Rakernas GPM 2022, Mampukah Memupus Doktrin De Soekarnoisasi?

Otokritik

banner iklan 468x60

Sejak pertama kali dibangkitkan pada bulan November 2018, Ormas Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) justru mengalami dilematis. Persoalan internal di dalam organisasi lebih banyak menguras waktu dan tenaga, ketimbang berpeluh keringat berkiprah merawat Nasionalisme yang sedang terserang demam politik identitas.

Beberapa tokoh deklarator kebangkitan GPM sibuk menawarkan dagangan ideologi sebagai solusi kontestasi organisasi. Para pembeli dagangan terbuai kenangan masa lalu tanpa melihat gerbong macam apa di belakangnya.

Sebagian tokoh lainnya yang kalah lihai bermain transaksi kemudian bersatu melakukan upaya tandingan. Melawan dengan menunjuk kesalahan, borok, bisul, koreng yang menghiasi GPM di bursa perdagangan.

Adu klaim sebagai pewaris GPM terjadi dan menular pusat hingga daerah. Para penonton yang sempat lupa nama GPM akhirnya teringat kembali, bahwa ormas militan Soekarnoisme ternyata masih ada. Celakanya GPM kembali dikenal karena konfliknya yang berkepanjangan.

Ini era dimana kebebasan berorganisasi sudah dijamin undang-undang. 2 periode kepemimpinan Jokowi yang seharusnya menjadi momentum tepat untuk memupus doktrin De-Soekarnoisasi, gagal dimanfaatkan. GPM yang sudah bebas dibangkitkan menjadi kebablasan berseteru.

Tidak hanya GPM, organisasi se-asas lain juga bernasib sama. GMNI juga pecah internal. Keduanya sama-sama terjadi 2 kubu ; yang transaksional dan kubu yang belum kebagian kesempatan bertransaksional.

Organisasi Nasionalis-Marhaenis yang ada sama-sama antithesa, sementara thesa belum pernah ada maka jangan berharap melahirkan sinthesa.

Saat sebuah organisasi berjalan di jalur yang salah, seharusnya dilawan dengan sebuah organisasi yang berjalan di jalur benar. Pertanyaannya, adakah organisasi yang berada di jalan benar? Ternyata belum ada.
Maka kemudian terjadilah yang salah itu menjadi kebenaran.

Kuatnya doktrin De-Soekarnoisasi ternyata tidak juga seumuran Orde Baru. Melarang ajaran Soekarno tumbuh tidak lagi dengan cara mengekang, tetapi memecah belah organisasi berasas Marhaenisme, itu juga De Soekarnoisasi pasca Orde Baru yang tidak banyak disadari.

Momentum Rakernas GPM 2022 mempertaruhkan banyak harapan. Akankah melahirkan organisasi thesa untuk menjawab organisasi antithesa yang ada? Meskipun berat namun tidak ada yang mustahil bagi jiwa-jiwa pergerakan yang benar-benar serius untuk bangkit.

Berorganisasi untuk melahirkan kaderisasi dan regenerasi bukan untuk batu loncatan, itulah thesa-nya.
***
Dahono Prasetyo

 

banner 120x600

Tinggalkan Balasan