KPK mulai bergerak terkait laporan dugaan korupsi anggaran di DKI khususnya proyek balapan Formula E. Modus korupsinya menarik disimak, tetapi lebih menarik lagi keterkaitan struktural dugaan garong anggaran mengarah kepada Gubernur dan kroninya.
Ramai ramai netijen menjatuhkan kemudian vonis pada Anies atas carut marut pengelolaan anggaran, seakan itu dilakukan dengan sadar penuh kebodohan seorang. Lalu berfantasi Gubernur DKI paling fenomenal itu memakai rompi oranye melambaikan tangan di gedung KPK. Kenyataannya tidak sesederhana itu, Ferguso.
Bahwa skema rancangan, penggunaan hingga pengawasan APBD sudah diatur sedemikian rupa melibatkan 4 unsur penting: Gubernur, Anggota Dewan, SKPD dan TGUPP. Semua saling terkait melingkar menjadi satu kesatuan dengan peran dan fee masing masing.
Ilustrasinya begini:
Di luar kasus proyek Formula E yang rumit, sebenarnya banyak kasus yang seharusnya mudah diungkap. Contoh sederhananya proyek pengadaan lahan. Kebijakan anggaran memerintahkan pengadaan sebidang tanah untuk keperluan Pemda. Gubernur menyetujui hanya sebatas kebijakan, bukan pada besaran nilai dan skema detil pengadaannya. Kemudian seorang oknum menawarkan sepetak tanah dengan harga semisal 1000 rupiah/meter. Pemilik tanah sepakat harga dinaikkan menjadi 1500 menjadi 2500 dengan perjanjian uang muka 10% lalu merubah status tanah menjadi AJB (akta jual beli).
Kemudian oknum tersebut melapor kepada SKPD dan mendapat disposisi oleh TGUPP dengan kesepakatan harga menjadi Rp 2500/meter. Selisih harga mark-up 1500 butuh dukungan anggota dewan sebagai pengawas. Maka disepakatilah selisih 1000 rupiah dibagi ber tiga : TGUPP, SKPD, Anggota Dewan. Sang calo sekaligus investor yang mau berdagang mendapat bagian 500 rupiah dengan kompensasi nombokin uang muka 10% sebagai ikatan perjanjian jual beli lahan. Singkat kata skenario calo berjalan mulus, dana pengadaan dari APBD diajukan, DP 10% diserahkan.
Skema itu berlaku di semua proyek tidak sebatas pengadaan tanah. Uang muka 10% diambil dari investor kroni Gubernur, yang tentunya bukan dari kantong pribadi, tetapi dari perputaran uang setan di beberapa proyek lain.
Skema ini aman bagi semua pihak, namun menjadi petaka ketika warga pemilik tanah kecewa haknya terlambat dibayarkan. Status tanah sudah AJB ditransaksikan sebagai syarat pencairan anggaran, namun dana lemot turunnya. Itu jadi alasan melaporkan kepada pihak berwenang. Maka terbukalah skema permainan mereka dari hulu ke hilir.
Jadi jangan heran kalau ada pejabat pengadaan mendadak diam tidak tahu apa yang terjadi saat diinterogasi. Karena bukan dia yang melaksanakan tetapi kekuatan masif besar yang bergerak di sekelilingnya.
Pertanyaannya ketika ini menjadi kasus korupsi apakah sang Gubernur ikut terlibat? Jika melihat kronologi di atas tentunya tidak. Karena Gubernur hanya menandatangani kebijakan pengadaan, tanpa jumlah nominalnya, luas tanah apalagi menyetujui mark-up harga.
Gubernur hanya merestui ijin acara hajatan proyek bancakan, urusan pesta-pora yang kemudian terjadi dan muncul resiko silahkan para punggawa menanggung sendiri. Kesepakatan seimannya, kalau sukses acara silahkan bagi sisa kuenya ke pos pos yang telah ditentukan. Kalau bermasalah jangan sesekali ajak ajak tanpa bukti.
Pengusutan dugaan KKN anggaran di DKI menjadi ranah politis untuk bisa menyeret Anies ke terali besi. Selain dilindungi alibi kuat, yang utamanya Anies berstatus “masih dibutuhkan” hingga 2024. Dia “golden boy” yang sedang dipoles oleh banyak kepentingan termasuk dari luar planet Indonesia. Boneka penurut yang baik dan loyal pada kelompok pencoleng berdasi.
Kepiawaiannya bernegosiasi dengan para penjahat membuatnya dikagumi para predator anggaran sekaligus sang bandar. Anies berada di garis depan perlawanan para maling berdasi yang mendadak gulung tikar gegara kebijakan pemerintah Jokowi sedang tidak berpihak pada mereka.
Bila belakangan ini dia sedang berstrategi membalas cibiran banyak kalangan. Menampilkan foto foto dia yang sedang dijauhi warganya sendiri. Mempersilahkan netijen membully-nya sesadis mungkin. Lalu suatu saat dia selamat dari kemelut anggaran dan terbukti bersih, maka cibiran berbalik menjadi simpati. Menjadi sosok yang pura pura terdzolimi banyak pihak hanya butuh muka tebal, bukan kantong tebal. Cuma dia yang ikhlas melakukannya melakukan sebagai upaya perjuangan pada kekuasaan lebih besar lagi.
Apapun kasus yang akan diungkap, suatu saat pihak berwenang akan membuka kotak pandora keterlibatan Anies yang pastinya tidak sendirian. Prediksi lainnya adalah sengaja membiarkan Anies selamat untuk urusan DKI hingga 2022, namun babak belur di saat menjadi Capres andalan 2024. Saat seorang Capres tiba tiba dipermalukan dengan dibukanya peti es simpanan kasus korupsi beberapa tahun lalu saat menjadi Gubernur. Lawan menang tanpa susah payah gegara rival satu-satunya tersangkut kasus. Kalaupun pendukung militannya ramai-ramai demo berjilid-jilid demi membela Anies dengan tuduhan kriminalisasi capres, sejenak akan memanaskan situasi Nasional. Tetapi tidak kemudian menggugurkan fakta-fakta hukum yang ada.
Adu strategi sedang berlangsung seru, tiap kegaduhan serupa potongan puzzle. Bila kita kumpulkan serpihannya lalu menyusunnya dan tiba tiba kita tergagap melihat hasilnya di tahun 2024.
Itulah asiknya seni berpolitik
***
Penulis : Dahono Prasetyo