Seberapa pentingnya berorganisasi dalam wadah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), barangkali Pengusaha “yang tidak muda” bisa menjawabnya.
Dewan Pimpinan Nasional Pejuang Marhaenis Nusantara (DPN-PMN) menanggapi cukup serius kericuhan dalam internal organisasi. Video baku hantam yang ramai di media, menjadi peristiwa memalukan di akhir tahun 2022, kita simak pers rilis dari PMN, organisasi berbasis ideologi Nasionalis Marhaenis yang menyayangkan peristiwa tersebut:
Organisasi profesi pada akhirnya dibentuk untuk menjembatani kepentingan sesuai profesi mereka. Pemerintah dalam sudah benar berinisiatif menampung aspirasi dalam satu wadah organisasi. Daripada pengusaha muda berebut usaha, job, proyek di luar lebih baik dikoordinir dalam satu organisasi.
Disinilah kepentingan pembagian jatah proyek bertemu perbedaan. Ketua memiliki kewenangan “kue lezat” mana yang harus dibagi dan mana yang mesti dimakan sendiri. Jabatan Ketua HIPMI yang seharusnya berkeadilan sosial menjadi rentan pesanan agenda proyek yang menjadi hak mereka.
Bahwa di dalam kepentingan pengusaha muda dipastikan ada agenda pengusaha “tidak muda” . Mereka yang muda lahir dari rantai oligarki yang tidak muda. Bagaimana juga pengusaha yang sudah tidak muda masih memiliki kepentingan meregenerasi bangunan oligarki.
Ini era dimana kekuasaan diciptakan dari sekumpulan kepentingan. Bahkan pemimpin terbaik dilahirkan dari kuatnya ikatan kepentingan para pendukungnya. Organisasi profesi dibentuk untuk meredam persaingan bebas yang ada menjadi sehat dan tertib.
Ricuh Munas HIPMI terjadi karena kuatnya dukungan antar kubu, baik massa maupun kekuatan finansial. Tidak segan-segan salah seorang calon ketua HIPMI mesti merogok kocek miliaran untuk membeli dukungan, dan begitu pula calon yang lain.
Sumbu pendek antar kubu yang sudah terbeli harus mengupayakan pembelinya menang. Meledaknya perseteruan di acara Munas sudah diprediksi jauh sebelum acara, namun terlambat atau gagal diantisipasi pemerintah?
Jadi benar kata Gus Dur : Demokrasi ibarat kelas taman kanak-kanak. Sang Guru baru bisa berbicara ketika bisa membungkam riuh suara dalam kelas. Boro-boro membungkam, sosok Guru tidak ada dalam kelas TK HIPMI, murid-murid menjadi liar beradu pukul sendiri.
Saat sibuk beradu jotos tiba-tiba datang seseorang dari luar kelas. Dengan dalih melerai tapi pada dasarnya tetap mendukung salah satu kubu.
Inikah cermin retak demokrasi kita 2024 nanti?
—-
DPN Pejuang Marhaenis Nusantara, 22 November 2022
(Redaksi Suluhnusantaranews)