Kepemimpinan Presiden Joko Widodo harus diakui telah melahirkan fenomena baru terkait empati di masyarakat. Gaya kepemimpinan yang berorientasi “keseimbangan” antara kerja dan cinta menjadi ukuran ideal seorang sosok penentu kebijakan seukuran negara. Terlepas pro kontra yang pasti terjadi, Jokowi muncul sebagai penawar efek trauma rakyat yang kecewa kepada sosok pemimpin sebelumnya.
Tarik ulur kepentingan politik terkait wacana perpanjangan masa jabatan presiden, punya 2 sudut pandang yang berbeda. Yang pertama adalah bentuk kecintaan kepada sosok Presiden Indonesia ke tujuh itu masih dibutuhkan keberadaannya, disaat aturan undang-undang membatasi periode konstitusionalnya.
Yang kedua terkait strategi masif kubu oposisi sebagai upaya “perangkap politik” untuk delegitimasi kekuasaan. Parlemen sebagai produsen undang-undang punya kewenangan memproses opsi opsi kebijakan berbangsa. Merubah undang-undang Presiden 3 periode seakan berpihak pada keinginan rakyat. Memaksa jabatan Presiden lebih lama seolah itu keinginan Jokowi.
Jika itu benar terlaksana, Jokowi justru sedang dijauhkan dari prinsip Demokrasi. Negara dipimpin atas dasar kesukaan semata dan emosional ketokohan.
Jokowi yang sedang dijerumuskan ke jurang pengkultusan.
Pilpres 2024 tinggal dua kali lagi ganti kalender, namun pihak yang berkepentingan, kini sudah mulai berhitung kekuatan. Satu hal yang patut dicermati adalah perihal dukungan suara. Jokowi punya pendukung militan. Mereka yang mencintai Jokowi di luar partai PDI-P dan juga yang tidak berpartai.
Tingkat kepuasan masyarakat pada kinerja pemerintahan Jokowi menurut lembaga survey berada di angka 62%. Asumsikan saja sepertiganya (20%) adalah pendukung setia Jokowi.
Batal tidaknya wacana presiden 3 periode, korelasinya ada di tangan Jokowi. Jika undang-undang mengijinkan, bukan berarti menjadi keharusan. Jokowi dengan berbagai pertimbangan punya hak untuk tidak melaksanakan, dengan kata lain tidak mencalonkan diri pada periode ke 3.
Lalu kepada siapa 20% suara fanatik pada Jokowi akan dialihkan, kembali pada kebijaksanaan Jokowi.
Bisa jadi dialihkan ke Ganjar atas arahan Jokowi, atau justru ke Prabowo jika ini kesempatan terakhir mewujudkan mimpi tertundanya menjadi Presiden.
Siapa yang berpeluang besar menjadi Presiden 2024, baik baiklah kepada Jokowi. Siapa tahu dapat warisan suara pendukung fanatik Jokowi yang jumlahnya cukup untuk menang satu putaran.
***
Redaksi Suluhnusantaranews