Kerusuhan Penonton Sepak Bola, Negara Harus Belajar Lagi Bagaimana Melindungi Warganya

Sepak Bola Berduka

banner iklan 468x60

Kerusuhan di lapangan sepak bola yang menelan korban jiwa kembali terjadi. Sportifitas di dunia olah raga yang didengungkan semenjak di ruang latihan tercoreng. Mengakui kekalahan dalam sebuah adu pertandingan menjadi barang mahal. Fanatisme menjadi arogansi yang menjurus anarkis, kekalahan hari ini seolah bisa menghancurkan harga diri dan ;angkah ke depan.

Pendukung fanatik mesti banyak belajar bagaimana perjuangan ada saatnya jatuh bangun. Mereka mencintai olah raga dengan emosional, bukan dengan logika bahwa masih ada hari esok untuk pertandingan yang lebih baik.

Semua sirna karena ego, lalu menuntut sesuatu yang bukan haknya.

Cerminan kegelisahan masyarakat majemuk bernama Indonesia yang terbalut rasa cinta berlebihan. Lalu membenci akal sehat, kemudian fikiran sakit mengendalikan tindakan.

Stadion Kanjuruhan Malang Jawa Timur menjadi saksi bahsa seseorang bisa memprovokasi dirinya sendiri untuk berbuat negatif, lalu menularkan kepada yang lain, dan kemudian bersatu dalam geram yang sama. Namun situasi berkata lain.

Menjaga keselamatan mereka yang masih berakal sehat menjadi tugas aparat. Dalam situasi tak terkendali berubah menjadi ajang saling menghancurkan.

Kemudian aparat bertindak reaksional. Membalas lemparan dengan pengejaran, menghalau kemarahan pentungan. Kepanikan terjadi pada penonton kerusuhan yang ingin menyelamatkan diri. Korban berjatuhan bukan karena pentungan atau gas air mata, tetapi terjebak dalam kepanikan situasi.

Massa beringas mendadak terkejut dengan efek keberingasannya yang berakibat fatal kepada mereka yang ketakutan. Namun semua sudah terlambat, tak ada yang bisa mengurai kepanikan kecuali mereda dengan sendirinya. Meninggalkan korban bergelimpangan, menorehkan catatan korban terburuk dalam situasi terburuk.

Bagaimanapun juga negara yang harus bertanggung jawab. Negara yang masih harus belajar bagaimana melidungi warganya dari sebuah kemelut. Bagaimana cara meredam api, bukan menyiramnya dengan ancaman.

Sepak bola terluka, Indonesia berduka, Dunia terperangah

***

Dahono Prasetyo

banner 120x600

Tinggalkan Balasan