Siapa Ingin Jebak Jokowi Dengan Isu 3 Periode?

Opini Akar Rumput

banner iklan 468x60

Isu 3 Periode atau Penundaan Pemilu atau Perpanjangan Jabatan, seperti diketahui publik sudah lama berhembus. Hal ini menjadi semacam wacana yang kemudian terus berkembang dan dikembang-kembangkan.

Meskipun hal ini sudah berulang kali dibantah oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan pemerintah sudah memastikan agenda pemilu yang akan diselenggarakan oleh KPU.

Jokowi pernah mengatakan bahwa, ada tiga faktor yang mengajukan isu 3 periode: 1. Ingin menjatuhkan (presiden); 2. Ingin mencari muka, dan; 3. Ingin menampar muka (Jokowi).

Jokowi pun menyatakan dia hanya tunduk dan patuh pada konstitusi. Pemilu serentak sudah diagendakan KPU pada 14 April 2024, dengan proses pendaftaran caleg dan capres pada Oktober 2023 nanti.

MPR pun menyatakan tidak akan ada amandemen terhadap UUD 1945. Jadi sesungguhnya isu atau wacana tersebut sudah ditutup peluang terjadinya. Ya, kecuali ada Sidang Istimewa MPR yang itupun tidak mudah persyaratannya dan tidak cepat prosesnya. Namun isu ini masih terus saja digoreng oleh mereka yang tidak bertanggung-jawab dan hanya mementingkan agenda politik.

Pada awal, memang beberapa tokoh dari partai Golkar memunculkan wacana tersebut. Juga ada ketua PKB dan PAN yang mengusulkan penundaan pemilu. Sebenarnya suara di akar rumput juga sering terdengar yang meminta presiden Jokowi berkesempatan memimpin Indonesia lagi. Kalau suara akar rumput itu konteksnya lebih kepada harapan. Alasannya apa? Karena kecintaan rakyat kepada Jokowi yang benar-benar sudah merasakan pembangunan di mana-mana.

“Bapak Jokowi membangun di seluruh daerah di Indonesia, tidak hanya di Jawa. Sangat berbeda dengan presiden terdahulu yang hanya memperhatikan pulau Jawa. Bapak Jokowi juga mau pergi ke daerah-daerah kecil untuk melihat masalah yang ada, juga bertemu dengan rakyat kecil seperti kami,” kata seorang warga Papua menilai kinerja Jokowi.

Jadi memang ada perbedaan kepentingan antara rakyat dengan politisi yang ingin Jokowi 3 Periode.

Alih-alih senang, Jokowi malah meminta agar para menterinya untuk lebih fokus bekerja ketimbang merespon isu-isu seperti itu. Toh Jokowi tidak bisa membungkam semua mulut yang ingin berbicara? Ada yang ingin 3 Periode, tapi juga ada yang ingin menurunkan Jokowi di tengah jalan. Tidak perlu heran dan bertanya, siapa? Berapa kali Amien Rais mewacanakan Jokowi turun sebelum masa jabatannya berakhir. Begitupun dengan Rizal Ramli, dan tokoh oposan lainnya.

Jadi, ini soal wacana, soal harapan masing-masing orang bisa berbeda. Mengapa jika terdengar bahasan 3 periode lalu heboh bahwa benar Jokowi berkehendak memperpanjang kekuasaan, gila jabatan. Namun ketika ada suara pemalzulan atau aksi demo yang berteriak turunkan Jokowi, maka media seperti Tempo hanya diam saja? Ya, koran Tempo lah mengungkit kembali topik 3 periode hanya berdasar cerita dari Deny Indrayana.

Deny mengatakan sewaktu bertemu dengan Mahfud MD beberapa waktu lalu, Mahfud pernah berkata bahwa ada tokoh partai yang mengatakan bahwa mereka siap untuk mengadakan SI (sidang istimewa) untuk memperlancar rencana perpanjangan masa jabatan presiden. Sementara para oposan kerap bertemu dan juga “berwacana” melengserkan Jokowi. Sekali lagi semua itu wacana atau komunikasi verbal yang tidak ada aksi nyatanya.

