Nasionalisme adalah sebuah platform yang sangat jelas dan mutlak bagi sebuah negara justru hal ini yang dihilangkan sejak jaman nasionalisme oleh karenanya Indonesia selalu bisa dijajah bangsa asing.
Pemahaman nasionalisme Indonesia dikikis habis sejak kejatuhan Majapahit sekitar abad ke 16 M.
Sebenarnya Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada adalah seorang Nasionalis tulen, apa buktinya?
Mereka menyatukan Nusantara didasari pada kesamaan budaya bukan agama , buktinya di tanah Melayu keberagaman agama berbeda beda dari Sabang sampai merauke dan dari selangor (ketika itu) hingga pulau Rote adalah budaya yang sama jadi Nasionalisme sudah terbangun sejak jaman Majapahit.
Pemerintahan kerajaan Hayam Wuruk mengakui keberagaman itu bisa dilihat dari kerajaan – kerajaan diluar pulau jawa yang masih punya hubungan kekerabatan dengan majapahit. Misalnya kesultanan Banjar yang lebih dahulu memeluk agama islam padahal raja Majapahit beragama Hindu.
Maharaja Soeria Nata yang dianggap sebagai pendiri kekaisaran dan leluhur para pangeran Bandjermasin. Bahwa fondasi Bandjermasin dikaitkan dengan sebuah koloni Jawa. Maharaja Soeria Nata tidak lain adalah Tjakra Nagara, putra pangeran Madjapahit, yang, menurut Kronik Jawa Raffles, dikirim ke Bandjermasin dengan banyak kapal dan pasukan sebagai penguasa sekitar tahun 1437, yang, kerajaan sebelumnya telah ditundukkan oleh jenderal Ratu Pengging (Andayaningrat).
Bahkan sebelumnya pada masa kerajaan Sriwijaya bahwa penduduk Nusantara itu satu nenek moyang dibuktikan bahwa penduduk jawa juga berasal dari Sumatera, kerajaan Sriwijaya dimana Samaratungga dengan Rakai Garung, yang disebutkan dalam Prasasti Mantyasih sebagai raja kelima kerajaan Mataram. Yang berarti Samaratungga adalah penerus dari Rakai Warak.
Borobudur dirampungkan pada masa pemerintahan Samaratunga dari wangsa Sailendra.
Dewi Tara, putri Dharmasetu, menikahi Samaratungga, seorang anggota keluarga Sailendra yang kemudian naik takhta Sriwijaya sekitar tahun 792.
Pada abad ke-8 Masehi, istana Sriwijaya bertempat di Jawa, karena para raja dari wangsa Sailendra diangkat sebagai Maharaja Sriwijaya.
Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi Maharaja Sriwijaya berikutnya. Dia memerintah sebagai penguasa pada kurun 792-835. Berbeda dari Dharmasetu yang ekpansionis, Samaratungga tidak terjun dalam kancah ekspansi militer, melainkan lebih suka untuk memperkuat pemerintahan dan pengaruh Sriwijaya atas Jawa.
Dia secara pribadi mengawasi pembangunan candi agung Borobudur; sebuah mandala besar dari batu yang selesai pada 825, pada masa pemerintahannya.
Menurut George Coedes, “pada paruh kedua abad kesembilan, Jawa dan Sumatra bersatu di bawah kekuasaan wangsa Sailendra yang memerintah di Jawa dengan pusat perdagangan di Palembang.
Samaratungga seperti Rakai Warak, tampaknya sangat dipengaruhi oleh kepercayaan Buddha Mahayana yang cinta damai. bahkan kerajaan Sriwijaya pada saat itupun sudah mencapai kesultanan Tidore dan Fak-Fak di papua barat dan menjadi dasar Soekarno memperjuangkan pembebasan Irian Barat atau Papua dari pemerintah Belanda.
Mungkin terlalu panjang jika harus menelusuri satu persatu membuktikan wilayah Nusantara adalah wilayah Sriwijaya atau Majapahit , intinya bahwa nasionalisme Indonesia sudah terbangun sejak lebih dari 100 abad yang lalu.
