Ajaran asli Nusantara ini adalah ajaran paling moderat , toleran dan kosmopolis yang bahkan mampu berasimilasi baik secara nalar maupun theologis. Dengan agama apapun di dunia terutama yang ada di Indonesia termasuk agama samawi seperti Zoroaster, Yahudi , Nasrani dan Islam. Juga Budha, Hindu dan kong hu chu sebagai Agama Rasul.
Sekali lagi saya bangga dengan tanah air dan leluhur saya Indonesia dan semoga bisa membuka wawasan tentang tingginya budaya Nusantara.
Dalam pemahaman spiritualitas bahwa budaya Nusantara dikenal sebagai budaya yang memiliki cara pandang spiritual tertinggi didunia. Memang ada beberapa spiritualitas Nusantara dengan nama yang berbeda-beda , seperti Suda Wiwitan di Jawa Barat, Kejawen di Jawa, Permalim di Tanah Batak Sumatera Utara , Kaharingan agama suku Dayak di Kalimantan , agama Naurua di Maluku dan Marupu di Nusa Tenggara Timur .
Walaupun nama dan budayanya berbeda tapi pada prinsipnya spiritualitas Nusantara tersebut mempunyai banyak kesamaan seperti, monotheisme atau mempercayai keesaan Tuhan. Mempunyai pengertian yang sama dalam pandangan mengenai Ketuhanan yaitu manunggaling kawula Gusti. Juga memiliki filosofi yang tak kalah dengan agama impor, seperti : Islam, Kristen, Hindu dan Budha bahkan masing-masing agama tersebut bisa berasimilasi dengan agama impor yang diharuskan bagi rakyat Indonesia sejak masa orde baru
Dalam spiritualitas Nusantara secara administrasi yang paling rapih adalah agama kejawen walaupun tidak memiliki kitab suci. Tetapi tercatat salam budaya turun menurun apalagi ketika Raja Mataram dijabat oleh Sultan Agung yang jelas- jelas menggabungkan kepercayaan kejawen dengan Islam.
Kejawen adalah ajaran yang benar-benar mempercayai dan meyakini kebesaran Gusti atau Tuhan dan dalam istilah islam dinamakan Tauhid , jadi seorang kejawen walaupun dia memeluk agama lain jika prinsip dasarnya mengikuti ajaran kejawen dia akan tetap mengesakan Tuhan, oleh karenanya dalam prinsip Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa sebenarnya juga prinsip kejawen.
Manunggaling Kawula Gusti, merupakan makna yang dalam bagi seorang Kejawen. Oleh karenanya banyak pemuka-pemuka agama pada saat islamisasi, memelintirkan esensi dari makna Manunggaling Kawula Gusti itu sendiri. Hal ini tidak lain untuk memuluskan proses islamisasi di tanah Jawa sehingga dianggap sesat
Manunggaling Kawula Gusti sama sekali bukan bermakna bersatunya kita dengan. Makna sebenarnya bahwa hubungan seorang Kejawen dengan Tuhan Yang Maha Esa, tidak melalui perantara apapun seperti yang dilakukan oleh agama-agama Rasul.
Dalam pemahaman Nusantara, hubungan setiap orang kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah hubungan yang unik, karena pada awalnya setiap orang yang lahir di muka bumi adalah titipan Tuhan Yang Maha Esa. Pemelintiran tersebut, jelas untuk kepentingan penyebaran agama impor tersebut.
Analogi lain, jika kita mencintai dan menyayangi ibu kandung kita, dan mengatakan bahwa ibuku ada dalam diriku (hatiku) dan segenap aliran darahku. Apakah berarti badan ibu kita ada dalam badan kita? Itulah yang juga dimaksud dengan Manunggaling Kawulo Gusti. Adalah sebuah rasa yang mendalam, dan komitmen untuk berprilaku dengan segenap hati yang bersih. Bukan seperti yang diartikan: mempersatukan Tuhan dengan diri kita. Lagi-lagi ini adalah sebuah pemelintiran dari agama impor.
