Duri Dalam Daging Konflik Lahan Jatikarya Yang Tidak Kunjung Usai Selama 22 Tahun

Lintas Peristiwa

banner iklan 468x60

Aksi warga ahli waris lahan Jatikarya yang terkena ruas jalan tol Cimanggis Cibitung terjadi lagi. Kamis siang (27/10/2022) puluhan warga nekat menutup salah satu ruas jalan tol yang sedang dalam kondisi padat kendaraan. Memblokir dengan kayu dan benda-benda penghalang, duduk dan tiduran di tengah jalan, memaksa pengguna jalan berhenti melihat aksi warga tersebut.

Apa yang sebenarnya terjadi di lahan tersebut, sehingga sarana infrastruktur jalan tol sudah beroperasi harus terganggu oleh sengketa status lahan yang masih belum tuntas?

Sumber dan informasi yang beredar sejak tahun 2000 lahan Jatikarya seluas 48 hektar yang dikuasai oleh Kemenhan cc Mabes TNI digugat kepemilikannya oleh sejumlah warga ahli waris. Termasuk di salah satu bagiannya seluas 4,2 hektar telah dibangun Proyek Strategis Nasional (PSN) jalan tol Cimanggis Cibitung pada tahun 2016.

Sidang peradilan berjalan selama bertahun-tahun yang menghasilkan putusan PK MA No.218/Pdt/2008 menyatakan warga Jatikarya adalah pemilik sah lahan tersebut berdasarkan dokumen, data, fakta dan kesaksian yang berkekuatan hukum. Putusan MA tersebut diperkuat oleh PK II MA No 815/Pdt/2018 yang menyatakan warga ahli waris Candu bin Godo dkk adalah pemilik sah lahan Jatikarya.

Proses eksekusi lahan berjalan alot dan berkepanjangan karena Kemenhan, Mabes TNI dan BPN bersikukuh lahan tersebut masih berstatus Barang Milik Negara (BMN) cc : Kemenhan.

Warga Jatikarya dengan tegas menolak status BMN tersebut karena secara hukum status tersebut telah gugur berdasarkan putusan PK MA. Jika memang lahan tersebut terlanjur didaftarkan BMN oleh Kemenhan, sudah seharusnya sejak keluarnya Putusan PK MA segera dihapus.

Dari tahun 2008 hingga akhir 2022 itu tidak dilakukan oleh Kemenhan. Aksi warga menduduki lahan miliknya sudah berpuluh kali dilakukan sebagai bentuk protes kepada pihak terkait untuk menghormati hukum.

Menyikapi tekanan dan situasi di lokasi yang rawan mengganggu kepentingan umum, Pihak BPN pada bulan Juli 2022 mengadakan rapat kordinasi dengan berbagai pihak untuk mencari solusi penyelesaian sengketa. Memanggil pihak Kemenhan, Mabes TNI, Kementerian Keuangan, dan KPK.

Pertemuan tersebut melahirkan kerancuan karena tidak melibatkan warga ahli waris Jatikarya sebagai subyek perkara. Hasil rapat seperti yang sudah diprediksi kembali menyepakati lahan Jatikarya berstatus BMN Kemenhan.

Catatan pentingnya, putusan PK MA kembali diabaikan oleh institusi yang hadir. Warga Jatikarya kembali turun ke jalan tol, mendirikan tenda darurat, menggratiskan jalan tol hingga pemblokiran jalan.

Rapat pembahasan lahan Jatikarya kembali digelar pada Kamis (27/10/2022) kali ini atas inisiasi Sekretariat Negara. Pejabat dan instansi terkait konflik Jatikarya diundang rapat diantaranya : Kemenhan, BPN, Mabes TNI, PUPR, Kemenkeu dan Kejaksaan.

Rapat kordinasi yang melibatkan banyak pihak untuk sementara tidak melibatkan warga Jatikarya sebagai obyek perkara yang patut didengar suara dan aspirasinya. Pihak Setneg berjanji akan memanggil warga Jatikarya secara terpisah.

Warga yang berstatus hukum berhak atas lahan Jatikarya tidak bisa dihalangi melakukan aksi di jalan tol yang masih berstatus lahan milik mereka. Uang ganti rugi dari PUPR 218 Milyar milik warga yang dikonsinyasi di PN Bekasi sejak 2016 hingga hari terhambat pencairannya karena BPN tersandera oleh status klaim BMN pihak Kemenhan dan Mabes TNI

Pejabat dan instansi terkait konflik Jatikarya hanya berkutat mempertahankan status BMN yang salah kaprah.

Tidak ada pilihan lain, warga ahli waris Jatikarya hanya bisa berharap Presiden Jokowi turun tangan menyelesaikan persoalan kecil namun bagai duri yang mengidap dalam daging selama puluhan tahun.

Bukan di seberang pulau, bukan pula di sudut negeri. Tetapi Jatikarya di depan mata, hanya 30 km dari pusat pemerintahan bernama Istana Negara.
Semoga Presiden Jokowi dengar.
***
Tim Redaksi-SN

banner 120x600

Tinggalkan Balasan