Daftar Orang Terkaya Yang Dibaca Oleh Orang Orang Miskin

Opini Politik

banner iklan 468x60

Seperti biasa di akhir tahun, media berlomba-lomba merilis daftar orang terkaya lengkap dengan sejumlah foto dan data reputasinya. Pada satu sisi sebagian kita berdecak kagum, sebagian lagi ada yang mencemburuinya. Beberapa mengganggap sebagai pansos.

Hanya sebagian kecil yang menganggap itu unfaedah, dengan kata lain tidak juga membuat kemiskinan lantas berkurang.

Disparitas (kesenjangan) sosial sengaja diciptakan oleh media. Bahwa media merilis daftar ada orang terkaya tetapi enggan menyebutkan dia sedang dikelilingi kemiskinan sebesar apa. Berapa banyak penderitaan yang dihasilkan dari kekayaan mereka. Pembaca digiring untuk mendongakkan kepala, memandang sosok sedang berdiri di atas tumpukan kekayaannya.

Daftar kaum kapitalis tersebut memang pantas mendapat penghargaan masuk dalam daftar kelas elite dengan ukuran angka-angka. Jumlah kekayaan menjadi prestasi puncak. Otak atik peringkat sudah disepakati sebelum rilis dikeluarkan. Tetapi untuk ukuran sosial boleh dikatakan masuk dalam daftar kesombongan.

Simak saja siapa pembaca daftar orang-orang terkaya tersebut. Selain koleganya sesama orang kaya, mayoritas masyarakat yang belum kaya ikut membacanya, membayangkan tumpukan kekayaannya dan yang lebih “dramatis” melihat asal etnisnya. Padahal menurut pepatah “etnis” China sendiri : Kalau orang lain masih bisa menghitung jumlah kekayaanmu, itu berarti belum bisa dibilang orang terkaya.

Warisan budaya kerja keras dari etnis mereka menjadi penyumbang terbesar kesuksesannya. Namun itu tidak lebih penting dari strategi mereka yang dekat dengan kekuasaan sekaligus menciptakan kekuasaan baru. Presiden boleh berganti, tetapi bagaimana kekuasaan yang sudah mereka ciptakan terus berkesinambungan. Dari semasa Orde Baru hingga hari ini masih sama, tidak lebih dari seukuran ikatan bapak dan anak. Konglomerat tahun 90 an dilanjutkan ke generasi anak atau menantu di tahun 2022.

Polarisasi sosial dan politik yang sedang marak disuarakan segolongan orang semakin menemukan alasan. Bahwa kekayaan mereka adalah kumpulan hasil keringat masyarakat miskin yang kini sedang berkeluh kesah. Kecemburuan sosial punya musuh yang sama, oligarki yang tumbuh subur diantara mereka sebagai upaya mempertahankan lingkaran bisnis dan kekuasaan.

Karena begitulah kaum kapitalis bekerja, menciptakan kelas kelas sosial. Kemiskinan adalah anak kandung kekayaan mereka. Perbedaan harus dijaga keberadaannya, dilestarikan karena saat bersatu itulah ancaman terbesar atas kejayaan mereka.

Masih ingat saat krisis moneter 98 yang berujung kerusuhan. Saat keselamatan usaha dan hidup mereka terancam? Merekalah orang-orang yang pertama kali kabur ke luar negeri membawa saldo kekayaannya. Setelah keadaan mereda dan membaik, mereka balik lagi diam-diam sambil melihat sisa kepulan asap, reruntuhan, kerusakan yang terjadi.

Lalu berhitung mana kehancuran yang bisa jadi bisnis baru mereka.

Begitu kan?

banner 120x600

Tinggalkan Balasan