Maju Mundur Reshuffle, Jokowi Tersandera Atau Justru Menekan NasDem?

Opini Politik

banner iklan 468x60

Reshuffle kabinet yang sudah bergaung beberapa waktu kemarin. Kini sedikit senyap. Tidak jadikah reshuffle? Sebuah sumber mengatakan bahwa reshuffle tetap jadi meski belum diketahui kapan. Perlu diketahui bahwa masa pemerintah Jokowi hingga Oktober 2024. Itu berarti hanya menyisakan sekitar setahun sembilan bulan lagi.

Bicara efektivitas tentu sangat mepet waktunya. Seorang teman mengatakan, paling cuma jadi “pencuci piring” dari sisa pesta. Bisa jadi benar. Setahun terakhir masa periode biasanya tinggal finishing dan segera menyusun laporan hingga tidak meninggalkan pekerjaan (nunggak/mangkrak). Jika pun ada program yang belum selesai maka tinggal dilanjutkan oleh menteri berikutnya.

Jadi, apa urgenitasnya? Mestinya tidak ada, tapi secara politik akan menjadi sesuatu yang penting, terutama untuk positioning (terutama partai politik pendukung pemerintah). Adakah Jokowi tersandera akan posisi menteri NasDem? Ataukah NasDem yang menyatakan masih loyal kepada pemerintah?

Seperti diketahui hubungan antara pemerintah, terutama presiden Jokowi dengan NasDem beberapa waktu belakangan ini agak merenggang. Terutama sejak NasDem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal capresnya. Ditambah pula pernyataan PDIP yang terang-terangan meminta NasDem menarik menterinya dari kabinet.

Spekulasi reshuffle ketika itu semakin santer akan segera terjadi. Namun Jokowi seperti biasa, tidak mudah didikte oleh siapapun. Jokowi hanya mengatakan reshuffle bisa terjadi kapanpun. Seperti menjawab pertanyaan publik, Jokowi justru mengundang Surya Paloh ke istana dan bertemu empat mata.

Apa yang mereka bahas tidak ada yang tahu, meski SP sedikit membocorkan melalui salah seorang pengurus DPP NasDem, bahwa Jokowi komplain karena NasDem melakukan deklarasi capres tanpa komunikasi terlebih dahulu. Tidak lama, Jokowi membalas saat ditanya wartawan soal komplain.

Jokowi merasa tidak pernah komplain karena urusan pencapresan dan soal koalisi itu urusan partai masing-masing. Jokowi tidak pernah ingin dilibat. Masalahnya, sebelum pertemuan tersebut, SP pernah mengatakan bahwa jika Jokowi meminta NasDem mencabut dukungan atas Anies, “Kita buktikan (loyalitas NasDem kepada pemerintah).”

Namun setelah pertemuan dengan Jokowi, SP dan NasDem tetap pada jalannya mengusung Anies. Juga begitu, Jokowi masih belum melakukan reshuffle. Sepertinya, antar kedua pihak ada yang saling “tahan”. Selanjutnya, beberapa hari kemudian, Kejagung memanggil Menkominfo, Johnny G. Plate yang juga merupakan Sekjen NasDem, sebagai saksi pada kasus BTS di Kemenkominfo.

Kembali isu reshuffle mengemuka. Disusul peristiwa Mentan, Syahrul Yasin Limpo, menemui Jokowi di Istana, ada apa? Mentan memang juga sedang banyak masalah dengan Bulog terutama soal ketersediaan stok beras. Hingga kini, bola panas reshuffle masih mutlak berada dalam genggaman tangan Jokowi.

Di sela penantian publik atas kepastian reshuffle, terdengar selentingan berita bahwa Budiman Sudjatmiko akan segera dipanggil ke istana untuk menggantikan posisi Johnny G. Plate. Terutama pula dikabarkan bahwa Budiman tengah diberi tugas oleh Jokowi menangani program Pengembangan Desa Digital. Apakah ini berarti benar akan segera terjadi reshuffle?

Jika benar, maka positioning NasDem lebih jelas. Tidak seperti sebelumnya abu-abu berdiri di dua tempat. Mengaku sebagai pendukung dan loyal kepada pemerintah, namun bertindak politik (deklarasi Anies dan bangun koalisi dengan oposisi) tanpa berkordinasi dengan Presiden Jokowi.

Dengan begitu sudah tidak akan ada beban lagi antara Jokowi dengan SP. Menandakan pula mereka sudah pecah kongsi kerjasama sejak 2014. Namun, sebuah sumber tadi mengatakan, jika NasDem bergabung dengan KIB atau KIR dan urung mendukung Anies capres, maka tidak akan ada reshuffle.

Masih ada soal terkait ketua partai yang menjabat menteri dan ingin nyapres, gimana? MK telah memutuskan bahwa menteri yang ingin nyapres tidak perlu mundur, tapi cukup dengan cuti. Namun demikian, Presiden berketetapan bahwa sebelum mengajukan cuti (kampanye) selama 75 hari, maka akan diadakan evaluasi. Apa maksudnya?

Akan dilihat kinerjanya, jika memang baik, maka cuti diterima dan bisa melanjutkan kerja di kementerian sesudahnya. Namun jika buruk, atau melihat kondisi menteri lebih fokus ke pemilu, maka bisa saja dilakukan reshuffle atau dirangkap jabatan oleh menteri lain. Jika melihat komposisi sekarang, setidaknya ada 5 kursi menteri yang rawan reshuffle.

Kementerian tersebut adalah: Mentan, Menkominfo, Men KLH (ketiganya dari NasDem), Menhan, Prabowo (Ketum Gerindra) dan, Menko Ekonomi, Airlangga Hartarto (Ketum Golkar), dan bahkan Muhamad Mardiono sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan (Plt Ketum PPP).

Para Ketum Partai tersebut diperkirakan akan memiliki kesibukan lebih mengurus partainya menjelang pemilu. Sehingga memang secara etika harusnya mundur sebagai menteri kabinet. Beberapa menteri lain yang diterawang akan ikut dalam perhelatan pilpres 2024 ada Menpar Sandiaga Uno, juga Men BUMN Erick Thohir.

Semua status tersebut akan terjawab pada Oktober 2023 mendatang (pendaftaran peserta pilpres). Namun mestinya, sebelum itu sudah akan ada dialog, laporan pencalonan sekaligus mengajukan cuti kepada presiden. Mereka juga pasti minta “restu” kepada Jokowi. Prediksi saya, bulan Maret Jokowi melakukan reshuffle, karena terkait juga saat PDIP mendeklair siapa bakal capres usungan PDIP.

Suka tidak suka, perdebatan atau pembahasan siapa saja bakal capres-cawapres yang diusung partai atau koalisi partai, akan berakhir saat Megawati mengumumkan rekomendasinya. Paling tinggal membentuk beberapa formasi koalisi baru. Jika sudah demikian dapat dipastikan Jokowi melakukan reshuffle karena tahu menteri yang bakal ikut kontestasi pilpres 2024.

***

Awib

banner 120x600

Tinggalkan Balasan