Word Cup Bukan Tarkam, Mari Kita Kepoin

FIFA World Cup U 20

Sepakbola sebagai olah raga paling populer di muka bumi suka atau tidak suka, harus “berpolitik” juga. Mempertimbangkan kepentingan di luar olah raga yang terkait status negara anggota FIFA, itulah politiknya.

Sebagaimana FIFA sudah seperti sebuah Perserikatan bangsa-bangsa dengan segala aturan, hegemoni, arogansi dan kepentingan geopolitik. FIFA dengan potensi ekonomi dan SDM setara negara berkembang berhak mengatur apapun terkait bisnis olahraga.

Menurut Presiden FIFA Gianni Infantino besaran GDP yang dihasilkan sepak bola mencapai hampir US$ 300 miliar (Rp 4.658 triliun). Dengan besarnya kekuatan ekonomi tersebut, FIFA mampu mengintervensi politik sebuah negara anggotanya terkait sepak bola.

FIFA berpolitik dalam olah raga sudah tidak terbantahkan. Bagaimana Rusia dilarang tampil di Piala Dunia 2022 karena sedang menginvasi Ukraina. Lalu FIFA mengijinkan Israel tampil di Piala Dunia U 20 meskipun negara tersebut bertahun-tahun terbukti menjajah negara Palestina.

Penolakan Timnas Israel bertanding di Indonesia dalam Word Cup U 20 melahirkan 2 kubu. Yang pertama kubu pendukung politisasi sepakbola dan kubu pendukung sepakbola tanpa politisasi. Belakangan kedua kubu tersusupi agenda kepentingan Agama. Palestina yang muslim dan Israel yang dianggap penjajah muslim.

Catatan pentingnya barangkali ada yang lupa, bahwa FIFA bisa sebesar sekarang karena politis, bukan semata jualan tiket sepak bola. Sebagian kita kebablasan membawa agama dalam sepakbola, padahal FIFA sendiri tidak punya “Agama”

Penolakan kubu Timnas Israel dari kubu Nasionalis yang diwakili PDIP sudah benar terkait FIFA yang memang berpolitik. Sedangkan penolakan yang membawa atribut agama dari kelompok muslim radikal, berbeda jurusan.

Lalu bagaimana dengan kelompok yang mendukung Timnas Israel tampil dalam rangka olahraga? PBNU sudah sesuai koridornya sebagai ormas keagamaan, bukan ormas politik. Namun mendukung kedatangan Israel bisa diartikan mendukung kebijakan politik sepakbola yang sudah dimainkan FIFA (?)

Perhelatan Piala Dunia itu bukan liga tarkam, kepentingan geopolitik menjadi pertimbangan FIFA. Mengapa Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah, yang pasti bukan karena kualitasnya timnasnya masuk level dunia. Tetapi “kekepoan” masyarakatnya cukup menjadi modal kesuksesan perhelatan sepak bola. Salah satunya dengan digiring menjadi kontroversi, dan menular ke negara lain.

Masyarakat yang penasaran, biasanya fokus berantusias. Entah saat menonton isinya tepuk tangan atau sumpah serapah, yang pasti sudah “membayar” tontonan. FIFA juga yang untung.
***
Penulis : Dahono Prasetyo

Tinggalkan Balasan