Hari Senin (3/10/2022) Nasdem resmi mendeklarasikan Anies Baswedan menjadi Capres. Sebagai salah satu partai besar yang ironisnya tidak mampu melahirkan calon pemimpin dari kadernya sendiri, Nasdem memilih melakukan manuver politik untuk ikut berkiprah dalam Pilpres 2024
Sebelum deklarasi pencalonan, sebelumnya Nasdem menjaring 3 nama sosok yang masuk nominasi untuk diklaim sebagai capres partainya. Ada nama Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dari PDIP dan Anies Baswedan sendiri yang baru saja selesai menjadi Gubernur DKI.
Kabar yang beredar beberapa hari sebelum deklarasi, Ganjar menyatakan menolak pinangan Nasdem untuk dideklarasikan sebagai Capres. Salah satu alasan etika administratifnya karena Ganjar masih aktif menjabat Gubernur Jawa Tengah hingga Oktober 2023 nanti. Alasan lain kemungkinan Ganjar tidak mungkin meninggalkan PDIP hanya untuk mengejar Pilpres. Sedangkan Andika meskipun tidak menolak atau menerima karena jabatan Panglima TNI masih diembannya, juga lebih cenderung netral menanggapi akrobat politik Partai yang diketuai Surya Paloh.
Anies akhirnya menjadi sosok tunggal dideklarasikan Nasdem setelah gagal menggoda Ganjar dan Andika dengan iming-iming dukungan Capres. Anies selain tidak memiliki partai, ambisinya menjadi Presiden sudahdirintis sejak diberhentikan Jokowi sebagai Menteri Pendidikan. Entah karena dendam pemecatan atau bertolak dari kesuksesannya memenangkan Pilkada paling dramatis, mengalahkan BTP dengan intrik politik identitas. Pola dan strategi brilian itulah yang akan dilanjutkan pada Pilpres, dan Nasdem menyetujuinya.
Di sisi lain, Ganjar yang masih ambigu dukungan dari PDIP tetap berjalan dengan keyakinan dukungan masyarakat bawah. Pose foto di atas yang diunggah sehari sebelum deklarasi Capres Anies oleh Nasdem, menjadi simbol loyalitas Ganjar kepada Partai yang tidak tergoyahkan. Ganjar seolah mengatakan : “Lebih Spektakuler memenangkan PDIP Hattrik daripada sibuk memikirkan Capres-capresan”
Lebih tersirat lagi, foto puan yang terpampang dalam baleho terkait memenangkan hattrik tidak terkait rivalitas mereka berdua yang dikabarkan sedang berebut golden tiket Capres PDIP. Ganjar secara tidak ingin langsung mengatakan : “Kalau ingin menang hattrik spektakuler, jangan pecah belah PDIP dengan polemik pencapresan”
Ganjar yang didukung massa akar rumput untuk maju menjadi pengganti Jokowi, ironisnya tidak didukung para elite dan mesin politik partainya sendiri yang justru menaikkan elektabilitas Puan Maharani agar layak menjadi kandidat presiden. Jika itu yang terus terjadi hingga 2024, PDIP berpotensi pecah kubu dan suara dan hattrik kemenangan hanya sekedar slogan. Melalui foto tersebut,Ganjar sedang memperingatkan PDIP
Beberapa media dan para pengamat menyampaikan, negosiasi antara Jokowi dan Megawati sedang berjalan. Tarik ulur keduanya demi mencari solusi internal partai tidak sekedar urusan Ganjar dan Puan. Meskipun tidak bisa dipungkiri, gesture politik Jokowi lebih condong kepada Ganjar. Jokowi diangap memegang kartu As dukungan para Jokower lintas partai, daerah dan generasi yang dimilikinya akan diberikan kepada siapa. Bahkan Jokowi bisa membangunkan para Golput menjadi potensi tambahan suara kemenangan Presiden 2024.
Catatan pentingnya, meskipun PDIP punya hak mencalonkan sendiri pasangan Capres dan Cawapres, namun secara komposisi politik sangat rentan. Jika kemudian PDIP memiliki Presiden dan Wakil dari partainya, maka di parlemen pihak oposisi yang kemudian bersatu, jumlahnya bisa melebihi dominasi PDIP di Parlemen. Kemenangan 25% suara di parlemen tidak ada artinya jika 75% sisanya bersatu suara kecil-kecil partai lain melawan PDIP.
Tahun 2022 hingga 2023 menjadi masa negosiasi alot para elite partai mengendalikan skenario suksesi 2024. Media menjadi penyampai pesan yang bijak, rakyat menjadi pembaca dan penonton yang baik dan sama-sama menginginkan Indonesia tetap baik-baik saja dengan gejolak dinamika dan fluktuasi politik
***
Redaksi SN