Merayakan tahun baru Imlek, ingatan publik kembali kepada sosok yang sangat berjasa bagi pluralisme. Presiden keempat KH Abdurrahman Wahid adalah sosok yang mengijinkan akulturasi budaya China ke Nusantara.
Kekayaan budaya Indonesia semakin bertambah dengan masuknya kebudayaan China, tanpa saling memperdebatkan perbedaan yang ada. Gus Dur menjadi tauladan Indonesia damai di tengah aneka warna perbedaan.
Namun beberapa tahun belakangan, keharmonisan tersebut dirusak oleh paham asing yang dipaksakan masuk. Paham intoleransi yang menyerang perbedaan agama dan adat istiadat budaya erat kaitannya dengan kepentingan asing.
Ormas Pejuang Nusantara Indonesia Bersatu (PNIB) sebagai organisasi lintas agama dan budaya, menyayangkan fenomena perusakan sendi-sendi bangsa berkedok agama. Kelompok HTI, FPI dan paham khilafah berada di belakang unharmonisnya umat di Indonesia.
“Kelompok sarapatigenah HTI, FPI, Khilafah bergerak secara masif di semua lini. Mengabarkan kebohongan publik dengan mengatasnamakan agama. Rakyat diajak membenci perbedaan, berubah radikal, melawan sesama bangsa sendiri hingga saling dendam. Merekalah musuh bangsa yang sebenarnya” ungkap AR Waluyo Wasis Nugroho (Gus Wal) selaku Ketua Umum PNIB kepada media SuluhNusantaranews.
Meskipun kelompok radikal intoleran anti Pancasila dan NKRI tersebut telah dibubarkan, bukan berarti mereka hilang atau berhenti membuat kekacauan. Pergerakan mereka sudah semakin terang-terangan dengan berbagai kedok.
Mereka banyak mendirikan sekolah, yayasan, pesantren, lembaga amal, dan rumah tahfidz yang dijadikan kedok sebagai basis penyebaran paham ideologi transnasional Khilafah Radikalisme Terorisme. Peran aparat penegak hukum sebagai garda terdepan memberantas kelompok tersebut butuh dukungan penuh warga masyarakat yang masih waras.
“Kita patut berterima kasih kepada Densus 88 yang tidak kenal lelah mengejar kader-kader terorisme yang masih bergentayangan di sekitar kita. Memperkuat kerja sama informasi dengan warga masyarakat pada perilaku dan pelaku terorisme yang begitu rapi. Da’i provokator, penceramah radikal sudah waktunya dilarang berdakwah. Karena dari mimbar itulah sumber intoleransi berawal” jelas Gus Wal.
Indonesia Tanpa Koma menjadi spirit PNIB dalam menjaga NKRI dan Pancasila dari bahaya laten khilafah, intoleransi, radikalisme dan terorisme. PNIB hingga hari ini menjadi organisasi kemasyarakatan yang konsisten melawan gerombolan sarapatigenah. Tidak hanya itu, aksi-aksi membumikan Nasionalisme menggelorakan merah putih menjadi upaya menyadarkan pada generasi muda, bahwa Indonesia masih tetap ada karena persatuan dan cinta tanah air. Tanpa itu Indonesia sudah hancur sejak dulu.
***
Koresponden SN-Jatim