetapi sang ayah memilih untuk mengalah. ”Semalaman hingga subuh ia pergi mencari rumah kontrakan. Akhirnya mereka terpaksa tinggal di rumah yang bersebelahan dengan pabrik gamping,” tuturnya.

Ganjar dari SD sudah mempunyai jiwa kepemimpinan. Dia selalu terpilih menjadi ketua kelas. Jiwa kepemimpinannya sudah terlihat sejak kecil. Kalau istirahat sering memimpin teman-temannya bermain, dan mengajak kembali ke kelas, jika sudah habis waktunya. “Herannya, teman-teman Ganjar itu juga nurut semua sama Ganjar,” kenang Suparmi, ibunya.

Ganjar Pranowo SMA

Menurut Suparmi, saat masih duduk di bangku SD, pemilik nomor induk 2003 tersebut, sangat menyukai pelajaran Bahasa Indonesia sehingga tak heran apabila ulangan Bahasa Indonesia Ganjar selalu mendapatkan nilai tertinggi dibandingkan teman-teman lainnya. “Ganjar itu paling suka Bahasa Indonesia. Dulu, pelajaran sekolah tidak sebanyak seperti saat ini. Ganjar paling senang bahasa, kalau sudah jam pelajaran itu, Ganjar paling serius mendengarkannya,” tutur ibunya.

Ganjar Pranowo sudah ditempa disiplin sejak kecil. Saat masih SD, anak kelima pasangan S. Parmuji dan Sri Suparni ini harus bangun dini hari untuk menjalankan sholat, belajar, sekaligus menyemir sepatu “boots” milik ayahnya yang seorang polisi. Disiplin dan kerja keras yang ditanamkan orang tuanya sejak kecil itu telah membuat Ganjar menjadi sosok yang mandiri.

Ganjar Pranowo muda

Tatkala keluarganya pindah ke Kutoarjo untuk mengikuti tempat tugas ayahnya, ketika masih SD untung menopang kebutuhan keluarganya Ganjar sewaktu SMP  sempat berjualan bensin di pinggir jalan.

Saat bersekolah di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta dan kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Ganjar yang ketika itu sudah hidup sendiri di kos tak pernah mengeluhkan kiriman uang saku yang pas-pasan.

Keterbatasan ekonomi orang tuanya justru telah mendorong semangat dia untuk melakukan kerja sambilan. Ganjar Pranowo remaja juga dikenal sangat pendiam dan nerima (penurut).

Laku prihatin karena keterbatasan ekonomi keluarga dengan berjualan bensin eceran telah menempa dirinya menjadi politisi tangguh sekaligus mengantarkannya menjadi “lurahe wong Jateng” (Gubernur Jawa Tengah).

Ganjar memiliki pasangan yang terlihat  sangat dia cintai , yaitu  Siti Atikoh, atau ibu Atik, Wanita yang dikenal Ganjar saat KKN dulu, akhirnya dipersunting. Pada tahun 2001 mereka dikaruniai seorang putra, Zinedine Alam Ganjar. Dan luar biasanya mereka dikaruniai anak yang cerdas dan mandiri

Putra Ganjar Pranowo ini menyabet juara dalam ajang 2019 Junior Achievement (JA) Asia Pacific Company of the Year Competition yang diselenggarakan oleh JA Asia Pasific di Manila, Filipina kala itu Alam masih berusia 16 tahun dan sekarang menjadi mahasiswa UGM jurusan Teknik Industri. Artinya dalam membina keluarga diapun termasuk.seorang yang cukup baik.

Gayanya memimpin jauh dari kesan kaku, tak ingin seperti kebanyakan birokrat produk lama. Keluwesannya bercakap membuat siapapun yang berinteraksi dengannya memang nyaman. Dibumbui guyonan-guyonan ala Ganjar seorang. Kalau provinsi tetangga di Jawa Barat punya Ridwan Kamil, lalu di Ibu Kota ada Anies Baswedan, maka Jawa Tengah adalah Ganjar Pranowo. Para pemimpin milenial negeri ini.

