Terkatung-katungnya proses pembayaran ganti rugi lahan Proyek Strategis Nasional jalan tol Cimanggis-Cibitung sesi Jatikarya membuat puluhan ahli waris pemilik lahan menjadi korban ketidakadilan. Lahan seluas 4,2 hektar yang diambil PUPR untuk pengadaan tanah jalan tol hingga hari ini belum tuntas pembayaran ganti ruginya.
Meskipun secara hukum sudah menetapkan lahan tersebut sah milik warga ahli waris Jatikarya melalui PK MA, namun status kepemilikan belum beralih. Dari warga kepada PUPR sebagai pelaksana pengerjaan jalan tol sekaligus pemilik asset infrastruktur negara.
Pasalnya dana ganti rugi yang sudah dititipkan (dikonsinyasi) oleh PUPR ke Pengadilan Negeri Bekasi yang memproses hukum hak kepemilikan lahan belum diserahkan. BPN selaku pelaksana pengadaan tanah PSN jalan tol masih belum mengakui kepemilikan lahan warga meskipun telah ditetapkan oleh PK MA dan incracht di tahun 2019.
BPN secara administratif belum mengalihkan status dari kepemilikan dari lahan warga kepada PUPR. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak diterbitkannya surat pengantar yang berimbas pada terhambatnya serah terima uang ganti rugi di PN Bekasi. Uang ganti rugi yang belum diserahkan, warga sudah terusir dari lahan dan status 4,2 hektar sisi ruas jalan tol berstatus terkatung-katung.
Baca juga : Duri Dalam Daging Konflik Lahan Tol Jatikarya, Siapa Yang Harus Bertanggungjawab?
Proyek Strategis Nasional jalan tol yang melibatkan PUPR dan Kementerian ATR BPN secara fakta telah mendzolimi warga. PSN yang berasas kemaslahatan masyarakat, faktanya dibangun dari hasil perampasan lahan beberapa warga. Proyek Strategis Nasional telah melanggar HAM.
Hak Asasi Manusia sebagai hal mendasar hukum keadilan telah dilanggar. Fakta harus disampaikan sebenar-benarnya kepada publik. Warga masyarakat yang didzolimi negara, terampas hak-hak kepemilikannya, terabaikan penyelesaian hingga bertahun-tahun.
Jika kekecewaan warga masyarakat dan ahli waris memuncak dan tak bertemu solusi penyelesaian keadilan, maka yang bisa dilakukan hanya menutup permanen operasional jalan tol. Menuntut keadilan di atas lahannya sendiri setelah lelah berupaya mencari keadilan dari meja ke meja, dari rapat ke rapat, dari janji surga satu ke janji manis lain yang ditawarkan. Namun tak berujung penyelesaian. Bertambah kusut, iya.
****
Redaksi Suluhnusantaranews (Dahono Prasetyo)