Gus Dur, Imlek Dan Islam

Historia

banner iklan 468x60

Tahun Baru Cina atau yang juga disebut sebagai Hari Raya Imlek memiliki makna tersendiri bagi warga Tionghoa. Perayaan ini lebih berisi ritual tradisi budaya dengan segala pernak-perniknya

Berbagai acara dan ritual, seperti membersihkan rumah, memberikan angpao, hingga menggunakan atribut serba merah. Kehadiran pertunjukkan atraktif barongsai sudah bisa dinikmati secara langsung oleh siapapun

Presiden keempat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, menerbitkan Keppres Nomor 6 Tahun 2000 dan mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang larangan perayaan kebudayaan dan pengaruh China semasa Orde Baru.

Hingga hari ini alasan pelarangan tersebut tidak diketahui dasarnya, kecuali situasi politik anti komunis China pada masa itu.

Keputusan Gus Dur merupakan sebuah keputusan revolusioner. Gus Dur yang kemudian dikenang sebagai Bapak Pluralisme menorehkan catatan sejarah kebudayaan dan lintas agama penting yang belum bisa disamai oleh Presiden sebelum dan sesudahnya.

Sejak saat itulah, masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan Imlek. Mulai saat itu pula, berbagai kebudayaan yang melekat pada masyarakat Tionghoa, mendapat ruang berekspresi yang sama dengan budaya lain

Keputusan Gus Dur menghapus larangan Imlek bukan tanpa penolakan. Dengan alasan khawatir komunisme kembali hidup di Indonesia, hingga melunturkan budaya tradisi lokal sering dijadikan alasan penolakan.

Bagi Gus Dur, Imlek dan tradisi Barongsai merupakan bagian dari kebudayaan. Jika dikelola dengan baik dan benar dapat menjadi sarana menyebarkan nilai-nilai kebaikan, seperti yang dilakukan oleh para wali dalam menyebarkan Islam di Indonesia, melalui wayang.

Tanpa diketahui banyak pihak. Tidak banyak yang paham strategi apa yang sedang dilakukan. Gus Dur saat itu sedang sesungguhnya sedang bernegosiasi untuk Islam.

Ada deal politik dengan pihak RRC. Keputusan membuka kran budaya China di Indonesia menyimpan catatan pluralisme global. Kompensasi politik dari keputusan Gus Dur dibalas oleh Negeri Tirai Bambu dengan memberi kebebasan keluarga Muslim di China untuk melakukan ibadah termasuk ibadah haji.

Ijin membangun masjid di seluruh China dipermudah. Menurut catatan statistik, warga muslim di China minoritas. Hanya 1,4% dari 1,3 milyar penduduk.

Gelar Bapak Pluralisme Gus Dur diakui tidak hanya di Indonesia. Di negara China, warga Muslimnya tidak akan pernah melupakan jasa Gus Dur, sampai kapanpun. Pluralisme Gus Dur menembus batas dunia, melintas antar agama
***
Redaksi Suluhnusantaranews

banner 120x600

Tinggalkan Balasan