Suluhnusantaranews.com Kota Depok sebagai daerah penyangga Ibukota Jakarta, dihuni warga pendatang dari berbagai suku, tehnis dan agama. Kerukunan hidup berdampingan yang sama rasa saling menghargai menjadikan Depok selama ini nyaman untuk ditinggali.
Namun dinamika sosial politik di tanah akhir yang terjadi belakangan ini secara tidak langsung berpengaruh pada kondisi sosial di kota Depok. Perbedaan orientasi politik menjelang Pemilu serentak 2024 secara tidak langsung membelah kondisi masyarakat menjadi berkubu-kubu terkait kepentingan dukung mendukung. Ketua DPC PDI-Perjuangan Kota Depok, Hendrik Tangke Allo (HTA) segera menyikapi fenomena sosial di kotanya tersebut.
“Kita semua bersaudara. Depok milik kita. Depok milik bersama. Perbedaan harusnya kita jadikan alat pemersatu bangsa. Perbedaan dijadikan kekuatan untuk menjaga satu dengan yang lainnya. Untuk menjadi bangsa yang lebih besar lagi,” tutur HTA yang juga merupakan wakil ketua DPRD kota Depok.
Sentimen negatif antar kubu pada akhirnya melahirkan intoleransi dan diskriminasi. Intoleransi menyikapi perbedaan pilihan politik pada saatnya akan menjadi PR besar para politikus usai perhelatan Pemilu. Bagaimana mengembalikan situasi menjadi toleran lagi, menjadi tanggungjawab kita bersama khususnya para politikus.
Senada dengan HTA, Ketua Umum OKP Generasi Muda Patriot Bela Bangsa, Ali Akbar BE turut mengomentari.
“Jangan hanya karena urusan Pemilu, masyarakat dipecah belah hingga saling serang dan bermusuhan. Persatuan bangsa ini terlalu mahal kalau hanya dipertaruhkan untuk perhelatan Pemilu. Jangan pernah gunakan politik identitas kalau hanya untuk ambisi kekuasaan. Kerusakan yang dihasilkan bisa membahayakan keutuhan bangsa” tegas Ali Akbar yang juga kader senior PDI-Perjuangan di Kota Depok.
Pemilu yang sejatinya adalah pesta demokrasi, seharusnya disambut dengan suka cita. Bukan dengan saling serang dan bermusuhan. Apapun hasilnya untuk kebaikan bersama juga, bukan untuk satu golongan pemenang.
***
Redaksi Suluhnusantaranews (D.Prasetyo)