Kemudian pada abad ke 17 atau pada tahun 1610 M VOC yang kemudian menjadi Pemerintah Hindia Belanda menduduki Indonesia pada pemerintahan diawali pada abad 15 para pendatang dari Eropa diantaranya Vasco De Gama yang memanfaatkan para pedagang dari kesultanan Turki membantu putra raja Brawijaya V, Raden Patah atau Panembahan Jimbun memberontak pada ayahnya sendiri dan mengislamisasi wilayah jawa yang mengakibatkan keruntuhan kerajaan Majapahit hingga islam mendominasi Jawa , Sumatera Kalimantan hingga Maluku dan nasionalisme penduduk Indonesia dikikis agar berpikir relijius dan terpecah belah hingga meninggalkan nasionalisme.
Islampun terus dipecah belah , bagaimana Belanda menaklukan Kesultanan di makasar dan Tidore di Maluku, Kerajaan Kerajaan di jawa seperti Brawijaya dan Mataram. Tentu kita pernah ingat tokoh -tokoh seperti Cornelius Speelman, Snock Hergenje bahkan Westerling mereka hadir dengan politisasi Agama memecah belah rakyat Indonesia sehingga Belanda bisa menguasai Indonesia dalam waktu yang begitu lama.
Jadi politisasi Agama sebenarnya musuh terselubung yang mengganggu Persatuan dan nasionalisme sejak dulu dan selalu sukses membodohi rakyat Indonesia. Akankah sekarang juga sukses membuat rakyat Indonesia menjadi begitu bodoh dan terbelakang hanya gara- gara segelintir politikus busuk yang mengakibatkan Indonesia menjadi Suriah?
Padahal Indonesia adalah milik seluruh warga negara tanpa diskriminasi ras suku, agama dan antar golongan. Semua punya hak dan kewajiban yang sama orang per orang bukan milik elit politik busuk seperti mereka.
Nasionalisme baru tumbuh kembali pada tahun 1901 setelah adanya politik etis yang diumumkan oleh Ratu Belanda Wilhelmina bagi Hidia Belanda yang merespon surat – surat R.A. Kartini dalam surat menyurat dengan sahabat penanya Abendanon dan Stella Zeehandeelar yang merupakan putri pemimpin parlemen Belanda jadi jasa R A. Kartini bukan saja membangkitkan pergerakan kaum.perempuan tapi membangkitkan nasionalisme.
Saat itulah warga pribumi mulai diberikan hak berpolitik dan diskriminasi status sosial dihapuskan jadi jaman sebelum.politik etis status sosial orang pribumi yang beragama islam lebih rendah daripada orang Arab dan ketika itulah adanya gelar Habib sebagai lambang status sosial untuk warga keturunan Arab yang lebih tinggi derajatnya dari orang pribumi, itu adalah politik devide et empera Pemerintah Belanda untuk memecah belah umat islam.
Tokoh pertama yang membangkitkan nasionalisme adalah HOS Tjokroaminoto yang diikuti oleh para pemuda Indonesia dan tokoh pertama yang menggagas Negara Republik Indonesia adalah Tan Malaka cara berpikir yang teoritis dan untuk mencapai Republik Indonesia sudah dia cetuskan sejak tahun 1925 lewat Naar de Republiek Indonesia. Yang kemudian Amir Sjarifudin Harahap mengumpulkan seluruh Pemuda dari Sabang sampai Merauke untuk berikrar ” Sumpah Pemuda ” pada 28 Oktober 1928.
” Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.””
Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.”
“Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”
Tujuh belas tahun kemudian berbuah manis dengan proklamasi kemerdekan Indonesia yang disampaikan Bung Karno pada tanggal 17 Agustus tahun 1945 .
Jadi nasionalisme itu adalah mempersatukan semua saudara sebangsa dan setanah air yang akhirnya dan seharusnya menjadi filosofi atau way of life menjadi Indonesia Merdeka.
Nasionalisme, dalam pandangan Soekarno, dapat membentuk karakter percaya pada kemampuan diri sendiri serta menumbuhkan ikatan solidaritas dan persaudaraan menembus batas suku agama dan ras yang ada semua adalah satu bangsa Indonesia dan memiliki tanah air Indonesia. Yang mana dalam situasi terjajah, mental semacam ini penting sebagai modal bagi perjuangan nasional menuju kemerdekaan.
Semoga bermanfaat, merdeka!!
Salam Kedaulatan rakyat .
Tito Gatsu.