Dana Ketok Palu 15 Persen Untuk Anggota Dewan Terungkap Dalam Sidang Tipikor APBD Tulungangung

banner iklan 468x60

Tulungagung, Jatim. Suluhnusantaranews. Com:  Pengakuan dari para rekanan CV/PT menyetorkan uang sebesar 15 persen dari nilai pagu proyek untuk mendapatkan proyek dari pemerintah setempat selama tahun anggaran 2014-2018. Uang itu diserahkan kepada anggota dewan dan organisasi perangkat daerah yang menangani.

Dari nilai 15 persen tersebut, 10 persen di antaranya harus disetorkan di muka. Adapun 5 persen sisanya dibayarkan setelah pekerjaan selesai. Mayoritas kontraktor itu mengerjakan proyek yang diusulkan anggota DPRD Tulungagung melalui program pokok pikiran (pokir).

Adanya setoran uang sebesar 15 persen dari nilai pagu proyek itu terungkap dalam sidang lanjutan perkara korupsi ”dana ketok palu” Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tulungagung 2015-2018 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa (21/2/2023).

Dalam sidang itu, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Helmy Syarif dan kawan-kawan menghadirkan 12 kontraktor atau pengusaha jasa konstruksi yang mengerjakan proyek infrastruktur di Tulungagung selama 2014-2018. Mereka dihadirkan sebagai saksi untuk tiga terdakwa yang merupakan Wakil Ketua DPRD Tulungagung periode 2014-2019.

Ketiga terdakwa tersebut adalah Agus Budiarto dari Fraksi Gerindra, Adib Makarim dari Fraksi PKB, dan Imam Kambali dari Fraksi Hanura. Ketiganya didakwa menerima suap untuk memuluskan pembahasan APBD Tulungagung 2015-2018 sebesar Rp 420 juta.

Sidang tersebut dipimpin majelis hakim yang diketuai Darwanto serta Viktor Panjaitan dan Alex Cahyono sebagai anggota. Tiga terdakwa mengikuti sidang secara daring dari tempat mereka ditahan.

Dalam kesaksiannya, pengusaha konstruksi Heru Santoso mengaku mendapat paket pekerjaan peningkatan saluran irigasi dari Dinas Pengairan Tulungagung dengan nilai sekitar Rp 190 juta.

Untuk mendapatkan proyek yang merupakan pokir dari Adib Makarim itu, Heru menyetorkan fee 15 persen dari nilai pekerjaan. Uang diserahkan secara tunai tanpa tanda bukti setoran kepada pegawai di dinas pengairan yang telah ditunjuk sebagai bendahara pengumpulan dana.

Sementara itu, pengusaha konstruksi Sulistyono mengaku menerima pekerjaan pembangunan jalan paving Desa Tanjung tahun 2017 dengan nilai sekitar Rp 193 juta. Sulistyono membayar fee 10 persen kepada terdakwa Imam Hambali. Uang disetorkan di rumah pribadinya.

Adapun pengusaha konstruksi Edwin mengaku mendapat proyek pembangunan rekonstruksi jalan di Desa Prosok, Kecamatan Sendang. Proyek senilai Rp 100 juta itu merupakan pokir dari Imam Hambali. Edwin mengaku menyetorkan 15 persen fee melalui asosiasi jasa konstruksi yang menaunginya.

Dalam sidang sebelumnya, Selasa (17/1/2023), Jaksa Penuntut Umum KPK menghadirkan mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Tulungagung Sutrisno, dan mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Tulungagung Hendry Setiawan.

Syahri Mulyo mengatakan, seluruh anggota DPRD Tulungagung meminta jatah dana pokir dari APBD untuk dikelola masing-masing anggota. Besaran jatah dana pokir tersebut bervariasi, sesuai dengan jabatan anggota dewan.

Untuk anggota biasa mendapat jatah pokir Rp 1 miliar. Sedangkan ketua komisi, Ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD lebih besar lagi, bisa sampai Rp 2 miliar,” ujar Syahri.

Menurut Syahri, seluruh anggota dewan tersebut meminta jatah dana pokir naik setiap tahun. Selain itu, mereka juga meminta ”dana ketok palu” untuk memuluskan pembahasan APBD dan APBD Perubahan. Uang fee tersebut diserahkan dua kali dalam setahun, yakni saat pembahasan APBD dan APBD-Perubahan.

Sutrisno mengatakan, uang untuk membayar fee anggota dewan itu diambilkan dari dana alokasi umum (DAU) yang diterima Pemkab Tulungagung. Nilainya sekitar 10 persen dari DAU. Adapun total ”dana ketok palu” pada 2014-2018 mencapai Rp 25,5 miliar.

Hendry Setiawan menambahkan, pembahasan APBD tidak akan berjalan mulus apabila pemkab tidak memberikan uang saku kepada anggota dewan. Besaran nilai uang saku yang diterima setiap anggota berbeda-beda sesuai dengan jabatannya.

”Uang untuk anggota dewan biasanya diserahkan melalui Imam Kambali. Dia yang bertugas membagi-bagikan jatah kepada ketua, wakil ketua, dan anggota biasa,” ucap Hendry.

Kasus korupsi ”dana ketok palu”APBD Tulungagung 2015-2018 sebelumnya telah menyeret Supriyono selaku Ketua DPRD Tulungagung periode 2014-2019. Politisi dari PDI-P itu dinyatakan terbukti bersalah dan dipidana 8 tahun penjara. Selain itu, Syahri Mulyo dan Sutrisno juga telah dijatuhi hukuman.(sulton)*

 

 

 

 

 

 

banner 120x600

Tinggalkan Balasan