Malang sejatinya tak mampu ditolak, juga mujur yang tak bisa diraih begitu saja. Kegagalan Ganjar di tahun 2004 melangkah ke Senayan, ternyata menyimpan sebuah kemujuran di baliknya. Lewat Pergantian Antar Waktu (PAW), Ganjar Pranowo berhak mengisi kursi kosong Jakob Tobing rekannya satu partai, yang ditunjuk Megawati agar segera berangkat ke Korea Selatan sebagai Duta Besar RI. Kemujuran yang nantinya mengubah perjalanan politik pria penikmat musik Metallica dan Dream Theater.

Lima tahun dijalaninya sejak 2004 hingga 2009 di sebagai anggota komisi IV DPR-RI. Komisi yang fokus menangani isu-isu seputar pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan. Selesai masa bakti di penghujung tahun 2009, ia kembali terpilih lagi sebagai wakil rakyat untuk periode berikut 2009-2014.

Keputusannya masuk ke dalam persaingan Pilkada Gubernur Jawa Tengah 2013, mengharuskan ia memilih. Menyisakan masa tugas satu tahun lagi ke depan, Ganjar memilih tak menyelesaikan masa tugas dan melepas status DPR-RI.

Datang menantang Bibit Waluyo sang Petahana, dengan sokongan penuh PDIP. Duet Ganjar Pranowo dan Heru Sudjatmoko masih jauh kalah populer menurut perhitungan lembaga survei nasional. Enaknya berperan sebagai pihak yang tak diperhitungkan, justru membuat manuver-improvisasi Ganjar lebih lepas dengan visi-misi jualannya sesederhana mungkin asal masuk akal di mata rakyat.

Survei hanyalah sekedar survei tok. Perhitungan di atas kertas hanya terbilang teoritis, tak sinkron dengan realita dan ekspektasi publik Jawa Tengah. Ia memberi sensasi kejutan! membalikkan prakiraan, Bibit Waluyo sang incumbent dijungkalkan sosok baru Ganjar Pranowo.

Kehausan rakyat ditenggarai keinginan sosok figur yang bersih tak punya catatan korupsi disertai kepekaan menanggapi isu-isu pertanian. Ganjar dianggapnya lebih segar, wawasannya juga luas, dengan visi yang menarik perhatian lintas generasi saat itu. Lewat jargon “Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi” Ganjar merebut kursi petahana sebagai Jateng-1.

Lima tahun era kepemimpinan Pak Gubernur Ganjar, provinsi Jawa Tengah berinovasi cukup pesat. Perannya krusial sebagai pendorong tumbuhnya lembaga keuangan daerah dalam Penggerak Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD). Dirasa sulit dalam pengembangan dan perluasan akses keuangan bagi pelaku UMKM memang membutuhkan solusi konkrit. Solusi yang tak pelak membuat presiden Jokowi memberikan penghargaan untuknya.

Inovasi Kartu Tani. Bila Jakarta punya Kartu Jakarta Sehat, Ganjar melahirkan Kartu Tani. Permasalahan petani yang selalu berkutat perihal distribusi, harga, kualitas, hingga jenis dan jumlah pupuk diharapkan terjawab lewat Kartu Tani. Sebuah konsep yang terintegrasi langsung dengan sistem pertanian Indonesia, sehingga stabilitas komoditi pertanian terpantau.

Mobilitas tinggi dikemas lewat inovasi demi inovasinya, terbukti berpengaruh pada citra instansi pemerintahan, sehingga di tahun 2014 ia dinobatkan sebagai Kepala Daerah Inovatif untuk kategori Layanan Publik.

Dirasa tak cukup dengan lima tahun pertamanya, dengan banyak hal yang belum tersentuh dengan optimal. Ganjar maju kembali dalam Pilkada Gubernur Jawa Tengah 2018, dengan harapan adanya kepercayaan publik untuk tambahan lima tahun ke depan.

