Bandul sedang bergerak ke Asia. Abad 21 pasti milik Asia bukan lagi retorika. Dia juga bukan dongeng anak-anak menjelang tidur. Itu sebuah kepastian
Dimotori oleh Jepang, Korea Selatan kemudian menyusul. Tak mau kalah, China sang naga merah pun mengejar dengan langkah yang terpacu semakin kencang.
Mereka berebut julukan menjadi yang paling maju, paling kuat, sekaligus demi mengejar tingkat penghasilan rakyatnya untuk menjadi salah satu yang tertinggi di dunia.
Sebutan negara maju sekaligus negara kaya telah disandang Jepang dan Korea Selatan. China is ongoing….
Bila kesamaan pola sebagai benang merah dapat ditarik dari ke 3 negara tersebut, pencapaian pada bidang teknologi adalah jawabannya.
Mereka memacu diri dengan kuat untuk target minimal harus menjadi setara dengan banyak bangsa barat. Bahwa kemudian untuk beberapa bidang terbukti lebih hebat, itu cerita yang lain. Itu bonus karena tak mungkin dapat dilepaskan dari etos kerja juga budaya mereka sendiri.
“Apakah abad milik Asia itu otomatis akan juga menjadi abad Indonesia?”
Negara maju adalah sebutan untuk negara yang memiliki standar hidup yang relatif tinggi. Dan rakyat di negara maju pada umumnya memiliki mata pencaharian terkait pada sektor industri.
Bila ukurannya adalah apakah negara kita saat ini termasuk negara yang telah membuat negara-negara lain khawatir dan merasa tersaingi pada kita, itu sudah mulai terlihat. Menjadi negara dengan rakyatnya yang memiliki standar hidup tinggi karena proses industrialisasi, BELUM.
China yang sedang menuju maju kita dengar telah menjadi kekhawatiran banyak pihak. Itu tak berbeda dengan pernah takut banyak pihak pada bangsa Jepang di tahun 70 hingga 80an. Jepang yang pada awalnya dianggap hanya sebagai bangsa peniru dan miskin karena kalah perang, bangkit menjadi kekuatan ekonomi sekaligus teknologi terkemuka.
Kita tak tahu apa tindakan Singapore pada negara kita ketika ruang udara dan ruang laut yang dulu mereka kuasai telah kembali kita ambil. Itu belum seberapa bila dibanding dengan rencana kawasan Batam yang konon akan kita bangun dengan maksud langsung bersaing dengan negara itu. Negara itu sangat terancam.
Kita tak tahu bagaimana marah Eropa manakala banyak mineral mentah kita tak lagi boleh diekspor tanpa nilai tambah.
Kita tak tahu marah Amerika ketika Freeport dan banyak sumur gasnya kita ambil.
Kita tak tahu bagaimana tak sukanya Australia ketika melihat Indonesia secara perlahan hadir sebagai salah satu kekuatan ekonomi penting di kawasan.
Kita tak tahu bagaimana reaksi China manakala kita bekerjasama dengan Korea Selatan dalam teknologi baterai dan mobil listrik yang dalam targetnya saja akan memproduksi hingga 250.000 mobil setiap tahunnya. Itu hampir 15% target Hyundai dan KIA sebagai produsen mobil terbesar dunia. Dan itu tentang nikel yang semakin terbatas serta keunggulan teknologi China yang tak mau disaingi.
Yang kita tahu, hangat situasi pollitik kita secara terus menerus sejak Jokowi berkuasa tak pernah berhenti. Lihat saja perpecahan nyata sejak pilkada DKI.
Yang kita tahu, radikalisme agama tiba-tiba hadir dan begitu kuat merusak kebersamaan kita.
Yang kita tahu, Papua yang justru mendapat banyak prioritas sejak rezim Jokowi ini berkuasa malah menunjukkan sisi anomalinya yakni semakin hari semakin panas.
Itu semua tak mungkin terjadi tanpa sebab.
Dan Indonesia dengan garis pantai terpanjang di dunia, ZEE terluas, jumlah penduduk terbanyak hingga kekayaan alamnya yang berlimpah memang akan menjadi raksasa baru saat mendapat pemimpin yang tepat. Dan itu terjadi pada saat Jokowi menjadi Presiden.
Apakah Indonesia maju adalah ancaman bagi banyak pihak dan maka situasi tak kondusif yang berlangsung terus menerus di dalam negeri layak kita curigai sebagai intervensi banyak pihak, tak ada satupun yang bicara, namun bukan berarti mereka tak hadir.
Mereka telah begitu benderang menunjukkan kekhawatirannya meski Presiden Jokowi baru masuk pada ranah pondasi. Ya infrastruktur dan banyak UU yang Jokowi buat telah mereka lihat sebagai pijakan sempurna bagi bangsa ini ngebut di masa yang akan datang.
Menggagalkannya adalah dengan menghambat revolusi mental sebagai program Presiden yang lain. Mereka begitu ketakutan bila revolusi mental berjalan dan maka mental anak bangsa itu kini sedang dirusak.
Siapa pun presiden Indonesia kelak, dia harus bukan sosok yang akan membuat Indonesia menjadi negara maju. Itu target paling dekat dari para pihak tak suka negara ini maju.
Dan bila uraian negara maju adalah sebutan untuk negara yang memiliki standar hidup yang tinggi dimana pada umumnya rakyat memiliki mata pencaharian terkait pada sektor industri, itu pasti terkait dengan negara dengan pencapaian teknologi.
Siapapun sosok calon Presiden kita kelak yang akan merevolusi mental dan maka akan membuat negara ini sadar betapa pentingnya pencapaian teknologi sebagai syarat sebuah negara maju, dia akan mendapat perlawanan paling keras. Dia yang demikian getol mengedukasi rakyat dengan jargon pentingnya anak bangsa yang sadar teknologi, adalah musuh yang harus dihadang.
Pada awalnya, sama seperti yang telah menimpa pak Jokowi, cap PKI sekaligus musuh agama akan segera tersemat pada dirinya.
Dan bila itu terjadi, bila sosok seperti itu berhasil mereka cegah untuk mendapat ruang menjadi salah satu calon Presiden kita selanjutnya, sangat mungkin, Indonesia memang akan kehilangan momen abad Asia itu.
Kita tetap punya Presiden. Namun, sosok itu hadir karena pesanan. Sekali lagi, dan untuk kesekian kalinya, kembali sejarah berulang. Kita kembali memiliki pemimpin yang hadir demi menyenangkan para kuat dan berkuasa.
Tidak seperti Jepang, Korsel dan China, bangsa kita hanya akan menjadi penonton bukan pemain. Kapasitas bangsa ini, selamanya, hanya akan selalu menjadi bangsa pengunduh bukan pengunggah.
Negara ini akan tetap kaya raya dengan hasil alamnya namun tak akan pernah jaya karena mutu anak-anak bangsanya.
RAHAYU
Karto Bugel
Sumber :
https://www.facebook.com/100042100440357/posts/pfbid02iyVKWNmEHwh4t67maZ1d9LdLK1KfbEVBYYbniPcTpAXvqqqK8b71cTpKYaNC1gcYl/