Yang Ditunggu dan Diharap, Bagaimana Jika Ganjar Gagal Nyapres? 

Opini Politik

banner iklan 468x60

Immanuel Ebenezer alias Noel, Ketum JoMan sekaligus GP Mania, membubarkan organ relawannya dengan tidak mendung lagi Ganjar Pranowo sebagai capres 2024. Para relawan melepas semua atribut yang menunjukkan dukungan kepada Ganjar. Mengikuti alasan Noel di podcast Akbar Faisal, dia mengatakan bahwa Ganjar bukan tipe pemimpin sejati, karena dianggap lebih takut kepada partai ketimbang mengikuti suara rakyat (pendukung).

Alasan berikutnya, Noel merasa tidak setuju jika Anies Baswedan dipandang sebagai tokoh intoleran, “Mas Anies seorang pemikir, penggagas…,” tambahnya. Maka ada kemungkinan dia dan teman-temannya beralih mendukung capres lainnya (Anies atau Prabowo). Tapi masih pikir-pikir dulu, begitu ucapnya. Hal ini direspon banyak orang dengan beragam tanggapan. Ada yang marah, gemas, senang bahkan mentertawakan.

Bung Akbar sendiri tampak mentertawakan Noel, namun sepertinya Noel tidak sadar kalau menjadi bahan tertawaan, karena dia juga ikut tertawa. Seperti lawakan, ya. Akbar menganggap kita itu siapa? Relawan itu siapa? Mentang-mentang jadi ketua, jadi pengurus, lalu merasa seperti orang penting yang bisa mengatur-atur… Akbar tertawa dan Noel ikut tertawa. Noel memang akrab dengan “lawakan” politik yang kontroversi.

Tentu masih ingat sikapnya mengajukan diri sebagai saksi yang meringankan terhadap tersangka Munarman (terduga teroris). Padahal publik serta para aktivis relawan tahu Noel adalah Ketum JoMan (Jokowi Mania), dan Munarman adalah salah satu tokoh yang kerap menyerang Jokowi beserta dengan organisasinya FPI (sudah dibubarkan). Alasannya, Noel kenal Munarman dan menganggap dirinya tidak seperti yang dituduhkan.

Tidak ampun, Noel pun diserang habis oleh relawan pendukung Jokowi, bahkan dianggap penghianat. Lalu Noel berinisiatif membentuk organ relawan baru untuk pilpres 2024, bernama GP Mania (kok serba mania? Jangan-jangan Noel orangnya memang maniak?). Di balik sikapnya yang sepertinya serba “Hitam-Putih” (padahal ini politik yang banyak abu-abunya), tapi bisa diterima juga argumentasinya.

Ya, bagaimana nant jika pemimpin lebih takut kepada partainya ketimbang rakyatnya? Tentu, jika sudah menjadi pemimpin seluruh rakyat Indonesia (Presiden), maka konstitusi dan rakyat berada di atas segalanya. Seperti juga yang ditunjukkan Jokowi, meski kerap dituduh boneka partai, petugas partai, namun berapa kali Jokowi mengambil keputusan yang berbeda dengan PDIP. Hingga Megawati sampai menyindir, bahwa Jokowi tanpa PDIP kasihan dah.

Noel juga menunjukkan bahwa mendukung tokoh pemimpin itu bukan karena individunya, tapi karena apa yang sudah dilakukannya, termasuk rekam jejak dan sikap-sikap politiknya. Makanya ketika dilihat Ganjar seperti tidak punya sikap (sebagai pribadi), maka GP Mania menarik dukungannya. Khusus hal ini memang harus ada permakluman, perbedaan posisi Prabowo, Anies dan Ganjar.

Prabowo adalah ketua partai Gerindra. Dia sudah ditetapkan sebagai capres yang diusung Gerindra. Sedangkan Anies sosok independen, non partisan (non partai), sehingga dia bebas bersuara soal pencapresan. Nah, Ganjar berbeda. Dia kader PDIP yang harus tunduk dan patuh kepada instruksi dan aturan partai, yakni: fokus kerja dan soal capres ditentukan oleh Ketum, Megawati. Hanya itu saja soalnya.

Pertanyaan usil lainnya adalah, bagaimana jika memang Ganjar tidak mendapat rekomendasi dari Megawati? Ya semuanya bisa terjadi, termasuk Ganjar gagal ikut kontestasi pilpres (dalam tulisan terdahulu, saya sudah gambarkan konsekuensi PDIP mengusung atau tidak mengusung Ganjar). Jika benar Ganjar benar tidak mendapat tiket, tentu akan percuma membentuk organ relawan seperti GP Mania atau Ganjarist dll. Rakyat pendukung kecewa ya mau bagaimana lagi?

Proses pencapresan di sistem pemilu Indonesia masih melalui partai ataupun koalisi partai politik. Terlebih ada syarat PT 20%. Ganjar pun tidak bisa apa-apa, kecuali dia berani keluar dari PDIP dan ada koalisi partai yang meminangnya. Kembali, pertanyaannya, beranikah Ganjar? Jujur, saya kok ragu. Jadi sekali lagi, rakyat atau relawan boleh saja mendukung seorang tokoh menjadi bakal capres, tapi yang menentukan adalah partai dan atau koalisi partai.

Noel dan GP Mania yang (mungkin) sudah melihat gelagat Ganjar gagal nyapres ini lalu bergerak cepat mendaftarkan diri mereka ke kontestan lain agar tidak ketinggalan kereta. Antara Prabowo dan Anies, atau gagasan mereka menjodohkan keduanya Prabowo-Anies. Sebatas harapan silahkan saja. Mungkin maksud Noel, dengan menjodohkan seperti itu, pasti akan dapat salah satunya. Cerdas juga. Jika begitu, ideologi Noel dkk dalam mendukung itu apa?

Idealis atau pragmatis? Hari gini bicara idealis sepertinya kok jauh panggang dari api. Semua bergerak berdasar kepentingan perut, terlebih bagi tim hore seperti Noel yang dianggap bung Akbar bukan siapa-siapa. Andai masih idealis dan masih sebagai JoMan (meski berbeda dengan Projo), tentu Noel lebih mendukung Prabowo ketimbang Anies. Tapi, inilah politik, bagi rakyat awam jangan pula menjadi gumunan (terheran-heran).

***

Awib

banner 120x600

Tinggalkan Balasan