Ormas kepemudaan Gerakan Pemuda Marhaenis pimpinan Heri Satmoko kembali menunjukkan eksistensinya. Sebagai ormas berbasis ideologi, kiprahnya dalam transaksi politik dengan elite Partai Golkar menuai banyak tanggapan.
Berawal dari Oktober 2021 lalu saat Ketua Umum Caretaker GPM, Heri Satmoko menyambangi Anggota DPR RI dari Partai Golkar Bambang Soesatyo, untuk meminta restu penyelenggaraan konggres GPM. Konggres terlaksana di Bali pada bulan November 2021 dengan menyisakan banyak catatan transaksi politik. Yang paling jelas terlihat saat momentum deklarasi dukungan kepada La Nyalla Mahmud Mattalitti untuk maju sebagai Capres 2024 usai digelarnya Konggres.
La Nyalla Mattalitti dalam jejak digital terbukti pada 2018 menjadi sosok kontroversi saat secara terbuka menyatakan bahwa dirinyalah yang merancang fitnah Jokowi PKI, beragama Kristen dan keturunan China
GPM di bawah kepemimpinan Heri Satmoko kemudian eksis dengan berbagai kontroversi yang berlawanan dengan garis ideologi Marhaenisme. Kekecewaan dari para eksponen Marhaenis dan kaum Nasionalis terhadap kiprah GPM merebak di penjuru tanah air. GPM tetap tidak bergeming dengan tuduhan pengkhianatan ideologi (?)
Hingga kabar kedekatan GPM dengan Partai Golkar semakin blak-blakan pada hari Kamis (20/10/2022) saat diresmikannya sekretariat pusat Dantau GPM (Badan Pemantau Pemilu Gerakan Pemuda Marhaenis) di komplek DPP Partai Golkar, Jl Anggrek Neli Murni. Sekretariat Dantau GPM sekaligus berfungsi sebagai kantor sekretariat DPD GPM DKI Jakarta. Sementara kantor DPP GPM berpusat di kota Semarang yang beralamat di kediaman Ketua Umumnya Heri Satmoko.
Banteng tua bernama GPM sudah terikat di bawah pohon beringin menjadi issue yang tidak terelakkan. Tidak ada yang salah dengan manuver ormas bergelayut di salah satu Partai politik.
Namun slogan Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah) dicetuskan bapak marhaenisme Bung Karno yang seharusnya menjadi filosofi pergerakan, telah berganti makna (?)
Di tangan GPM Heri Satmoko, Jas Merah berubah menjadi : Jangan sungkan-sungkan melupakan sejarah (?)
Sejarah mencatat De-Soekarnoisasi di era Soeharto dan Orde Baru dengan Golkar sebagai simbol oligarki mesin politik, sukses mengubur GPM dalam titik paling nadir, menjadikannya mati suri. Tahun 2018 di era kebebasan politik dan demokrasi di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, GPM dibangkitkan lagi. Namun celakanya jatuh di pangkuan musuh ideologi, terikat di bawah pohon beringin. Nyaman, namun hanya bisa diam pasrah dikendarai kepentingan politik Partai Golkar
GPM Heri Satmoko yang begitu eksis di tingkat Nasional namun sudah tidak berwarna merah lagi, butuh ditata ulang untuk mengembalikan marwah ideologi Marhaenisme.
Saatnya melahirkan GPM antitesis.
Adakah yang masih peduli?
***
Dahono Prasetyo – Eksponen Marhaenis Jakarta