Bayangkan menurut penelitian antropologi agama ini sudah tumbuh sejak 4442 SM dan bahkan jauh sebelumnya Nusantara dan agama ini sudah menjadi pusat peradaban dunia. Berulangkali hancur oleh bencana alam karena ada pada lokasi yang banyak gunung berapi seperti yang digambarkan dalam buku ilmiah Atlantis The Lost Continent Finally Found karya Prof. Arsyo Santos , banyak referensi secara geologis yang saya kurang faham menterjemahkannya tapi kita bisa menelusuri lebih detail dari sejarah budaya berdasarkan referensi Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya.
Sebenarnya tidak ada yang namanya Kejawen Hindu, Kejawen Budha, Kejawen Islam ataupun Kejawen Kristen. Nilai-nilai Agami Jawi memang sudah digeser oleh agama-agama pendatang. Agami Jawi adalah agama yang sudah tumbuh berkembang, jauh sebelum agama-agama impor itu datang ke Indonesia.
Orang Jawa yang terkenal dengan sifatnya yang senkretis, sehingga hal ini dimanfaatkan oleh orang-orang pembawa agama import tersebut, agar nilai-nilai mereka dapat diterima oleh Agama asli nusantara ini , maka mereka mencoba untuk mengawinkan agama mereka dengan Agami Jawi yang sudah tumbuh jauh lebih lama dari agama mereka. Mmemiliki nilai yang lebih beradab , sehingga orang orang kejawen pada masa itu tidak begitu bermasalah dengan perkawinan agama itu karena prinsip ketuhanan sebenarnya ada dalam diri mereka. Terus berkembang hingga masa islamisasi oleh Raden Patah yang mengkhianati orang tuanya Raja Brawijaya V, kemudian disusul pendudukan Belanda di Indonesia yang melibatkan agama dalam adu domba politik.
Setelah Indonesia merdeka Bung Karno sebenarnya ingin mempertahankan agama dan ajaran kejawen sebagai way of life orang Indonesia dengan menjaga kemurnian Pancasila tapi selalu diganggu oleh pihak lain yang ingin menguasai Indonesia. Dengan mempolitisasi agama impor dan merubah budaya Indoneaia , puncaknya setelah Suharto berkuasa dengan membiarkan islam yang murni impor dan menetapkan 5 agama impor dalam GBHN adalah usaha untuk memusnahkan budaya lokal Indonesia. Walaupun banyak orang menganggap Suharto seorang kejawen tapi yang terlihat Suharto bukan orang yang memahami agama apalagi budaya karena membiarkan budaya dan ajaran asli kejawen terus terkikis. Terutama oleh islamisasi yang terus menyerang islam Nusantara dan memojokan budaya Indonesia sebagai sesat atau musyrik hingga hari ini.
Gerakan Islam impor ini masih terlihat sangat masif merubah budaya kita dan, setelah Soeharto jatuh, mereka menganggap sudah sangat kuat, sehingga mereka berniat untuk menggeser ajaran kejawen dari Bumi Nusantara ini. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya ancaman, baik fisik maupun non fisik yang mereka lakukan kepada orang-orang awam di Indonesia. Dengan keteguhan Para ulama NU serta agama lain yang sudah memahami arti kejawen sesungguhnya seperti Islam Nusantara, Hindu Bali, Budha Nusantara Kristen Nusantara dan katholik Nusantara maupun kejawen sejati dan makin terbukanya kebebasan berpikir manusia Indonesia , kita yakin kejawen lambat laun akan menjadi tuan rumah kembali di tanah kelahirannya sendiri karena merupakan way of life yang bisa berdiri sendiri.
Banyak orang memvonis bahwa ajaran Nusantara Kejawen bukanlah agama, melainkan hanya kepercayaan semata. Sementara ini benar karena masyarakat atau Rakyat Indonesia dipaksa memeluk agama yang ditetapkan GBHN dan tak punya alasan lain pada masa orde baru bahkan nyawa taruhannya. Hingga hari inipun para penganut kejawen selalu mendapat persekusi dan kekerasan.
