Rahwana adalah Penjahat. Rama adalah pahlawan. Pemahaman ini sudah meluas dalam masyarakat. Namun dalam urusan cinta, bisa saja pemahaman ini diperdebatkan.
Kita percaya bahwa manusia itu punya dua sisi, tidak ada yang sepenuhnya hitam dan tidak ada yang sepenuhnya putih. Mencoba melihat dari sisi Rahwana sebagai pribadi yang jatuh cinta.
Dalam sebuah kisah lalu diceritakan Rahwana hanya mencintai satu wanita, istrinya Dewi Setyawati namanya. Hingga kemudian sang Dewi meninggal dan kemudian dipercayai Rahwana menitis ke wujud Dewi Sinta. Cinta di hati Rahwana tak pernah padam, hingga akhirnya sang waktu mempertemukannya dengan Sinta yang sayangnya sudah menjadi istri Rama Raja Ayodya, karena memenangi sayembara.
Melihat cinta sejatinya sudah menjadi milik orang lain, Rahwana punya dua pilihan : merelakannya atau merebutnya dengan taruhan apa pun, bahkan nyawa. Dan, Rahwana meenjatuhkan pilihan kedua.
Sinta pun diculiknya dan dibawa pulang ke Alengka. Selama tiga tahun disekap, Sinta diperlakukan bak ratu oleh Rahwana. Meski dia bisa memaksa atau bahkan memperkosa Sinta, Rahwana tak pernah mau melakukannya. Rahwana tahu, cinta sejati tak butuh dipaksa.
Dia tak pernah menyentuhnya. Dia menunggu. Menunggu adalah hal terbaik agar Sinta tak terluka hatinya. Agar sang dewi mencintainya sepenuh hati. Suatu saat nanti. Walaupun itu entah kapan. Padahal dia tahu benar bahwa titisan Dewi Setyawati itu terlahir begitu setia pada suaminya.
Setiap hari Rahwana mendatangi Sinta dengan ribuan puisi. Dia selalu minta maaf karena telah menculiknya. Semua itu dilakukan agar Sinta bersedia menjadi permaisuri, satu-satunya istri terkasih. Namun….Sinta selalu menolak.
Apa yang datang dari hati, pasti sampai ke hati. Sekejam apa pun Rahwana, ketulusannya pelan-pelan dirasakan oleh Sinta.
Selama dirinya di Alengka, Rahwana berubah menjadi baik dan murah senyum sehingga mengubah suasana kerajaan menjadi baik pula dan penuh kedamaian. Sinta mulai tergoda tapi di sisi lain dia tak mau mengkhianati Rama suaminya.
Namun, hingga hampir tiga tahun lamanya, kenapa Rama tak kunjung juga menyelamatkannya? Apakah suaminya sudah tak mencintainya lagi?
Dalam diam mereka saling bicara.
“Tidakkah kau juga mencintaiku Sinta? Tidakkah kau mengingatku walau sedikit saja, sebagai pria yang pernah mencintaimu sampai mati”
“Aku sebenarnya juga mencintaimu. Namun aku terikat dengan Rama.. Jika kamu mencintaiku, tolong relakanlah aku dan kembalikanlah aku..”
Kata-kata Sinta ibarat mantra yang menyihir Rahwana. Sebab, selama hidupnya, hanya kata-kata itulah yang dinanti.
“Jika itu maumu, sebagai ksatria, aku akan berduel satu lawan satu dengan Rama. Jika dia bisa mengalahkanku, maka aku akan mengembalikanmu kepadanya”
Ketika Rama datang dengan balatentara wanara dan Hanoman, dengan gagah berani Rahwana menyambutnya.
“Aku mencintai Sinta, Rama! Aku akan melakukan apa pun untuknya. Aku benar-benar mencintainya, bukan sepertimu yang menikahinya hanya karena berhasil memenangkan sayembara. Semua perbuatanku yang kau sebut ‘mengacau’ sebenarnya adalah usahaku dalam rangka mendapatkan cintaku kembali”
Pertarungan pun terjadilah. Dengan dibantu Hanoman, Rama berhasil mengalahkan Rahwana dan membunuhnya. Sinta pun kembali jadi miliknya.
Sinta lari menghambur ke pelukan Rama. Namun, sambutan Rama justru tak diduga.. Rama curiga, jangan-jangan Sinta telah dinodai Rahwana. Berkali-kali Sinta menjelaskan bahwa dirinya masih suci. Rahwana tidak sekali pun pernah menyentuhnya. Tapi Rama tak juga percaya. Hingga akhirnya, Sinta nekat membuktikan kesuciannya dengan menceburkan diri ke bara api.
Karena dia masih suci, api tak bisa membunuhnya. Barulah setelah itu Rama mau menerimanya kembali.
Tinggal kemudian sukma Rahwana yang menangis sejadinya karena nestapa cinta. Kenapa takdir tidak memilihnya? Andai dia ikut perlombaan pasti Sinta menjadi miliknya, bukankah kesaktian Rama masih jauh di bawahnya.
Kenapa pula Sinta memilih pria yang tidak mempercayainya 100 persen? Sementara bagi Rahwana, Sinta ternoda atau tidak, cantik atau tidak dia tetap akan mencintainya.
Sukma Rahwana hanya bisa bertanya kepada penciptanya : “Tuhan, jika memang cintaku pada Sinta terlarang, mengapa Kau bangun megah perasaan ini dalam sukmaku?”
Di sudut lain yang tak terlihat. Sinta tersedu pilu karena Rahwana sudah tak ada lagi di dunia yang ditempatinya, tak menghirup lagi udara yang dihirupnya…
Sosok yang mencintainya tanpa tetapi.