Koperasi  Sebagai Soko Guru Perekonomian Berubah Menjadi Modus Rente Penipuan

Dilema Koperasi Indonesia

banner iklan 468x60

Mohamad Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia barangkali sedang menangis di alam kuburnya saat mengetahui kondisi perkembangan Koperasi sekarang ini. Kasus penipuan yang sedang menyengsarakan rakyat secara sistemik, justru mengatasnamakan lembaga Koperasi. Modus dilakukan oleh orang-orang  yang justru paham filosofi Koperasi namun direkayasa untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.

Prinsip gotong-royong dalam Koperasi yang menjadikan anggotanya sekaligus pemilik usaha bersama dengan penyertaan modal, telah dimanipulasi pengurus Koperasi menjadi upaya pengumpulan modal seluas dan sebesar-besarnya. Koperasi Simpan Pinjam (KSP) menjadi bisnis ponzi dengan iming-iming keuntungan bagi anggota yang menyetor modal investasi sebanyak-banyaknya.

Simpanan pokok, simpanan wajib dan sukarela dalam skema Koperasi telah direkayasa menjadi  bisnis deposito dana. Masyarakat umum yang menjadi anggota Koperasi dijanjikan keuntungan bunga tinggi di atas bunga bank konvensional.

Kasus KSP Indosurya dengan kerugian anggota Koperasi mencapai 106 triliun rupiah  mencatatkan sejarah baru angka penipuan uang terbesar di Indonesia. Sebanyak 23 ribu anggota KSP Indosurya di seluruh Indonesia kehilangan uang  dalam wujud simpanan pokok dan wajib yang gagal dibayarkan pengurus Koperasi. Mereka yang selama ini hanya menerima bunga deposito yang berkisar angka 9-12 persen per tahun.

KSP Indosurya pada akhirnya bukan sebuah unit usaha simpan pinjam. Hanya ada usaha menarik simpanan lalu memberikan bunga pertahun. Uang nasabah koperasi  yang disetor sudah hilang sejak awal dipercayakan, dan terakumulasi menjadi seratus triliun lebih tak terbayar saat sebagian anggota menagih uang simpanannya.

Sebuah bisnis keuangan menarik kepercayaan masyarakat dengan nama Koperasi, tidak bisa dilakukan oleh satu atau dua otak. Bagaimana melibas aturan regulasi yang ada, memanipulasi ijin, lolos dari pengawasan pihak otoritas keuangan adalah kerja jaringan. OJK, Bank Indonesia dan Kementerian Koperasi berisi orang-orang yang paham dunia mafia investasi. Seharusnya sudah bisa mengendus  lebih dini skema busuk bisnis investasi bunga berbunga. Atau patut diduga oknum-oknum dalam  institusi pemerintah ikut bermain mata dengan para penipu berdasi.

Jumlah kerugian fantastis yang melebihi total APBD DKI kemana raibnya, tersimpan dimana, siapa pemegang kunci brankasnya bukan sesuatu yang sulit jika aparat penegak hukum mau mengejarnya. Kalau hanya mejerat pelaku dengan vonis hukuman penjara, namun dana triliunan tidak ikut dijerat maka diindikasikan banyak pihak yang tergiur, membiarkan status uang tidak bertuan diamankan bersama. Bukan dikembalikan kepada para korban.

Dan yang kemudian kita saksikan normatifnya kerja orang-orang birokrat. Beredar himbauan kepada masyarakat untuk berharti-hati dalam berinvestasi dikemudian hari. Jangan sampai kasus ini terulang lagi.

Himbauan terdengar  mulia, namun keras  beraroma cuci tangan.

Koperasi bukan lagi menjadi tempat mensejahterakan anggotanya, tetapi tempat bergotong royong para pencuri membunuh masyarakat secara perlahan-lahan. Lalu fungsi Kementrian Koperasi yang hanya mengeluarkan ijin tanpa bertanggungjawab mengawasi menjadi tidak efektif lagi. Sebaiknya serahkan ijin pendirian Koperasi kepada RT / RW saja?. Toh kalau ada resiko yang terjadi di kemudian hari sama-sama tidak ada beban.

Redaksi SN

banner 120x600

Tinggalkan Balasan