Alasan lain karena ajaran leluhur Nusantara Kejawen tidak memiliki kitab sebagai rujukan. Bagi agama rasul, kitab menjadi penting karena memang agar para penganut agama mereka, tidak dapat atau tidak diizinkan berinteraksi langsung dengan sang Penciptanya. Harus melalui norma dan dogma agar sesuai dengan keinginan pemimpinnya.
Ibarat pancing dan ikan, dalam agama Rasul, para penganutnya langsung diberi ikan. Sehingga para penganutnya seolah akan dapat lebih mudah untuk mengerti kaidah-kaidah komunikasi dengan sang Pencipta, dengan pola menghafal. Sementara pada Kejawen, kita diberi pancing untuk mencari tahu bagaimana heningnya berkomunikasi dengan sang Pencipta, hal ini tidak perlu dihafal. Karena olah rasa membuat kita berinteraksi sesungguhnya dengan sang Pencipta.
Sejarah bukanlah sebuah dongeng, banyak agama yang berkisah berdasarkan dogma, dan akhirnya menuntut keimanan seseorang. Hal ini dikarenakan sulit untuk membuktikannya, atau mungkin memang tidak ada buktinya.
Seorang Kejawen harus selalu bertanya secara logika, agama yang dianutnya sehingga ia tidak merasa atau mengalami pembodohan. Dengan adanya sejarah yang benar, dimana selalu ada waktu dan tempat kejadiannya seorang Kejawen tidak memiliki keimanan yang dipaksakan oleh dogma. Karena menjadi seorang Kejawen, selalu dituntut kejujuran. Maka keimanan adalah sebuah ketidak jujuran kepada diri sendiri. Hal ini dikarenakan adanya percaya yang dipaksakan.
Agama adalah bukan sesuatu yang perlu diperlihatkan dalam kaitannya dengan eksistensi seseorang. Memang, ada agama yang memiliki fashion sendiri, untuk mencirikan agama mereka. Kalau hal itu yang menjadi esensi dari orang-orang yang memeluknya, itu sama saja orang-orang tersebut membeli barang abal-abal, yang penting seolah-olah mereka memiliki barang yang asli.
Berpakaianlah yang sopan dan bertutur katalah yang santun, kalau kita ingin menjadi seorang Kejawen Sejati. Dari sopan santun kita, tentunya kita akan memperkecil kemungkinan menyakiti pihak lain (orang lain, alam, mahluk halus, sesepuh, dsb). Dengan menjaga sopan santun tadi, sesungguhnya itu merupakan hal dasar, kalau kita ingin mengakui dalam hati bahwa kita adalah seorang Kejawen Sejati.
Agama Tuhan adalah, agama yang berorientasi pada satu Tuhan, atau yang disebut Tuhan Yang Maha Esa, dalam Kejawen disebut sebagai Gusti. Proses adanya Tuhan dalam pikiran manusia, adalah karena adanya Olah Roso, dimana seorang Kejawen menemukan hubungan perasaan yang unik dengan zat yang dinamakan orang-orang di dunia ini: Allah, Tuhan, God, Gusti.
Jadi jelas, menurut ajaran kejawen tidak ada satu agama pun di dunia ini, yang dibuat oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dikarenakan beberapa nalar matahati kita. Kita saja sebagai orang tua, tidak akan membiarkan atau merelakan anak-anak kita bertengkar satu sama lain. Apalagi Tuhan Yang Maha Esa.
Banyak agama yang mengklaim sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, tapi mereka bertengkar, bahkan sampai saling bunuh antar agama yang mengklaim ciptaan Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri. Jadi, kalau memang ada agama ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, kita pasti hidup aman dan tentram.
Kalau benar ada agama ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, maka pasti tidak perlu dipelajari oleh manusia. Karena pasti sudah inheren dalam pikiran kita, semenjak lahir.