Berbeda jika memang sudah menjadi aksi, maka hal tersebut bisa ditindak karena inkonstitusional. Perlu dipahami bahwa era sudah berubah. Kini eranya keterbukaan dan demokratis, setiap orang boleh bicara apa saja sepanjang dapat dipertanggung-jawabkan. Termasuk juga media.

Berbeda di masa orde baru, yang baru pada tataran pembicaraan saja sudah dianggap subversif. Era Suharto, jangankan berbuat, bahkan baru berpikir dan bermimpi pun sudah dilarang. Itulah sistem represif totaliter.

Banyak juga kok orang yang gemas dan bertanya, kenapa sih orang yang sudah menyerang presiden dan jelas-jelas tidak suka juga ingin menurunkan, tapi kok gak ditangkap? Ya era sekarang tidak boleh semena-mena. Karena itu baru sebatas wacana atau pembicaraan, belum ada aksi-aksi untuk mewujudkannya. Jadi jangan salah. Selain ada rakyat yang berposisi sebagai Jokowi lovers, tapi juga ada yang sebagai hatters. Inilah demokrasi.

Kembali ke soal isu 3 Periode. Apa yang diharapkan dengan terus memunculkannya?

Jelas orang akan menuduh Jokowi, dan semua alamat kecaman ditujukan ke Jokowi. Seperti yang disampaikan politisi Demokrat ini. Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Benny Kabur Harman menilai usulan perpanjangan masa jabatan ini sebenarnya keinginan Presiden Jokowi sendiri. Namun, Jokowi menggunakan orang-orang di lingkaran Istana untuk menyuarakan hal itu.

“Pak Jokowi yang mau perpanjang masa jabatan, tapi orang lain yang disuruh ngomong. Itu kemauan Pak Jokowi melalui tangan-tangan kananya di pemerintahan. Demokrat tahu bahwa itu keinginan Presiden Jokowi, dan itu disampaikan melalui tangan kanannya baik di parpol maupun pemerintahan. Itu Ketum Golkar, PAN, PKB, berapa kali itu kan. Itu keinginan Istana,” kata Benny saat dihubungi, Ahad, 5 Februari 2023.

Ia menegaskan bahwa Demokrat menolak keinginan itu. Menurut dia, dukungan terhadap isu ini dilakukan oleh politisi yang mencari muka dengan melakukan tindakan Asal Bapak Senang alias ABS. Benny turut menyinggung hal ini pernah terjadi saat Soekarno menjadi Presiden. Dia menyebut saat itu banyak yang mendorong Soekarno menjadi Presiden seumur hidup. Kendati begitu, pada akhirnya Benny menilai aspirasi itu hal yang biasa.

“Asalkan, tidak ada aksi untuk mewujudkan hal itu, misalnya dengan melanggar konstitusi. Bukan baru sekarang ada (usulan perpanjangan masa jabatan Presiden). Sepanjang tidak melanggar konstitusi, kalau aspirasi itu kan biasa. Ini kan negara demokrasi, bebas berpendapat,” ujarnya. Nah, silahkan media Tempo mengkritisi. Apa bedanya pernyataan Mahfud MD dengan Benny yang sama-sama mengatakan bahwa wacana itu hal yang biasa. Benny mengatakan itu bukan berarti setuju kan?

Mahfud, Jokowi dan yang lainnya mengatakan demikian jangan kemudian dianggap setuju, atau mendiamkan, tidak tegas melarang dsb. Masa wacana dilarang?

Bagaimana jika media berwacana melalui tulisan lalu dilarang (karena baru sebatas rumor namun sudah disimpulkan)? Politisi yang menggunakan media untuk melakukan petakompli seperti ini patut untuk diwaspadai karena bisa berdiri di dua kaki (sisi). Pura-pura memuji Jokowi padahal ingin menjerumuskan.

****

Agung Wibawanto

banner 120x600

Tinggalkan Balasan