Sosok Kader Potensial Di Belakang Layar, Kemana Budiman Sudjatmiko?

Catatan Akar Rumput

banner iklan 468x60

Tiba-tiba mendapat bisikan tetangga lagi, bahwa Budiman akan dimunculkan? Ada dua teman berbeda yang tidak saling kenal memberi saya info ini. Meski tidak sama persis informasinya, tapi sama-sama bilang “dimunculkan”.

Saya mencoba menggali info yang lebih detail ke teman di PDIP. “Dengar-dengar sih begitu. Tapi biasanya kabar burung yang terbang bebas, gak tahu bisa ketangkep atau nggak tuh burung,” ujar teman di PDIP.

Kabar burung atau kabar ikan paus, tetep ada story-nya bahwa Budiman Sudjatmiko menjadi calon alternatif dari PDIP di perhelatan Pilpres 2024 nanti. Wajah saya mendadak aneh, ada senyum di bibir tapi berkerut di kening. Agak bingung mencerna kabar tersebut meski ikut senang saja. Mengingat paska 2019 Budiman seperti tenggelam tidak mendapatkan penugasan apapun dari partai.

Budiman (atau kerap disapa Iko) memang sudah berkomitmen menjadi anggota DPR RI cukup dua periode saja. Selain harus ada peningkatan karir politik (naik kelas), juga untuk regenerasi bagi kader partai. 2019 Budiman sudah dua periode di Senayan dan memang tidak berniat nyaleg. Karena masih didaftarkan partai, maka dia sengaja minta dapil Jatim. Pertimbangannya hanya untuk menambah suara PDIP di Jatim dan kemungkinan menangnya tipis.

Setelah tidak lolos ke Senayan untuk ketiga kalinya, Budiman masih sempat beberapa kali muncul di media dan terutama media sosial (Twitter). Namun tidak diketahui Budiman sedang menggarap apa, atau ditugasi apa oleh partai? Publik sempat berharap Budiman ditarik ke istana sebagai Menteri Desa, itu pun tidak. Suara dan wajahnya semakin tidak terlihat dan terdengar lagi, hingga isu kades 9 tahun muncul.

Jokowi memanggil Budiman ke istana terkait tuntutan kades se Indonesia tersebut. Budiman memang mengerti banyak soal desa dan juga termasuk penginisiasi UU Desa. Namun begitu, artinya Jokowi percaya bahwa Budiman masih terlibat dengan aparatur negara terendah itu. Mungkinkah Budiman yang menggerakkan APDESI? Untuk apa? Untuk investasi suara? Saya masih belum terlalu yakin.

Beberapa kali saya coba menghubungi nomer Budiman tapi tidak pernah berbalas, barangkali dia sibuk. Saya mengenal baik Bung Iko (dan dia memanggil saya Bung Awib) sejak tahun 1989. Saya ingat betul hari pertama menjadi mahasiswa UGM (lupa tanggalnya), saya mengikuti aksi solidaritas Yogya Berdarah di Bundaran UGM Bulaksumur. Masih menggunakan setelan putih hitam kostum Maba (Mahasiswa Baru). Berkumpul dengan para senior dedengkot demo kala itu.

Salah satu orang yang baru saya kenal malam itu adalah Budiman, anak Ekonomi 1989 (saya sendiri dari fisipol), sama-sama Maba. Sejak perkenalan malam itu, kami ya seperti dipertemukan saja terutama dalam aktivitas gerakan mahasiswa. Sering juga curhat-curhatan soal pacar, kuliah, keluarga, dan lainnya. Saya mengenal Budiman sebagai seorang yang kutu buku dan jago beretorika. Penguasaan teori-teori sosial-politiknya sangat hebat.

Saya bilang kalau dia itu salah jurusan masuk Fak Ekonomi yang dulu kami cap sebagai borju (Borjuis). Kecintaannya dalam berdiskusi dan berdebat sudah tidak diragukan lagi. Yang sedikit membuat saya tidak sreg dengan penampilannya yang agak berbeda, sering memakai syal dikalungkan di lehernya, saya sebel sekali melihatnya. Kami para aktivis sudah seperti saudara sendiri. Tinggal di sebuah rumah kontrakan bareng (meski masing-masing punya kamar kos).

