Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) atau Depo Pertamina Plumpang dibangun pada tahun 1972 dan beroperasi sejak 1974. Di tahun 2023 ini usianya sudah mencapai 49 tahun.
Fungsi depo Pertamina Plumpang sebagai penampung BBM segala jenis untuk wilayah Jabodetabek. BBM hasil dari kilang minyak dalam negeri ditambah impor disalurkan dari kapal tanker, dikirim ke depo Plumpang melalui pipa bawah tanah.
Selanjutnya didistribusikan ke berbagai wilayah menggunakan truk tangki. Begitulah skema on shore untuk distribusi BBM
Pada perkembangannya kawasan on shore depo Pertamina semakin padat pemukiman penduduk. Daerah Plumpang yang dahulunya berupa rawa pinggir dekat pantai berubah menjadi kawasan industri dan perumahan yang hanya berjarak 3 km dari Pelabuhan Tanjung Priok.
Potensi resiko tinggi menjadikan Depo Plumpang berstatus obyek vital yang mempersyaratkan radius tertentu bebas dari area pemukiman ataupun industri lain. Tetapi persoalan kepadatan penduduk ibukota tidak semudah menuliskan peraturan.
Zona merah yang seharusnya bebas dari bangunan lain justru menjadi lokasi strategis bermukim permanen maupun semi permanen. Foto citra satelit menunjukkan padatnya bangunan pemukiman yang hanya berjarak tidak lebih dari 100 meter dari tangki-tangki raksasa penampung BBM. Belum lagi jalur pipa bawah tanah yang ditanam, di atasnya berdiri bangunan.
Celakanya di Ibukota semakin kusut dengan kebijakan Gubernur yang justru menerbitkan sertifikat lahan kepada masyarakat di area merah tersebut. Warga mengelu-elukan jasa Gubernurnya membela rakyat, namun ancaman resiko bencana sewaktu-waktu terjadi ditanggung sendiri.
Musibah kebakaran depo Plumpang sebelumnya pernah terjadi di tahun 2009 seharusnya menjadi pelajaran berharga. Bahwa bahan rentan terbakar yang hanya butuh sepercik api seharusnya dijauhkan dari populasi.
Pilihannya Depo yang mengalah pindah atau pemukiman yang wajib menjauh. Itu menjadi rumit ketika berbicara di Ibukota yang penuh kompleksitas permasalahan sosial.
Warga Tanah Merah Koja Jakarta Utara memilih mendukung Gubernur Anies Baswedan demi mendapatkan IMB. Meski sebelumnya Ahok pernah mengingatkan bahwa kampung Tanah Merah yang berseberangan depo, jelas milik Pertamina.
Musibah depo terbakar dan meledak terjadi lagi Jum’at (3/3/2023). Korban jiwa berjatuhan, bangunan penduduk dalam radius 100 meter ikut terbakar. Resiko sebuah depo raksasa berada di area pemukiman, atau pemukiman berada di area depo menjadi perdebatan ayam dan telur.
Pada akhirnya Pertamina sudah waktunya mengalah. Kota bergerak padat manusia dengan segala kepentingannya. Depo Plumpang butuh pertimbangan serius untuk dipindahkan. Setidaknya berada di pesisir pantai yang kecil kemungkinan dihuni populasi.
Persoalan berikutnya, di sepanjang garis pantai dari Tangerang hingga Jakarta sudah dikuasai para developer. Berebut pantai dengan para pengembang yang sudah nyicil mereklamasi beberapa titip tidak bisa seenaknya negara mengambilnya.
Jika pada akhirnya Depo harus dipindahkan ke pinggir pantai yang pasti bukan di Jakarta. Paling ideal di Bekasi atau Karawang yang masih memungkinkan. Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama seharusnya sudah mulai ancang-ancang. Bagaimanapun juga pemerintah yang harus bertanggungjawab mencari solusi, dan hidup masyarakat tidak beresiko pada sesuatu yang seharusnya bisa dihindarkan.
Jangan sampai menunggu hatrick, meledak ketiga kalinya baru kemudian dipindahkan. Karena musibah sejatinya tidak bisa dihindarkan, hanya bisa diminimalisir.
***
Suluhnusantaranews (Dahono Prasetyo)