Kentut Sejarah : Dibuang Sayang, Dipeluk Menyesakkan

Catatan Retrospeksi

banner iklan 468x60

Di zaman Orde baru, mata pelajaran sejarah digunakan sebagai alat kekuasaan. Zaman sekarang Alhamdulilah, kekuasaan tidak lagi menggunakan mata pelajaran sejarah, tetapi justru secara bertahap berupaya menghilangkannya. Ini tanda kebijakan pendidikan berjalan dengan cepat, seperti kecepatan cahaya. Ini pula masalah besar bagi anda yang menganggap Indonesia adalah bangsa yang Besar.

Tapi tentu degradasi pelajaran sejarah akan merubah imajinasi kita tentang masa depan bangsa ini. Dampaknya akan sangat signifikan terhadap landasan kebangsaan kita. Saya tidak bilang hari ini pengajaran sejarah sudah lebih baik. Tapi mengurangi dan menghilangkan pelajaran sejarah jelas akan memperburuk kondisi yang sudah buruk.

Kebangsaan tanpa sejarah bangsa, seperti kepatuhan tanpa alasan. Jangankan negara, konten sosial media saja butuh landasan sejarah. Story tanpa his, atau her, kehilangan subjek. Semua kesuksesan tidak akan menjadi cerita, tanpa narasi sejarah.

Baru baru ini mantan Humas Chevron mengirim tulisan surat Pembaca. Intinya, keberatan dengan klaim Pertamina yang menyatakan habisnya kontrak Chevron di blok Rokan Riau dengan iklan kalimat : “Kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi.” Tahukan yang dituliskannya? Ia menulis sejarah Chevron usianya lebih tua dari Proklamasi Indonesia. Secara tidak langsung mengatakan Chevron sudah menyedot perut bumi Nusantara sebelum Indonesia lahir.

Pertamina tanpa sejarah, hanya sekumpulan rente penyedot bumi yang terus mengakui rugi, begitupun maskapai Garuda tanpa sejarah, tentu lebih layak disudahi atas nama efesiensi, dan upacara bendera tanpa sejarah hanya ritual yang dihebat-hebatkan. Kira-kira itulah akibat jika sejarah dihilangkan perannya.

Tanpa sejarah, yang kita banggakan selama ini boleh jadi hanya menghebat-hebatkan pelaku rente, perusahaan yang terus merugi dan ritual tanpa substansi.

Ketika sejarah hadir; Pertamina dan garuda adalah kebanggaan nasional. Begitupun upacara, hormat dijalanan menjadi bermakna.

Tapi, pelajaran sejarah tetap dipersalahkan atas masalah bangsa.

Ada yang mengatakan ini karena kita salah memilih menteri, tapi kadang saya tidak setuju. Sebab kepasrahan atas proses politik adalah bentuk kepasrahan toxic. Beracun. Alunan merdu, ajakan untuk tidak berbuat apa-apa. Saya serius soal ini. Jika tidak bergerak, mata pelajaran sejarah bukan hanya terdegradasi, bahkan teraleniasi.

Jika tulisan ini tidak mampu jadi provokasi, saya harap cukup menjadi saksi. Dimasa depan, kecermatan akan menemukan setiap kesalahan yang kita lakukan hari ini. Oleh sebab itu, kita perlu membangun argumentasi, meskipun yang kita lakukan, mungkin hanya berdiam diri dan kentut sesekali.

aku kentut maka aku ada.

——-

Iman Zanatul Haeri – Guru Sejarah

banner 120x600

Tinggalkan Balasan