Timnas U-17, Kekalahan Itu Proses Menuju Kemenangan Juga

Timnas Garuda

banner iklan 468x60

Kekalahan telak 5-1 Timnas U-17 atas Malaysia dalam laga kualifikasi Piala Asia 2023, menyisakan banyak catatan introspeksi. Keperkasaan Garuda Muda melumat Timnas Guam 14-0 berlanjut memenangkan laga melawan UEA dengan skor 3-2 lalu menang 2-0 atas Palestina sempat digadang-gadang sebagai tim paling komplit skill dan kemampuannya.

Timnas muda asuhan Coach Bima Sakti sedang berproses mengasah mental melalui serangkaian pertandingan terbaik namun berakhir anomali. Bagaimana tidak, seusai menjuarai Piala AFF tanpa sekalipun kalah berlanjut kualifikasi piala Asia yang berakhir semalam dengan kekalahan telak menyesakkan dada dari Malaysia, menarik untuk diulas.

Publik masih mengingat celoteh emosional pelatih kiper Markus Horison : Local Pride!! seusai menjuarai Piala AFF dalam laga dramatis melawan Vietnam bulan Agustus lalu. Kalimat Local Pride yang dalam terjemahan bisa diartikan “Persembahan kemenangan dari pribumi” menyiratkan sebuah pesan bibit kesombongan. Sentimen emosional tersebut ditujukan kepada kiprah pelatih asing Sin Tae Young yang sedang dipercaya PSSI melatih tim senior lain di atas timnas U-17.

Ini tentang dunia olah raga sepak bola yang penuh dinamika dan proses kematangan. Bukan tentang mengapa sebuah tim dibentuk oleh siapa. Markus Horison secara tidak sadar sedang mengajarkan fanatisme identitas pribumi, lokal dan interlokal(?).

Kepercayaan diri dan mental menjadi bagian terpenting dari kematangan sebuah tim work. Tetapi seharusnya tidak dibangun dari “dendam nasionalisme” yang beraroma egosentris. Olah raga adalah dunia profesionalisme, bukan fanatisme kelompok yang menggebu-gebu.

Kekalahan adalah bagian dari proses kemenangan yang tertunda. Euforia fanatisme yang terlampau tinggi dilambungkan, butuh kesiapan mental saat tiba-tiba menjalani moment terpuruk. Dengan spirit dan keyakinan tinggi, anak-anak asuhan Coach Bima Sakti lupa dipersiapkan mentalnya untuk siap kalah.

Proses tidak siap kalah dan harus bangkit dalam situasi tertekan nampak dalam pertandingan semalam. Runtuhnya mental pada akhirnya menisbikan kemampuan skill tinggi yang sebenarnya dimilikinya. Apa yang kemudian kita lihat adalah kepanikan demi kepanikan, kesalahan demi kesalahan dan ketidaktahuan tiap pemain harus berbuat apa.

Salam situasi stagnasi, kemampuan pelatih menyulam kembali bangunan mental yang runtuh menjadi sangat krusial. Dan coach Bima Sakti belum memiliki kemampuan menormalisasi situasi yang sedang terkunci. Laga kesempatan babak kedua hingga akhir pertandingan dijalani dengan situasi yang sama dengan babak pertama.

Pelatih dan official adalah penonton terdekat secara emosional dalam sebuah pertandingan. Saat pemain asuhan kalut di lapangan dan menular kepada pelatih maka yang terjadi pertandingan hanya tinggal menyelesaikan waktu yang ada. Tetapi situasi tidak akan bisa berubah.

Timnas Garuda Muda beserta jajaran pelatih dan official-nya mesti belajar lagi tentang sebuah filosofi bola. Profesionalitas di atas segala-galanya baik di dalam maupun di luar lapangan. Itulah pertandingan mental, lahir dan batin yang sesungguhnya melawan diri sendiri.

Tetap semangat Timnas Garuda Muda. Jalan di depan masih teramat panjang. Siap menang dan siap kalah itu satu paket kerendahan hati yang sesungguhnya.
***
Tim Redaksi SN

banner 120x600

Tinggalkan Balasan