Yang kemudian terjadi, warga Jatikarya akan mencatat hingga 7 turunan. Bahwa negara berhutang satu putusan hukum yang tidak kuasa dilaksanakan
Karena hukum di Republik ini diatur oleh mereka yang memegang tongkat kekuasaan.
Hukum yang diputuskan oleh Majelis Hakim yang sejatinya seolah-olah menjadi wakil Tuhan dalam memutuskan kebenaran dan keadilan.
Warga Jatikarya menggugat hak warisnya, diputuskan majelis hakim sah sebagai pemilik hak lahan. Namun kekuasaan berkata lain.
Warga Jatikarya melawan, mempertahankan dengan kekuatan yang masih tersisa.
Kekuasaan Kemenhan, TNI, Polri, juga mempertahankan atas nama fasilitas umum. Kepemilikan lahan warga dihapus demi kepentingan umum.
Lantas hak warga bukan lagi dianggap kepentingan umum? Mereka juga pembayar pajak, sama seperti pengguna jalan tol. Mereka juga penghuni sah Republik ini.
Hak asasinya diabaikan mengatasnamakan hak asasi yang lebih luas lagi.
Pemimpin tertinggi kembali menelan buah simalakama. Jika mentaati putusan hukum “bapak ibu” mati, jika mengabaikan anak-anak yang mati. Pilihan Presiden menjadi logis untuk menyelamatkan kepentingan keroyokan institusi daripada kepentingan rakyatnya?
Rakyat dianggap sudah terbiasa “mati” yang suatu saat akan hidup lagi menjadi zombie. Semakin banyak “dimatikan” semakin berbiak zombie-zombie memenuhi negeri ini.
Tidak adakah selembar keadilan yang layak dititipkan pada ingatan mereka? Tidak sanggupkah negara berkata jujur saat sengaja merampas hak warganya? Tidakkah terbersit keinginan permintaan maaf karena telah mendzolimi warga?
Pada akhirnya sekelompok marginal harus dikalahkan, dipaksa menjadi korban yang baik. Perlawanan warga bertemu tirani berjuluk negara dalam negara.
“Kita kalah, Ma,” bisik Minke.
“Kita telah melawan, Nak, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya” jawab Nyai Ontosoroh
(Pramoedya Ananta Toer – Bumi Manusia)
Warga Jatikarya telah kalah, dengan sebaik-baiknya perlawanan, dengan sehormat-hormatnya perjuangan.
Sejarah akan mencatat: Bahwa lahan warga Jatikarya dirampas di era Soeharto, memenangkan putusan hukum atas haknya di era SBY namun dihapuskan haknya di era Jokowi.
***
Redaksi Suluhnusantaranews (Dahono Prasetyo)