Konsep Nasionalis-Religius yang dijual dalam kemasan Ganjar Pranowo-Taj Yasin,  berhasil memenangkan Pilkada Gubernur 2018. Tak terbendungnya popularitas Ganjar dibuktikan lewat keunggulan selisih suara yang berkisar 3 juta lebih di atas Sudirman Said, sang lawan di urutan kedua.

Semakin dekat ia di tengah situasi, makin terlihat jelas bagaiman sebenarnya. Gayanya sangat khas, identik lewat sidak (inspeksi mendadak) yang penuh spontanitas. Berbekal pengalamannya selama enam belas tahun di dunia pemerintahan, ia paham betul bagaimana tak mudah terjebak sindrom The Plague of Flattery.

The Plague of Flattery, istilah politisi Italia, Niccolo Machiavelli. Berpesan agar pemimpin tak mudah terbuai berbagai sanjungan dari sekelilingnya, umumnya bersifat ‘ABS’ penuh pujian, Asal Bapak Senang. Situasi di mana informasi yang diteruskan kepada atasan bersifat normatif dan terkesan baik-baik saja, sejauh atasan senang.

Sebut saja kota Kudus, Magelang, Wonogiri sampai Semarang menjadi kota korban sidak. Mulai dari sudut kantor-kantor instansi pemerintahan hingga lokasi terjal penambangan ilegal, tak menggetarkan nyali Ganjar. Bocornya informasi Ganjar akan datang di para penambang, memaksa kocar-kacir bersembunyi. Ada Ganjar datang pikir mereka.

Gayanya yang menggedor sekaligus mendobrak kultur birokrasi kuno, menginspirasi kalangan milenial tentang pejabat yang tak lagi memiliki jenjang dari atas kepada mereka di bawah, para rakyat. Cerdas, unik, dan nyeleneh, ketiga hal ini yang menggambarkan persona Pak Gubernur Ganjar.

Entah nyeleneh atau bagaimana di bulan November 2016, di salah satu gerbong kereta Purwojoyo jurusan Jakarta-Cilacap, ia tertangkap kamera nikmatnya pulas tertidur di kolong kursi. Hanya Ganjar yang paham.

Sudah lazim bagi para ajudan protokoler pengawal Pak Gubernur, mendadak berubah di luar jadwal. Keinginan Pak Gubernur berdasarkan naluri dengan apa yang dilihatnya di perjalanan, singgah mampir sejenak hal sudah biasa. Waktu dimana harga gabah sangat anjlok di kalangan petani, ia spontan mampir menemui mereka, petani di desa Njenengan Purworejo. Sekedar ingin tahu apa yang terlontar dari mulut-mulut konstituen yang memilih dirinya kemarin.

Mengganggu para birokrat masa lalu  yang tak mau berbenah, memang niatnya sejak tahun 2014. Kebutuhan perubahan di tiap jaman, pasti butuh pula cara yang berbeda, tak bisa lagi konservatif. Keberaniannya di tahun ketiga menjabat, ia justru meminta keras agar memiliki hak memecat langsung para PNS yang hobi menjalani pungli (pungutan liar).

Ganjar yang sekarang didampingi  Taj Yasin, di bulan November 2019 sudah meraih 40 penghargaan. Padahal baru genap satu tahun menjabat masa tugas.

Begitu kuatnya angin politik dari para bajingan politik dan begitu dikuasainya parlemen oleh para elit politik,  kita sebagai rakyat harus terus mengawal siapa yang menjadi pilihan kita untuk bisa tampil di Pilpres 2024 karena akan menentukan masa depan bangsa  kita, sejauh ini saya baru melihat Ganjar Pranowo yang pantas kita kawal jika ada lagi yang terbaik menjadi pesaingnya akan lebih baik lagi karena kita akan memilih yang terbaik diantara yang terbaik bukan seperti dulu dulu sebelum era pak Jokowi  kita harus memilih garong diantara garong kita lawan kompromi politik dan politik identitas demi masa depan bangsa.

Salam Kedaulatan Rakyat,

Tito Gatsu.

banner 120x600

Tinggalkan Balasan