Agama adalah Roso, bukan matematis, sehingga tidak ada penyeragaman yang strike terhadap sebuah aturan yang dihitung secara matematis. Hubungan setiap manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa memiliki hubungan yang unik, jadi setiap orang memiliki rasa kedekatannya sendiri masing-masing. Di sinilah keimanan seseorang kepada Tuhan Yang Maha Esa diuji. Apakah ia benar-benar ikhlas mengimani Tuhan Yang Maha Esa, tanpa harus ada perantaranya.
Di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, kita ini memang semua sama. Hubungan itu justru tergantung dari bagaimana kita mengimani Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri. Dengan keikhlasan dan kepasrahan kita dalam mengimani Tuhan Yang Maha Esa, dalam saat yang bersamaan rasa tentram di hati kita akan muncul.
Semua agama di dunia berawal, atau lahir dari nilai-nilai tradisi setempat yang selanjutnya dilaksanakan dengan kepercayaan-kepercayaan yang diritualkan sejalan dengan tradisi lokal tersebut, sehingga tidak mengherankan kalau para pakar sosiologi menyatakan, bahwa semua agama di dunia lahir pada awalnya dari agama lokal. Sementara ideologi lahir dari pemikiran-pemikiran melalui proses thesis anti-thesis, yang pada akhirnya melahirkan aturan-aturan sosial yang komplit pula.
Perbedaan esensial antara agama dengan ideologi, adalah terletak pada pola hukuman dan penghargaannya (reward and punishment). Agama menerapkan hitungan hukuman dengan dosa, yang masih sangat imajinatif dan harus dipercayai dengan melalui iman dan dogma (kebalikan dari fakta dan data). Sementara ideologi menerapkan hukumannya dengan hukum positif setempat yang berlaku, dan harus dilaksanakan dengan fakta dan data (kebalikan dari iman dan dogma).
Persamaan antara agama dan ideology, adalah untuk dapat mengerti aturan-aturan agama atau ideologi secara ceteris paribus, orang harus membaca dan menghafalkannya terlebih dahulu. Sehingga, tidak mengherankan ketika seseorang yang hafal dan eksis di lingkungannya karena pengetahuannya terhadap agama atau ideologi tertentu, secara psikologis orang tersebut akan ketagihan untuk terus membaca dan menghafalkan segala sesuatunya, agar dia dapat tetap eksis sebagai narasumber.
Ketagihan untuk menjadi seorang ahli dalam sebuah agama atau ideologi tertentu, membuat seseorang menjadi seorang yang fanatik terhadap apa yang ia baca dan percayai. Kefanatikan seseorang inilah yang dapat dipergunakan oleh orang-orang ahli cuci otak untuk menjadikan targetnya menjadi seorang teroris.
Kejawen bukan agama yang perlu dihafalkan, tetapi bisa juga menjadi spiritualisme dan agama yang perlu dirasakan dengan perasaan. Dengan proses Olah Roso, seorang Kejawen sejati sudah menemukan surga dan nerakanya, jadi dirinya tidak lagi perlu percaya dengan bacaan-bacaan yang menyesatkan. Dengan Olah Roso seseorang akan merasakan Kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, sehingga ia tidak perlu menjadi orang yang fanatik. Karena Tuhan Yang Maha Esa ada karena kita memang merasakannya. Jadi seorang Kejawen Sejati tidak berangan-angan masuk ke surga, karena ia sudah menemukan kedamaian ketika ia dapat berinteraksi langsung tanpa perantara (seperti agama rosul, yang menggunakan rosul sebagai perantaranya) kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Jadi dapat dipastikan pemeluk kejawen , tidak akan pernah terjerumus menjadi seorang teroris. Karena ia sudah menadapat ketenangan yang hakiki melalui Mangunggaling Kawulo Ghusti.
Mari kita pertahankan budaya Nusantara dan kita dalami nilai- nilai luhur yang ada didalamya.
Salam Persatuan dan Cinta Indoneaia
Wssalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh , Salam sejahtera bagi kita semua , Shalom , Om Swastyastu , Namo Buddhaya , Salam Kebajikan, Sampurasun
Tito Gatsu