Acara webinar Ngaji Marhaenisme yang diadakan pada hari Minggu (18/12/22) mengupas bahasan topik Mencapai Indonesia Merdeka. Materi tersebut seperti yang tertulis dalam buku Dibawah Bendera Revolusi (DBR) jilid 1 bagian 3.
Ir. H. Heru Subiyantoro ST.MMT yang didaulat menjadi pembicara tamu menjelaskan pembahasan materi via Zoom meeting dari pukul 19.00 – 20.00 WIB yang kemudian dilanjutkan acara diskusi terbuka bagi semua peserta yang hadir secara online.
Pembahasan materi malam itu membuka wawasan kita semua tentang sejarah proses kemerdekaan Indonesia dalam pokok-pokok pikiran sudut pandang Bung Karno. Heru Subiyantoro dengan rinci memaparkan hal-hal penting, mencoba menyimpulkan pemikiran Bung Karno yang masih relevan hingga era sekarang dalam 10 fase :
1. Sebab – sebab Indonesia Tidak Merdeka.
2. Dari Imperialisme Tua ke Imperialisme Modern.
3. Indonesia Tanah Yang Mulya, Tanah Kita Yang Kaya Disanalah Kita Selama
Lamanya.
4. Di Timur Matahari Mulai Bercahaya Bangun dan Berdiri Kawan semua.
5. Gunanya Apa Partai.
6. Indonesia Merdeka Sebuah Jembatan.
7. Sana Mau Kesana,Sini Mau kesini .
8. Machtsvorming, Radikalisme, Massa Aksi.
9. Di Seberang Jembatan Emas.
10. Mencapai Indonesia Merdeka
Dengan gaya pemaparan yang lugas, Heru mengurai satu persatu 10 fase tersebut. Satu hal yang dicatat oleh Redaksi Suluhnusantaranews yang mengikuti acara tersebut pada istilah Machtsvorming.
Secara harfiah, machtsvorming berarti pembentukan kekuasaan. Kata ini merujuk pada gerakan politik yang membangun jalan untuk berkuasa dan mewujudkan cita-cita politiknya. Namun, di tangan Sukarno, kata ini diracik dan dikembangkan sehingga punya makna tersendiri dan lebih luas. Di tangan Sukarno, machtsvorming lebih mendekati sebuah strategi politik.
Dijelaskan oleh Heru bahwa Sukarno memahami politik sebagai ruang pertentangan antar berbagai kekuatan politik untuk memenangkan kepentingannya. Sukarno sering menggunakan istilah “kaum sana” versus “kaum sini”. Atau antara si penjajah dan si terjajah. Antara kaum marhaen dan proletar versus kapitalis dan imperialis. Pertentangan keduanya bersifat antagonistik dan tak terdamaikan.
Menurut Sukarno, machtsvorming hadir sebagai cara kaum sini mendesakkan kepentingannya kepada kaum sana. “Machtsvorming adalah jalan satu-satunya untuk memaksa kaum sana tunduk kepada kita” kata Sukarno.
Lebih jauh Heru menjelaskan : Machtsvorming Radikalisme dan massa aksi menjadi 3 cara untuk terlepas dari belenggu penjajahan. Radikalisme diimplementasikan sebagai bentuk Revolusi fisik dengan menggerakkan massa aksi.
“Massa aksi menurut Sukarno adalah bersatunya aksi-aksi menentang Imperialisme. Massa yang bergerak untuk memerdekakan dirinya sendiri. Massa aksi dengan aksi massa yang sering kita saksikan selama ini jelas berbeda. Aksi massa merunut pada jumlah (kuantitas), namun tujuan (kualitas) perjuangan dan pergerakan mereka hanya sebatas kepentingan sesaat” jelas Heru.
Acara Webinar Ngaji Marhaenisme yang dipandu oleh Mas Bagyo dari KBM (Keluarga Besar Marhaenis) kemudian berlanjut dengan sesi diskusi dan tanya jawab. Sebagian penanya menyampaikan pandangannya terkait relevansinya cita-cita Bung Karno di masa sekarang.
“Untuk masa sekarang Pe-eR besar kita mengaktualisasikan kembali semangat Sumpah Pemuda dan Pancasila yang akhir-akhir ini mulai diserang ideologi baru dari luar, yang merupakan bagian strategi dari cara imperialis modern menjajah kita” jawab Heru.
Beberapa peserta menyampaikan pandangan yang sama tentang tugas besar kaum Nasionalis menjawab tantangan peradaban. Sempat terjadi situasi kurang berkesan ketika salah seorang peserta menyampaikan pandangannya. Di tengah paparannya, Mas Bagyo memotong penyampaian Dahono Prasetyo dan menganggapnya tidak nyambung dengan topik pembicaraan.
Padahal menurut pengamatan redaksi Suluhnusantaranews, justru masukan Dahono Prasetyo yang bertajuk “Melawan Sontoloyonya Kapitalisme” merujuk kondisi konkrit saat ini yang tengah dilanda Kapitalisme Global tanpa bentuk yang kita nikmati tanpa sadar.
Ngaji Marhaenisme menjadi acara diskusi terbuka kaum Nasionalis Marhaenis rutin dilaksanakan tiap hari Minggu. Sejauh ini telah menghadirkan beberapa pembicara sesuai kapasitas pemahamannya masing-masing tentang Sukarno dan Marhaenisme. Diskusi lintas generasi tersebut menjadi bukti bahwa Marhaen, Marhaenis dan Marhaenisme masih ada dan tidak pernah mati.
****
Tim Redaksi Suluhnusantaranews