Hari yang dinanti tiba. Seperti Big Match, pertandingan besar yang diramal bakal seru. Rapat Dengar Pendapat antara Komisi III DPR RI dengan mitra kerjanya yakni Menkopolhukam, Mahfud MD.
Sebelum pertemuan, suasana sudah dipromo panas bahkan saling tantang. Mahfud sedikitnya merasa jengkel atas sikap anggota dewan yang berkesan arogan. Beberapa kali anggota dewan “melecehkan” pemerintah.
Lihat saja anggota dewan yang suka marah-marah, memojokkan, mengintrogasi, hingga memerintahkan keluar kepada setiap mitra kerjanya dari pemerintah. Perlu dipahami, bahwa DPR yang menjalankan fungsi legislatif adalah berposisi sejajar dengan pemerintah sebagai eksekutif. Jadi mestinya dengar pendapat atau hearing tersebut tidak boleh ada yang saling menekan atau memojokkan.
Tujuan dari forum tersebut adalah untuk melakukan evaluasi dan memberikan solusi. Berbeda dengan pansus. Rapat Komisi III DPR dengan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terbukti berlangsung panas dan seru.
Mahfud MM sebagai Ketua Komite Pencegahan TPPU itu meminta para legislator tidak menggertak.
“Jangan gertak-gertak. Saya bisa gertak juga. Saudara bisa dihukum karena menghalang-halangi penyidikan penegakan hukum. Iya, dan ini sudah ada dihukum 7,5 tahun, namanya Fredrich Yunadi,” ucap Mahfud, Rabu (29/3/2023).
“Saya ingin menyampaikan bahwa kedudukan DPR dan pemerintah ini sejajar. Oleh sebab itu, kita harus bersama bersikap sejajar, saling menerangkan, saling berargumen,” katanya mengawali penjelasannya.
Dia juga mengaku bersedia keluar jika memang diminta keluar oleh anggota DPR karena sikapnya tersebut. “Artinya kalau begitu misalnya saya membantah lalu di sini berteriak ‘keluar’, Saya keluar, saya punya forum. Saya setiap ke sini dikeroyok, belum ngomong diinterupsi, baru ngomong diinterupsi, waktu kasus Sambo juga, belum ngomong sudah diinterupsi, dituding-tuding suruh bubarkan apa-apa, begitu,” sebut Mahfud.
Dalam kesempatan itu pula, Mahfud menyentil pertanyaan Benny K. Harman kepada PPATK saat pertemuan terdahulu. Bagi Mahfud, Benny bertanya seperti polisi kepada copet. Waktu itu Benny bertanya kepada bawahan Mahfud Md apakah seorang Menkopolhukam boleh melaporkan soal tindak pidana pencucian uang (TPPU) ke publik?
“Saya katakan juga kepada Pak Benny, pertanyaannya kok seperti polisi. Menko boleh mengumumkan atau tidak, begini pak (Mahfud mengulangi pertanyaan Benny ketika itu). “Boleh atau tidak!” Begini pak. “Boleh atau tidak jawab iya atau tidak!” Ndak boleh tanya begitu, harus ada konteksnya dong,” ujar Mahfud. Benny juga meminta dalil atau pasal terkait Menkopolhukam yang diperbolehkan menyampaikan informasi intelijen kepada publik.
“Dibilang boleh, kok harus ada pasalnya? Kalau boleh itu ndak perlu ada pasalnya, misal saya tanya ke Pak Benny boleh enggak saya ke kamar mandi sekarang? Boleh, mana pasalnya? Enggak ada, karena boleh,” tuturnya.
Mahfud mengatakan pasal akan ada dan berlaku apa bila ada sesuatu yang dilarang. Oleh sebab itu, menurutnya, hal yang diperbolehkan tak perlu pasal apa pun.
“Kalau dilarang baru ada pasalnya. Di mana dalilnya? Tidak ada satu kesalahan, tidak ada sesuatu itu dilarang sampai ada undang-undang yang melarang lebih dulu. Loh ini tidak dilarang kok, lalu ditanya kayak copet aja,” ucapnya.
Terkait tantangan balik Benny K. Harman soal “buka-bukaan“, Mahfud memastikan selama ini hanya mempublikasikan agregat perputaran uang Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Mahfud mengaku selama ini tidak pernah menyebut nama ke publik.
“Saya mengumumkan kasus itu, adalah sifatnya agregat, jadi perputaran uang, tidak menyebut nama orang, tidak menyebut nama akun, itu tidak boleh, agregat, bahwa perputaran uang dari sekian itu Rp 349 T agregat,” kata Mahfud.
Dia mengaku tidak segan untuk buka-bukaan. Menurutnya, mungkin ada pihak yang akan tersebut namanya di forum itu jika memang diizinkan buka-bukaan nama.
“Ndak, kalau mau buka-bukaan ayolah, di sini ada yang bisa dibuka, ada yang agregat nggak bisa nyebut nama, kalau menyebut nama jangan-jangan ada orang yang di sini juga, di ruangan sana jangan-jangan orang yang ada nama di sini (tunjuk kertas), tapi kalau buka-bukaan ayo,” tutur Mahfud.
Suasana seperti ini tidak pernah ada di gedung Senayan sebelumnya. Meski digaungkan bahwa parlemen dikuasai oleh koalisi besar pemerintah, dan banyak yang bilang anggota dewan hanya tukang stempel pemerintah, faktanya tidak juga. Ketegangan antara DPR dan Pemerintah kerap terjadi. Dan hari ini, Mahfud MD menunjukkan sekaligus mengajarkan anggota dewan bagaimana Trias Politika itu benar berjalan secara demokratis.
Benny yang sempat menuding bahwa Mahfud memiliki agenda politik (2024), justru kini publik berbalik melihat Benny lah yang memanfaatkan momen tersebut untuk menjadi populer agar terpilih kembali sebagai legislator di tahun 2024.
Sebagai legislator memang paling mudah melakukan fungsi pengawasan, tinggal bertanya dan menyerang ke eksekutif saja, maka dia akan dianggap aktif dan vokal. Tanpa peduli kepada substansi serangannya.
***
Awib