Cak Imin Capres Hanya Untuk Menaikkan Posisi Tawar PKB?

Opini Akar Rumput

banner iklan 468x60

Muhaimin Iskandar atau Cak Imin adalah politikus yang “mbeling” dan juga ternyata tahan banting. Hal ini lepas dari histori bagaimana sepak terjang politiknya selama ini (terutama di PKB).

Meski kerap diremehkan dan dikatakan tidak punya etika dalam berpolitik, faktanya dia masih bisa bertahan hingga kini sebagai nahkoda PKB (nyaris 20 tahun, sejak 2005).

Tidak ada ceritanya bisa bertahan sebagai pengendali sebuah partai jika posisinya tidak “kuat”. Menjadi pemimpin partai tidaklah mudah, terlebih partai yang lumayan memiliki banyak konstituen hingga bisa menghasilkan kursi di parlemen.

Dalam setiap survey, PKB konsisten berada di posisi 5-6, bersaing dengan PKS, Demokrat dan Golkar.

Sejak awal memasuki pemilu 2024, PKB telah memasang target Cak Imin Presiden. Bahkan sebelum partai lain menentukan siapa capresnya, PKB sudah bermanuver lebih dahulu.

Dugaannya, agar “kode” tersebut menjadi bergaining, bahwa jika ingin berkoalisi dengan PKB, maka Cak Imin wajib dimasukkan paket capres-cawapres. Jika tidak capres, ya setidaknya cawapres.

Wong sejak awal sudah menargetkan capres, masa setelah berkoalisi malah tidak jadi apa-apa? Istilahnya, PKB sudah membuat standar tinggi duluan. Tinggal lagi bagaimana lobby nya kepada partai lain dalam koalisi.

Saat ini PKB bergabung bersama Gerindra di koalisi Kebangkitan Indonesia Raya. Namun kedua partai belum mendeklarasi capres dan cawapres mereka.

Lantas, apakah benar Cak Imin serius punya ambisi maju capres ataupun cawapres?

Banyak yang meragukan namun melihat kuantitas suara pemilih PKB yang cukup besar, setidaknya memang layak diajak berkoalisi. Tapi untuk dijadikan sebagai capres ataupun cawapres, kok rasanya masih belum pas saja. Keputusan muktamar PKB yang menunjuk Cak Imin capres pun dikritik Yenny Wahid.

Akibatnya, Cak Imin dan Yenny sempat saling sindir di media Twitter. Sampai kemudian menguak “luka lama” perseteruan Cak Imin dengan pamannya sendiri, Gus Dur. Melihat keuletan dan “kelicinan” Cak Imin hingga dapat menguasai kembali PKB sesungguhnya menunjukkan dia politisi sejati (berpegang teguh kepada ambisinya untuk berkuasa).

Kekuatan Cak Imin terletak dari jalur darah yang dimilikinya. Cak Imin yang kelahiran Jombang, 56 tahun yang lalu, merupakan salah satu keturunan dari pendiri Nahdatul Ulama, K.H Bisri Syamsuri yang juga kakek dari Presiden Abdurrahman Wahid. Ia juga merupakan adik dari Abdul Halim Iskandar, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Dia dikenal dekat dan “ngopeni” para kyai kampung yang menurutnya tidak terlalu “disentuh” oleh PBNU. Dari sanalah kantung suara PKB berasal.

Melihat dari capaian politiknya di luar Ketum PKB, Cak Imin hanya pernah menjadi wakil ketua DPR RI, Menaker di era SBY dan terkini sebagai wakil ketua MPR. Bahkan belum pernah menjadi capres/cawapres secara resmi. Tahun 2019 Cak Imin nyapres sebatas wacana saja.

Jika ditanya ambisi, siapa yang tidak punya ambisi menjadi RI-1? Namun sepertinya dia melihat sendiri bahwa jalan menuju itu berat. Yang bisa dia lakukan adalah dengan gebrakan untuk memperkuat posisi tawar (bergaining position).

Menunjukkan kepada calon mitra bahwa PKB sudah menetapkan Cak Imin sebagai capres. Namun dari sisi elektabilitas saja, mungkin suara Cak Imin masih di bawah Kofifah, apalagi dibanding Ganjar, Prabowo dan Anies.

Jadi sekali lagi, Cak Imin dan PKB hanya ingin meninggikan posisinya saja. Yang pasti PKB ingin dianggap penting perannya dalam koalisi dan memang harus terlihat aktif.

Serendah-rendahnya, mereka berharap mendapat tawaran yang terbaik. Cak Imin sendiri siap bermanuver ke sana-sini yang memang bisa dia lakukan. Dia bisa masuk ke partai dengan ideologi apapun, yang penting dirinya dan PKB eksis.

Politik itu memang persepsi. Yang perlu dipahami Cak Imin bahwa dia tidak bermain di ruang hampa. Dia harus menyadari berada di antara banyak orang, banyak mata-telinga dan banyak pemikiran terhadapnya. Dia bisa mengira akan “mengakali” tokoh dan partai lain, sebaliknya juga dia bisa pula diakali pihak lain. Termasuk Gerindra sesungguhnya sudah sedikit “mengunci” gerakan PKB dengan membentuk sekber.

Meskipun partainya Prabowo belum mendeklarasikan capres-cawapresnya bersama PKB. Gerindra sendiri keukeh mengajukan Prabowo, namun belum sepakat untuk menjadikan Cak Imin sebagai cawapresnya.

Jika memang sudah seiya-sekata, mestinya soal calon sudah beres. Ini menunjukkan bahwa semua sangat dinamis bisa berubah hingga detik terakhir pendaftaran capres-cawapres.

Setidaknya, PKB terlihat lebih berani ketimbang PAN, PKS dan PPP misalnya.

Karena mereka tidak punya calon dari kadernya sendiri yang ditargetkan, maka posisi tiga partai tersebut terlihat lemah dan hanya pasif saja. Lihatlah “gertakan” PKB,

Kami mau berkoalisi hanya jika Cak Imin capresnya.”

Terlihat gaya banget. Bahkan Demokrat saja tidak berani mengajukan AHY sebagai capres dalam Koalisi Perubahan.

***

Agung Wibawanto

banner 120x600

Tinggalkan Balasan