Bila pilpres digelar hari ini, Ganjar adalah Presiden. Itu bila kita mengacu pada survei Litbang Kompas Oktober 2022. Itu juga bila mengandaikan pilpres hanya ada dua pilihan capres saja, selalu head to head.
Dalam survei ada tiga nama yang selalu muncul, Anies, Ganjar dan Prabowo. Di sana juga ditampilkan kisah head to head antar mereka, Anies lawan Ganjar, Ganjar lawan Prabowo dan Prabowo lawan Anies.
Ganjar, meskipun tak terlalu telak, selalu unggul saat melawan Anies. Dan saat ini dia menang lawan Prabowo meski pada Survei Januari dan Juni dia kalah.
Pada Oktober ini, saat melawan Anies Ganjar unggul dengan perolehan 52,8 persen dan saat berhadapan dengan Prabowo, Ganjar juga unggul dan mendapat 52,9 persen.
Anehnya, meski Anies unggul 0,1 persen dibanding Prabowo saat melawan Ganjar, saat dia dipertemukan dan head to head lawan Prabowo, mantan Gubernur DKI itu justru kalah. Dia hanya mendapat 47,9 persen dan Prabowo 52,1 persen.
Di sana terlihat bahwa Anies seperti konsisten kalah. Namun ternyata dia juga selalu konsisten naik dalam perolehan suara. Survei Litbang Kompas pada Januari, Juni dan Oktober 2022 bicara hal itu.
Survei pada Januari 2022 Anis Kalah 6,4 persen namun pada Oktober atau 9 bulan kemudian, dia menipiskan jarak itu hanya menjadi 5,6 persen saja saat melawan Ganjar.
Pun saat melawan Prabowo, Januari dia berselisih jarak sangat lebar yakni kalah dengan selisih 22,2 persen namun luar biasanya, pada Oktober selisih itu hanya tinggal 4,2 persen saja.
Konon, menurut analisa media itu, hijrah pendukung Prabowo ke Anies selama kurun waktu itu terjadi pada skala cukup signifikan.
Ya, menurut survei itu Ganjar adalah pemenang bila pilpres diadakan saat ini dan berlaku kondisi pada pilpres itu hanya diikuti oleh dua calon presiden saja.
Namun ketika pertanyaannya adalah benarkah hanya akan ada dua calon presiden saja pada pilpres 2024 nanti, serta merta nalar dan beban akan rasa mustahil itu menggugat.
Faktanya, paling tidak sudah ada 2 dan sedang menuju 3 jenis koalisi. Ada koalisi Gerindra dan PKB, koalisi Indonesia Bersatu yang terdiri dari PAN, PPP dan Golkar serta koalisi 3 partai yakni Nasdem, PKS dan Demokrat yang sedang berproses.
Di luar sana, masih ada PDIP yang bila berdiri sendirian saja juga sudah dapat mencapreskan kadernya.
Sepertinya head to head Ganjar vs Anies, Ganjar vs Prabowo dan Prabowo vs Anies terjadi pada pilpres 2024 nanti justru mustahil. Bila hanya ada dua Capres, itu hanya mungkin dengan hadirnya All Jokowi Final seperti diisukan banyak pihak pernah akan terjadi. Tapi pasti tak bicara komposisi seperti itu.
Namun ketika kita berhandai-handai dan karena satu dan lain hal Ganjar terpaksa harus menjadi capres KIB misalnya, dan lalu 3 capres bersaing pada 2024 nanti, dijamin pilpres itu akan berlangsung mati-matian. Itu juga akan bicara tentang dua putaran.
Kenapa?
Fakta bahwa baik melawan Anies maupun Prabowo kemenangan Ganjar terpaut sangat sempit adalah bukti tidak adanya calon super dalam pilpres kali ini. Itu ketika data bicara.
Dan ini kabar tidak baik bagi dia sang peraih suara terbanyak. Siapapun yang kalah dan harus tersingkir, secara psikologis akan mudah dibawa untuk berpihak pada dia yang berada pada posisi runner up.
Kisah seperti itu sudah pernah terjadi di pilgub DKI 2017. Ahok sang incumbent yang dengan gemilang berhasil dengan sukses memenangkan putaran awal terpental dan hilang pada putaran kedua.
Pun bukan mustahil bila itu terjadi pada Ganjar, dia yang menurut survei itu selalu mendapat score tertinggi dan maka sangat mungkin akan menang pada putaran pertama, tapi menjadi rentan dan justru akan kalah pada putaran kedua.
Kemenangan Ganjar pada putaran pertama dan namun Prabowo harus tersingkir misalnya, adakah justru tak membuat pendukung Prabowo lari dan berpihak pada Anies?
Tidak 100% benar namun faktor X pada pilgub DKI adalah rujukan paling mutakhir dapat kita ambil.
“Jadi kudu gimana?”
Buat jadi empat pasangan capres dan cawapres. Dan maka tak ada salahnya bila sekali lagi kita berhandai-handai bahwa PDI Perjuangan juga akan sudah punya capres sendiri.
Faktanya, partai banteng moncong putih itu meski tanpa koalisi dengan partai lain pun telah memenuhi syarat Presidential Threshold sebagai syarat pencapresan sesuai UU.
Faktanya, hampir semua partai yang ada seolah telah punya dan sudah menentukan siapa teman koalisinya namun tidak dan belum dengan PDI Perjuangan.
Fakta yang lain, partai itu pun memang punya banyak kader yang siap ketika ibu Ketua Umum menunjuk.
Prananda Prabowo, Djarot, Adian hingga Risma adalah sedikit dari banyak kader luar biasa yang dimiliki oleh PDIP.
Selain ada nama Puan yang kini masih menjabat sebagai Ketua DPR RI, di sana juga masih ada Budiman Sudjatmiko, sosok penggagas UU Desa.
Peran langsung Budiman dalam penyaluran dana Desa 1 Miliar tiap desa tiap tahun jelas bukanlah kisah kalèng-kalèng. Kinon dana tu telah dinikmati hampir oleh 74 ribu desa selama hampir 10 tahun berjalan.
Bila benar sosok dengan kapabilitas seperti Budiman Itu kelak yang akan diajukan oleh PDI Perjuangan, bisa jadi dia adalah si kuda hitam yang sebenarnya. Sekaligus juga sosok calon pemimpin yang mengerti kemana trend dunia saat ini sedang ingin menuju, pencapaian bangsa dalam bidang teknologi.
“Jadi sebaiknya jangan sampai pilpres hanya ada 3 capres gitu?”
Yang jelas, bila bukan satu, tapi dua capres yang harus tersingkir pada putaran pertama, kutukan dalam rupa main mata seperti kisah pilkada DKI tak harus berulang. Itu sekaligus tentang pemilu yang fair yang seharusnya didapat oleh warga negara.
Itu sekaligus cara paling masuk akal dan tepat untuk menghindarkan negeri ini dari para culas sekaligus tukang peras pemain politik identitas. Kita ingin mencari sosok pemimpin bagi seluruh rakyat Indonesia bukan golongan.
Bakal pemimpin yang akan hadir itu seharusnya adalah penerus Jokowi yang mampu menjamin keberlangsungan pembangunan di negeri ini. Dia PENERUS bukan PENGGANTI.
RAHAYU
Karto Bugel