Soempah “Bumi Manusia” Pemoeda

Resensi Film

banner iklan 468x60

Selepas peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober, film ini masih relevan hingga hari ini. 3 tahun lalu film ini ditayangkan, pernah menjadi perbincangan luas para pemerhati sejarah dan pergerakan nasional. Sebuah karya sastra yang diangkat ke layar lebar dengan segala keindahan visual dan keaktoran pemainnya.

Bahasa film Hanung Bramantyo menjadi penuntas imajinasi bacaan buku yang sudah diterjemahkan dalam 12 bahasa. Dari buah pena Pramoedya Ananta Toer yang sudah 9 kali menjadi nominasi penerima Nobel di bidang sastra.

Dalam pembuatan film, Hanung baru terbilang 80% menggarap ceritanya mendekati aslinya sesuai yang tertulis dalam novel. Memang bukan persoalan mudah memindahkan novel ke dalam alur film, butuh kreatifitas yang tidak sekedar kehebatan pemerannya.

Tetralogi roman sejarah Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca menjadi karya sastra kedua terdahsyat abad ke 20 setelah Max Havelaar. Bagaimana seorang Pramoedya mampu menjelajahi ruang dan waktu mundur ke belakang melewati usianya. Mewakili suara keterhimpitan kaum terjajah di separuh bangsa di bumi.

Persoalan Bumi dan Manusia dengan segala konflik menjadikan manusia berproses, bergerak di bumi yang ditinggalinya. Kolonialisme melahirkan dilema bagi kedua belah pihak. Diskriminasi menjadi tirani paling sulit ditembus oleh perjuangan mata pena sekalipun.

Seberat apapun tetaplah berjuang meskipun kalah. Dan itu menjadi pertanda kita tidak benar-benar kalah. Hanya sekedar berproses dan menunda waktu kemenangan.

Keindahan karya sastra Pramoedya adalah anak-anak rohani Pram, yang menanggung akibatnya sendiri. Dia memberi efek, kadang berumur panjang kadang ada yang berumur pendek. Karena itu memang sifat sebuah karya.

“Minke, tahukah kau mengapa aku menyayangimu lebih dari apapun? Karena engkau menulis. Suaramu tak akan padam ditelan angin. Akan abadi sampai jauh. Jauh dikemudian hari. Dan mereka yang kolonial itu hanya punya persyaratan yang didasarkan atas tajam dan kuatnya senjata. Bukan pada ideologi” bisik Nyai Ontosoroh
(Anak Semua Bangsa – Pramoedya Ananta Toer)

Link menonton, klik https://youtu.be/2ZtQCQsjMq0

***

Redaksi SN

banner 120x600

Tinggalkan Balasan