Beda Pilihan Politik Jangan Hancurkan Cita-Cita Pendiri Bangsa

Penulis : I Ketut Guna Artha

Ini dampak perang saudara yang bermotif kepentingan kekuasaan. Diperkirakan sebanyak 90 persen penduduk Suriah hidup dibawah garis kemiskinan. Angka inflasi 55 persen. Perekonomian porak poranda, pengungsi mencapai 6,8 juta orang ke negara sekitar Timur Tengah dan Eropa.

Pemandangan atas kelangkaan air bersih dan pemadaman listrik menjadi keseharian sebagai hak pemenuhan kebutuhan dasar.

Dan upaya rehabilitasi politik belum akan menjamin memperbaiki nasib penduduk Suriah secara langsung.

Oleh karena itu mari kita jadikan Suriah pelajaran kita sebagai sebuah bangsa yang beradab yang memuliakan kemanusiaan.

Perbedaan cukup kita jadikan diskursus saja dalam memaknai demokrasi. Perbedaan memang bukan untuk dipaksa dipersamakan, tapi harus bisa dikendalikan. Karena seperti kata Bung Karno bahwa musuh terberat adalah melawan bangsamu sendiri.

Tradisi intelektual adalah “mendebat” rekam jejak dan visi gagasan.

Apa yang telah diwariskan dan bagaimana metode dan konstruksi berpikir untuk mewujudkan kemajuan bersama?

Bahwa politik bukan hanya untuk kepentingan elit, bukan eksklusif untuk kelompok sektarian dan primordial, karena roh demokrasi adalah kedaulatan rakyat.

Rakyatlah berdaulat memilih wakilnya untuk di eksekutif dan legislatif.

Karena rakyat berdaulat maka pergunakanlah hak konstitusional kita dengan benar.

Jika kemudian anggota DPR terpilih tidak aspiratif, presiden dan kepala daerah tidak mewujudkan kebijakan yang berpihak pada kemajuan bangsa maka besar kemungkinan rakyatlah yang salah menentukan pilihan.

Itu mungkin karena menggunakan hak pilih tidak rasional, memilih karena terpengaruh kamuflase religius, atau yang paling menyedihkan adalah harga diri yang hanya tergadai money politik yang hanya sejumlah 20 – 200 ribu tapi berdampak penderitaan 5 tahun (jalan berlubang dan rusak, ruang sekolah ambruk, kebutuhan sehat masih mahal, dll)

Masalah integritas sebenarnya rakyat bisa melakukan dengan profiling calon wakil rakyat dan calon pemimpin rakyat, apalagi ditengah disrupsi teknologi.

Untuk urusan keimanan biarkanlah itu menjadi hak mutlak penilaian Tuhan karena kita bukan wakil Tuhan di dunia yang fana ini.

Jika tidak mampu kendalikan perbedaan maka kepentingan bangsa asing akan semakin mudah menunggangi mendukung kelompok yang menguntungkan kepentingan ekonominya.

Maka yang akan didapat adalah kehancuran. Sekali hancur akan butuh waktu lama untuk memperbaikinya.

Menyongsong Indonesia Emas 2045 dan sebagai 5 negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia semoga di pemilu 2024 rakyat makin melek memilih wakil rakyat (DPR RI, DPD-RI, DPRD) karena narapidana juga boleh menjadi caleg, dan benar memilih presiden dan kepala daerah.

***

Jakarta, 20/04/2023

Ketua Presidium Nasional Jangkar Baja

(IGAT)

Tinggalkan Balasan