Perlakuan diskriminasi siswa-siswi Rohkris (Rohani Kristen) di SMAN 2 Depok, Jawa Barat kembali bocor di media. Sekolah Negeri yang seharusnya memberlakukan persamaan hak siswanya dalam kegiatan pendidikan keagamaan, justru terjadi sebaliknya.
Para siswa ini mengalami diskriminasi terhadap ekstra kurikuler (ekskul) Rohkris. Siswa-siswi beragama Kristen ini tidak diberikan tempat yang layak seperti bagian organisasi yang ada di sekolah tersebut.
Mereka tidak diperkenankan menggunakan fasilitas sekolah berupa ruangan kelas untuk Rohkris. “Kami tidak diperkenankan menggunakan ruang kelas untuk Rohkris,” ucap salah seorang guru melalui pesan singkat, Selasa (04/10/2022).
Semula siswa-siswi ini menggunakan ruang serbaguna, namun entah tiba-tiba ada larangan dengan alasan ada seragam sekolah di dalamnya. Kini mereka menggunakan pelataran atau lorong kelas dilantai 2. “Semua ruangan multiguna, namun sekarang dilarang dengan berbagai alasan,” lanjut pesan seorang guru yang tidak bersedia disebut namanya.
Bahkan staf kesiswaan sempat melontarkan kata-kata akan membubarkan eskul Rohkris yang menjadi hak siswa di sekolah negeri.
Saat informasi tentang keadaan di SMAN 2 Depok ini, guru yang memberikan informasi mendapatkan intimidasi dari pihak sekolah akan dipindahkan bila memberikan informasi kepada wartawan. “Saya sudah ditegur kepala sekolah bila memberikan informasi akan dipindahkan,” ungkapnya.
Saat dimintai konfirmasi kepada Kepala Sekolah SMAN 2 Depok, Dr. Wawan Ridwan, S.Pd., M.Si melalui pesan singkat, belum mendapatkan jawaban hingga berita ini diturunkan.
Ada apa sebenarnya yang terjadi di Depok? Apakah perda Syari’ah diam-diam sudah diterapkan di kota penyangga Jakarta itu? Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, wajib melakukan klarifikasi ke SMU 2 Depok agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Sekolah Negeri tempat mendidik generasi muda dengan berbagai latar belakang tanpa membedakan suku, agama dan ras. Jika ini terus dibiarkan, jurang perbedaan yang ada akan semakin melebar.
Diskriminasi menjadi bibit intoleransi yang bisa menimpa siapa saja. Negara harus hadir melindungi hak asasi warga negaranya. Generasi bangsa tidak seharusnya diisi perbedaan mayoritas minoritas yang justru menjadi embrio keretakan bangsa.
***
Tim Redaksi SN