Seberapa Penting Manajemen Distribusi Bantuan Bencana Alam Cianjur

Catatan Pasca Gempa Cianjur

banner iklan 468x60

Kasus penyobekan/penolakan label dalam tenda bantuan bencana gempa bumi Cianjur menyadarkan kita pentingnya koordinasi pihak aparat setempat. Bantuan dari segala penjuru datang tanpa diminta menjadi bentuk kepedulian sesama anak bangsa.

Namun niat baik kemudian menjadi polemik ketika pihak yang peduli kurang memahami karakteristik sosial daerah yang tertimpa bencana. Peristiwa penyobekan label gereja yang dilakukan ormas Islam masuk ke ranah intoleransi. Sesuatu yang sangat sensitif terkait hubungan sosial yang sedang berada dalam issue polarisasi.

Bantuan dari manapun dan kapanpun tidak bisa dihentikan hanya karena terjadi paham kesenjangan yang bergulir di lokasi bencana. Sudah saatnya pihak aparat setempat bersinergi dengan BNPB dan Basarnas mengambil alih kebijakan sistem distribusi bantuan. Posko resmi satgas bencana menjadi pusat pelaporan sumber, jenis dan jumlah bantuan yang datang.

Manajemen distribusi dilakukan dengan data pemetaan lokasi yang dikoordinir oleh petugas setempat. Penyaluran bantuan langsung tanpa melewati proses manajemen pelaporan sudah terbukti menimbulkan kesenjangan dan fanatisme sosial dampak dari issue polarisasi.

Butuh ketegasan pihak aparat setempat untuk melarang unsur-unsur dan kelompok masyarakat menyalurkan langsung ke lokasi bencana. Kebijakan satu pintu pendistribusian juga sebagai upaya meminimalisir faktor keamanan dan bantuan salah sasaran.

Siapa yang akan bertanggungjawab jika bantuan yang langsung diberikan ternyata beresiko. Salah satu contohnya, produk makanan kadaluwarsa yang luput dari pengawasan dan diterima korban justru akan menimbulkan masalah baru. Atau produk makanan tanpa label halal diterima kelompok masyarakat dengan keyakinan tertentu berpotensi menjadi kesalahpahaman.

Ini era dimana komunikasi media sosial menyumbang peran besar aktualisasi sebuah peristiwa. Bantuan diserahkan langsung kepada korban lalu berfoto ria menyertakan spanduk nama asal kelompok donatur. Unggah ke sosmed atau bila perlu media online dengan sedikit kalimat testimoni.

Yang kemudian terjadi kita menemukan perbedaan tipis antara sebuah ketulusan dengan ekploitasi.

Video pelepasan label gereja di tenda bantuan yang diviralkan cukup menjadi bukti kedahsyatan dunia media online membentuk sebuah opini. Pelaku dengan modus intoleransi hanya bermodal video pendek, tetapi mampu melahirkan kegaduhan seantero negeri.

Bagi mereka tidak penting sumpah serapah atau tepuk tangan berbagai pihak. Tidak peduli pejabat setempat yang bermaksud meredam tetapi justru blunder dengan pernyataan berstandar ganda. Mereka cukup puas dengan menunjukkan eksistensinya, bahwa mereka masih ada dan bisa menciptakan kegaduhan apapun.

Tidak ada yang bisa menduga bencana alam terjadi kapan dan dimana. Dampak yang terjadi kadang lebih besar dari bencana alam itu sendiri, yaitu dampak sosial pasca bencana. Manajemen penanganan pemulihan pasca bencana seharusnya ada pada kendali aparat setempat. Mengendalikan kepanikan tanpa menimbulkan kepanikan baru.
***
Penulis : Dahono Prasetyo – Pemerhati Sosial

banner 120x600

Tinggalkan Balasan