Partai Ummat Mendeklarasikan Penganut Politik Identitas Dan Gunakan Masjid Untuk Kampanye

banner iklan 468x60

Kemarin ini Ketua Umum DPP Partai Ummat, Ridho Rahmadi (menantu Amien Rais) menyatakan, partainya tegas mengusung politik identitas. Menurutnya, berpolitik dengan mengusung identitas Islam merupakan salah satu strategi partai besutan Amien Rais itu untuk memenangkan Pemilu 2024, “Kita akan secara lantang mengatakan, ya kami Partai Ummat, dan kami adalah politik identitas,” kata Ridho.

“Ini (wacana menentang politik identitas) adalah proyek besar sekularisme, yang menghendaki agama dipisah dari semua sendi kehidupan, termasuk politik. Dengan demikian perlu dipahami, bahwa sesungguhnya, justru politik identitas adalah politik yang pancasilais,” tambah Ridho dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pertama Partai Ummat di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin (13/2/2023).

“Partai Ummat secara khusus akan melawan, dengan cara yang beradab dan elegan, narasi latah yang kosong dan menyesatkan, yaitu politik identitas,” imbuhnya. Dengan semangat politik identitas, kata Ridho, partainya akan membangun perjuangan dari masjid, sebagaimana Rasulullah SAW lakukan setelah hijrah. Karena baginya masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah.

“Bagi umat Islam, selain tempat ibadah, masjid seharusnya menjadi pusat inkubasi ide dan etalase gagasan, menjadi ruang pertemuan pikiran untuk menyusun rencana dan strategi keumatan, dan menjadi titik nol sebuah perjuangan, termasuk di dalamnya jihad politik,” ujarnya. Ridho pun mempertanyakan aturan yang melarang aktivitas politik di masjid. Menurutnya, politik gagasan seharusnya diperbolehkan dibicarakan di masjid.

Jadi jelas, partai Ummat secara langsung mendeklarasikan dirinya sebagai partai pengusung politik identitas. Politik identitas adalah aktivitas politik yang membawa-bawa (identitas) agama di dalamnya. Seperti diketahui bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang berdasar kepada Pancasila dengan semboyan bhineka tunggal ika (meski berbeda tetap bersatu). Negara kita bukan berdasar agama (Negara Islam) dan juga bukan Negara Liberal.

Hanya dalam dua sistem tersebut biasanya politik identitas ada. Mengapa politik identitas berbahaya? Karena dapat menyebabkan terjadinya polarisasi yang berpotensi perpecahan hingga runtuhnya sebuah bangsa. Terlebih bangsa tersebut memiliki berbagai latar belakang tradisi, suku, agama hingga ras yang berbeda-beda seperti Indonesia. Mengapa demikian? Karena setiap identitas (agama) pasti akan mengklaim sebagai yang terbaik, sementara yang lain adalah salah.

Masalahnya lebih lanjut, Islam di Indonesia sendiri memiliki banyak mashab dan aliran. Itu baru dari tinjauan ajarannya. Belum lagi terkait dukungan kepada partai, ummat muslim di Indonesia memiliki pula beragam pilihan. Partai politik bernasib agama pun ada beberapa. Jika memang sama mengusung agama mengapa tidak bersatu saja? Alasan mereka tentu tidak ingin inklusive, karena mereka juga butuh dukungan dari pemilih agama lain.

Sebatas kajian politik dalam sejarah pergerakan Islam, misalnya, silahkan saja, karena itu bagian dari kebebasan akademik, tanpa memiliki kepentingan politik praktis. Agama, sebagai media ibadah masyarakat, akan lebih takjim dilakukan jika kondisi dalam menjalankan ibadah tersebut aman dan nyaman. Berbeda jika kemudian penganut agama saling berargumen kebenaran demi suara dalam pemilu.

Bahkan sesama muslim bisa saling berseteru yang mengakibatkan terjadinya perpecahan di kalangan penganut. Untuk itu, bangsa Indonesia, dalam praktik politiknya menghindari politik identitas (meski memang belum dilarang dalam peraturan yang ada). Seluruh komponen dan pelaku politik juga sudah bersepakat (konsensus) untuk tidak menggunakan politik identitas.

Begitupun, ada kelompok yang secara bersembunyi (berkedok), namun pada praktiknya masih terus berupaya melakukan aktivitas politik berdasar agama. Adapula yang eksplisit mengakui seperti partai Ummat. Kita bisa melihat siapa, apa dan bagaimana partai umat ini. Dibesut oleh Amien Rais sebagai partai baru yang nyaris tidak lolos sebagai peserta pemilu 2024. Sejak awal berdiri sudah menunjukkan identitas Islam, terutama Islam garis keras (ekstrim kanan).

Sebagai partai dengan identitas yang berani seperti itu, maka dapat dipahami partai ummat terkhusus ingin mendasar target suara dan pemilih dari kelompok Rizieq cs (HTI, FPI, PA 212, dll) yang sepertinya belum terakomodir oleh PKS. Meski mengaku partai oposan tapi belum seberani partai Ummat. Bahkan mungkin partai Ummat juga bisa mencokok pemilih irisan dari PKS. Saling berebut.

Hal yang sudah diatur dalam peraturan KPU selaku operator Pemilu, salah satunya terkait dengan “kampanye di tempat umum yang tidak diperbolehkan”, seperti: lembaga pendidikan (kampus, sekolah), terminal, bandara, stasiun dan juga tempat ibadah (masjid, gereja, pura, klenteng dsb). Silahkan saja jika partai Ummat bersikeras menggunakan masjid sebagai tempat membahas politik partai.

Maka dapat diprediksi partai Ummat akan menjadi partai peserta pemilu yang paling bermasalah karena banyak berurusan dengan Bappilu. Dengan catatan: jika penyelenggara dan pengawas pemilu bisa bersikap tegas terhadap pelanggaran peraturan. Partai politik (seperti partai Ummat) merupakan hanya sebagian kelompok masyarakat yang bukan sebagai penentu arah politik terutama arah bangsa. Mayoritas masyarakat lain lah yang akan menentukan dengan memilih partai yang benar saat pemilu.

***

Awib

banner 120x600

Tinggalkan Balasan