Sudah Pernah Wayangan? Kalau Belum, Kok Sudah Minta Dimusnahkan?

banner iklan 468x60

Jika tidak suka atau tidak ingin mengikuti suatu tradisi (bahkan dianggap haram) ya tidak apa-apa, karena bangsa ini bebas dalam berkeyakinan. Contoh babi itu sudah lama dianggap haram bagi kaum muslim, tidak pernah masalah kan? Menolak silahkan tapi tidak perlu ditambahkan menghasut untuk memusnahkan. Masa babi juga harus dimusnahkan?

Sudah sering kasus kelompok orang membubarkan paksa dan merusak tradisi yang sedang berlangsung di masyarakat (hati-hati dengan pengikut yang gagal paham). Itu yang pertama. Yang kedua, tidak perlu dikoar-koarkan keluar komunitas. Karena kalau pakai dipublikasikan, apa tidak boleh kemudian orang lain tersinggung dengan perkataan yang ingin memusnahkan itu? Patung, dianggap berhala dan haram juga tetap berdiri, karena tidak masalah.

Jadi, jangan mulai yang aneh-aneh terlebih dipublikasikan, bahaya. Wayang (kulit) adalah budaya yang sudah dikenal dunia bahkan diakui UNESCO sebagai warisan budaya asli Indonesia. Masyarakat Indonesia sempat bersitegang dengan Malaysia yang dianggap telah mengklaim wayang sebagai produk asli Malaysia, begitu juga dengan batik. Artinya apa, wayang ini adalah simbol peradaban bangsa (budaya) yang dipertahankan.

Selain harus dijaga juga patut dilestarikan secara turun temurun, terutama oleh komunitas masyarakat Jawa. Bagi komunitas Islam tertentu, mengikuti apa yang pernah dilakukan oleh Sunan Kalijaga, wayang justru dijadikan sebagai media dakwah bagi penyebaran agama Islam. Beliau (Kalijaga/Raden Sahid) pada masa itu tidak menggunakan cara memaksa orang-orang untuk mengikuti ajaran lalu memeluk Islam. Kalijaga menggunakan pendekatan budaya.

Mengapa wayang? Karena orang Jawa (sebagai tempat penyebaran agama Islam) sangat suka menonton wayang dan juga sudah tradisi. Cerita, dialog bahkan lakonnya dapat disesuaikan dengan ajaran agama (selain ada pula cerita yang sudah pakem). Wayang ibarat sebuah media penyampai pesan (dakwah), baik itu cetak maupun elektronik. Seperti juga sebuah film dan video. Media tersebut memang diproduk memberi hiburan sekaligus menyampaikan pesan.

Penceramah atau pendakwah kini memakai media bernama youtube, agar lebih didengar dan mendapat pengikut lebih banyak. YouTube zaman nabi belum ada, apa haram? Lantas di mana haramnya wayang sebagai sebuah media dakwah? Terlebih dahulu, perlu dijelaskan. “Wayang” dalam pengertian orang Jawa memang bisa memiliki dua arti. Wayang sebagai sebuah acara/tontonan, dan juga wayang sebagai sebuah benda (puppet/boneka).

Mungkin yang dimaksud pendakwah adalah “wayang” sebagai benda (menyerupai orang namun berasal kulit/wayang kulit). Memang ada keyakinan sebagian ahli agama yang tidak membolehkan manusia disimbolkan dalam bentuk boneka, patung, foto dll. Tidak boleh ada personifikasi dalam sebuah benda, bahkan tidak boleh diberi nama layaknya manusia. Ya silahkan saja berkeyakinan demikian. Hanya saja tafsir tersebut masih debatable.

Yang pasti, wayang tidak bermaksud memanusiakan benda mati. Ada ceritanya bagaimana awal mula muncul wayang. Sumber ini berasal dari para leluhur ketika ditanya dari mana awal mula munculnya wayang? Jujur, mereka juga mengatakan tidak tahu, tapi menurut kisah, bisa saja dari kemiskinan. Lho kok bisa? Untuk hiburan rakyat kecil pada waktu dulu, saking miskin dan tidak punya apa-apa, mana mungkin bisa nonton film meski cuma hitam putih tanpa suara?

Juga tidak mungkin nonton pertunjukan teater di panggung-panggung opera. Bahkan sekadar nonton tonil (semacam wayang orang ataupun ketoprak/ludruk) pun harus bayar. Yang tidak bayar dan berbahan murah ketika itu ya wayang kulit. Dulu hanya dari kertas biasa yang dibentuk menyerupai tokoh pewayangan. Lalu dipasangkan kayu kecil (biting) sebagai penyangga untuk menggerakkan wayang. Lantas mengapa namanya menjadi wayang?

Banyak dugaan kata wayang berasal dari kata “bayang” atau “bayangan”. Dalam pertunjukan wayang, karena sangat miskinnya rakyat hanya punya lampu sentir ketika itu (lentera bersumbu kain menggunakan minyak goreng di dalam kaleng). Supaya terlihat besar maka nontonnya harus di balik layar putih (geber). Penyebutan wayang atau bayangan juga bisa bermakna bahwa apa yang ditampilkan bukanlah sungguhan (tidak nyata).

Atau bisa juga bermakna, inilah bayangan lain dari sifat dan watak manusia. Wayang bercerita tentang hidup dan kehidupan di dunia ini di masa lalu. Berkisah tentang para dewa yang kemudian diartikan sebagai sisi baik dan buruk manusia. Meski sudah memiliki pakem, kisah pewayangan ini masih kerap disukai untuk ditonton rakyat kecil. Kadang yang mereka tunggu saat goro-goro.

Di sana akan dimunculkan punakawan yang lucu dan bisa menghibur penonton (dagelan). Jadi, bukan berarti kemudian mereka yang menonton jadi ikut menyembah dewa yang ada dalam lakon pewayangan. Penonton biasanya lebih merekam pesan apa yang disampaikan oleh Dalang, tentu pesan-pesan yang baik. Belum pernah ada Dalang memberi pesan yang buruk kepada penonton dalam pementasannya.

Kadang juga menyentil atau kritik membangun kepada para pemimpin atau penguasa yang berlaku tidak benar. Budaya Jawa sangat mengindahkan etika dan adab, maka dalam filosofinya, wayang pun berkonsep kebaikan akan mengalahkan kejahatan. Mungkin pendakwah itu perlu sesekali ikut wayangan, asal kuat aja “lek-lekan” (begadang). Maka sebaiknya, melihat sebuah persoalan itu tidak sekadar hitam putih.

***

(Awib)

banner 120x600

Tinggalkan Balasan