Dalam rilis pemberitaan, Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) meresmikan sekretariat pusat Dantau GPM (Badan Pemantau Pemilu Gerakan Pemuda Marhaenis) di Jalan Anggrek Neli Murni Blok A No.38C, Palmerah, Jakarta Barat, Kamis (20/10/2022).
Sumber : https://sorotindonesia.com/kantor-pusat-dantau-gpm-diresmikan-dkpp-pesan-begini/
Kegiatan tersebut dihadiri antara lain oleh Ketua Umum DPP GPM Heri Satmoko, Direktur Dantau GPM Christian Nelson, anggota DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) I Dewa Kade Wiarsa Sandi Raka, Perwakilan KPU, Perwakilan Bawaslu, Polres Jakarta Barat, Kodim Jakarta Barat, Kesbangpol Jakarta Barat, tokoh masyarakat setempat, jajaran GPM dan tamu undangan.
Ketum GPM Heri Satmoko menyampaikan : “Gerakan Pemuda Marhaenis ini, sebagai informasi, kami sudah membentuk di 34 provinsi. Kami membentuk Dantau GPM ini sebagai itikad kami untuk turut mengawal kawan-kawan penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) agar momentum perjalanan pesta demokrasi berjalan dengan baik,”
DKPP dibentuk sebagai lembaga Independen berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dantau GPM menjadi bagian dari DKPP sebagai partisipasi aktif ormas dalam proses pemantauan Pemilu.
Namun sedikit terbersit pertanyaan perihal Kesekretariatan Nasional Dantau GPM yang entah kebetulan atau memang sengaja berlokasi di Komplek DPP Partai Golkar. Jalan Anggrek Neli Murni adalah markas besar Partai Golkar, beberapa ormas underbouw Partai berlogo Beringin bermarkas di komplek tersebut. Sebut saja DPP AMPI dan AMPG bermarkas di komplek tersebut.
Tidak adakah lokasi lain yang lebih netral jika Dantau GPM ingin menjadi lembaga Independent pemantau Pemilu? Publik sudah paham, komplek Anggrek Neli Murni adalah kawasan “demarkasi” Partai Golkar. Sebagai catatan tambahan, sekretariat DPD GPM DKI juga bermarkas di komplek tersebut.
Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) sempat merasakan pahitnya diberangus oleh rezim Orba yang identik dengan Partai Golkar dalam perjalanan waktu sudah berdamai dengan masa lalunya (?). Identitas pejuang ideologi yang menjadi motto GPM harus tunduk di bawah rekrutan mesin politik Partai Golkar (?) Kekuatan finansial Partai Golkar mampu mewarnai ideologi Ormas Nasionalis GPM yang dulu dikenal paling militan melawan orde baru.
GPM yang dibangkitkan kembali eksistensinya pada deklarasi Nasional tahun 2019 di Semarang dengan sejumlah konflik internal, lebih sibuk memilih jalur pragmatis membangun sebuah organisasi. Melupakan upaya kaderisasi yang sebenarnya menjadi agenda penting kaum Marhaenis. Gerbong organisasi Marhaenis pada akhirnya mulai ditinggalkan penumpang setianya. Gagal meregenerasi kaum muda untuk mengenal ajaran Marhaenis, lebih sibuk mengajarkan bagaimana “bertransaksi” menggunakan nama besar Marhaenisme warisan Bung Karno.
Publik masih belum lupa momentum dukungan GPM kepada La Nyalla Mattalitti untuk maju dalam Capres 2024 pada acara Konggres GPM di Bali 2021 lalu. Itu transaksi pragmatis yang paling jelas terbaca dari para pengelola “Neo GPM”.
La Nyalla yang dibodohi GPM atau justru sebaliknya (?)
Baca juga : https://news.detik.com/berita/d-5799823/gerakan-pemuda-marhaenis-dukung-lanyalla-jadi-presiden-di-2024/amp
Pada gilirannya perjuangan ideologi memang tidak bisa berhenti pada retorika, koar-koar atau statemen nasionalisme di bibir saja, harus dengan perbuatan. Namun berbuat di kamar yang salah, tetap tidak lebih baik daripada retorika. Menjadi proses menggali kubur sendiri di lahan orang, saat mati perlahan tinggal masuk ke lubang dengan tenang tanpa merepotkan orang lain (?)
Bukan begitu juga cara Marhaenis bertahan untuk tidak dimatikan, Bung!!
Menjadi Pejuang Marhaen itu memang berat. Lebih mudah menjadi Ketua Umum dan pengurus organisasi Marhaenisme yang leluasa mengelola jaringan job kekuasaan di atas kepala marhaen-marhaen yang masih terperdaya Neo kolonialisme, Neo kapitalisme dan Neo Orba.
***
Dahono Prasetyo
Jakarta, Oktober 2022 seminggu menjelang Sumpah Pemuda