Berinteraksi setiap hari sampai tidak ada hal yang bisa disembunyikan. Diskusi, aksi, refleksi dan evaluasi, itu saja yang kami lakukan hingga beberapa tahun lamanya. Kejadian yang tidak pernah saya lupakan tentu saat melakukan aksi rakyat di Cilacap. Berangkat dari Gang Rode, Yogya sengaja menunggu dini hari agar tidak diketahui Intel yang dulu banyak tersebar. Sampai di Cilacap subuh, dan kami mahasiswa yang kelas menengah ini harus dibentak agar bangun.

Kami dipandu dan dibagi beberapa kelompok untuk melakukan briefing dan istirahat lalu sarapan. Warga desa menyambut kami dengan baik. Salah satu desa yang akan digusur untuk mendirikan pabrik plastik bernama desa Lomanis. Dan hingga kini nama desa itu saya kenakan sebagai nama pena saya, Awib Lomanis. Rencananya kami akan melakukan aksi demo ke kantor bupati juga anggota dewan menolak rencana penggusuran.

Budiman tampil sebagai koordinator aksi, karena desa tersebut merupakan desa dampingannya. Kami memang mendapat penugasan untuk turun ke rakyat melakukan pengorganisasian terhadap kasus-kasus yang menimpa mereka. Budiman melakukan di daerah kelahirannya, Cilacap. Kami bukan LSM yang mendampingi terus selamanya, melainkan berpindah ke daerah kasus lainnya. Namun ada juga memang bertugas di departemen kampus, saya salah satunya yang masih mengorganisir di kampus.

Dengan begitu, Budiman semakin luas dan jauh daerah pengorganisasiannya. Dia semakin terlatih dekat dengan rakyat petani mengorganisir, juga kalangan buruh. Seiring berjalannya waktu, kami (aktivis) dihadapkan dengan pilihan rumit untuk membuat media perjuangan, partai atau LSM? Idealisme aktivis gerakan mahasiswa saat itu menentang partai politik dan juga LSM. Perdebatan ini tidak selesai terutama saat ingin menyatukan gerakan politik mahasiswa Nasional.

Namun Budiman sepertinya lebih maju dan mulai bersinggungan dengan PDIP (dulu masih PDI Pro Mega), sementara saya dan beberapa teman mendirikan LSM, Lapera Indonesia. Dalam usia 27 tahun Budiman menjadi Ketua Partai Rakyat Demokrat. Hingga peristiwa Kudatuli yang menyebabkan Budiman dan teman lain ditangkap. Peristiwa ini menjadi pemicu dan perlawanan rakyat terhadap rezim orba semakin masif.

Terlebih paska meletusnya gerakan reformasi, Mei 1998. Peristiwa Trisakti I dan II membuat rakyat bertambah marah dan puncaknya, Suharto menyatakan mundur. Seketika perasaan mahasiswa dan rakyat terasa luluh, seperti baru saja terbebas dari sebuah perjalanan panjang melelahkan. Haru, senang, juga histeria menjadi sebuah eforia.

Budiman tidak mengikuti secara langsung di lapangan, dia masih berada di balik sel penjara.

Awalnya kami mempersiapkan kepemimpinan dalam bentuk presidium (jika Suharto lengser) dipimpin oleh Gus Dur, Megawati, Sri Sultan dan Amien Rais. Namun apa lacur, kekuatan mahasiswa tidak kuasa mengontrol yang kemudian bola ada di tangan politisi Senayan. Budiman dan tahanan politik era Suharto mendapat amnesti dari presiden Gus Dur dan bebas. Terakhir bertemu Bung Iko waktu mempersiapkan Sekolah Partai PDIP (Pendidikan Kader) 2010.

***

Agung Wibawanto (4/2/2023)

banner 120x600

Tinggalkan Balasan