Kasus Megakorupsi E-KTP yang menyeret sejumlah nama, baik dari kubu Eksekutif (Pemerintah), Legislatif (Anggota DPR) dan pihak swasta menjadi titik balik hancurnya oligarki kekuasaan Golkar dan Demokrat oleh skenario dari pihak oposisi (PDI-P).
Bergulir sejak 2011 saat Kemendagri mengajukan tambahan anggaran kepada Komisi II DPR-RI untuk menyelesaikan mega proyek senilai 5,9 triliun yang terhambat karena kesalahan tehnis. KPK mencium bau busuk konspirasi tingkat tinggi yang merugikan negara cukup besar.
Saat itu PDIP adalah partai oposisi di DPR yang suaranya tidak signifikan mengubah keputusan Banggar DPR, yang mayoritas dikuasai oleh koalisi besar Golkar dan Demokrat. Dana proyek hampir setengahnya sudah terlanjur dibagikan demi memuluskan skenario skandal korupsi berjamaah secara terstruktur sistemik dan masif.
Nama Ganjar Pranowo muncul dalam sidang dakwaan Sekjen Dukcapil Irman yang mengaku memberikan sejumlah dana kepada Anggota Komisi II DPR-RI. Ganjar yang saat itu menjabat sebagai wakil ketua Komisi II disebut turut menerima uang suap untuk memuluskan pengajuan anggaran proyek.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan Ganjar?
Barangkali wawancara imajiner ini bisa menjadi tambahan “bernostalgia” terkait Ganjar dan PDIP
Dahono : Meskipun dalang Mega korupsi E-KTP sudah masuk penjara, nama nama Ganjar masih sering disebut sebagai pihak yang belum terjamah. Belakangan ini kembali muncul seusai dideklarasikan sebagai Capres oleh PDIP. Bagaimana anda menganalisanya?
Prasetyo : Kontestasi Ganjar di kasus E-KTP itu politis. Sementara keterlibatannya sudah selesai dalam fakta hukum. KPK menyatakan Ganjar tidak menemukan bukti suap yang dituduhkan. Kenapa saya sebut politis, karena memang pada saat itu situasinya mengharuskan Ganjar terlibat secara sistem. Sebagian besar anggota Komisi II terlibat dan menerima uang bancakan, kok Ganjar tidak kena, itu kan mustahil?
Dahono : Artinya Ganjar tahu ada konspirasi busuk di proyek E-KTP tetapi diam saja, gitu?
Prasetyo: Sebagai politisi Ganjar pasti mencium. Ganjar memang mengakui bahwa dia menerima tawaran uang dari proyek E-KTP, tetapi dia menolak mengambilnya. Yang jadi masalah adalah pengakuan Ganjar itu bisa seperti pisau bermata dua. Pengakuan Ganjar sekaligus mempertegas terjadinya kolusi di tingkat pengambilan keputusan. Di sisi lain Ganjar menjadi target abadi serangan lawan politik partainya. Para jama’ah penerima uang ketok palu yang awalnya merasa aman dengan skenarionya, tiba-tiba merasakan penolakan Ganjar menjadi sebuah ancaman serius
Dahono : Skenario sudah rapi tetapi mengapa bisa sampai terbongkar? Bukankah Ganjar hanya efek dari terkuaknya skandal eksekutif dan legislatif? Tidak mungkin gegara pengakuan Ganjar menolak uang suap membuat skandal E-KTP lantas terkuak kan?
Prasetyo : Skandal E-KTP terbongkar setelah adanya pembahasan pengajuan penambahan anggaran di Komisi II DPR. Andaikan saja tidak ada kasus salah beli software dan Chip, mungkin proyek E-KTP tidak membengkak biaya dan aman-aman saja. Karena Proyek senilai 5,6 triliun yang disetujui DPR menggunakan APBN 2012 ternyata tidak selesai sesuai target. Pada Maret 2012 masih ada 65.340.367 blanko e-KTP yang belum terealisasi. Mendagri saat itu Gamawan Fauzi kemudian mengajukan anggaran tambahan ke APBN-P 2012. Namun tak langsung disetujui DPR. Uang pelicin pun diberikan. Akhirnya anggaran itu pun diajukan dalam APBN 2013. Kelebihan dari anggaran itu ditujukan untuk kelanjutan proyek E-KTP. Situasi memaksa Ganjar berada di lingkaran setan penjarah APBN yang tersistem itu. Menolak uang suap menjadi cara yang bisa dilakukannya meskipun tidak lantas menghentikan praktik manipulatif tersebut. Silahkan simak lengkapnya klik ini : Nostalgia Mega Skandal Proyek E-KTP
Dahono : Oke, selain Ganjar ada nama lain politisi PDIP, Yasonna Laoly yang kini menjadi Menkumham. Namun berkali kali hanya Ganjar yang dijadikan saksi di pengadilan TIPIKOR. Apa yang membedakan keduanya dalam kacamata PDIP? Yasonna “diselamatkan” sedangkan Ganjar dibiarkan menjadi bola salju?
Prasetyo : Kasus E-KTP itu unik. Banyak puzzle-puzzle yang berserakan, tidak bisa hanya melihat satu puzzle saja. Ganjar bukan berarti tidak diselamatkan, tapi justru dia sengaja diumpankan oleh Partainya. Anda bisa melihat sisi positif dari kasus tersebut bagi PDIP. Terbongkarnya E-KTP membuat suara Demokrat terjun bebas di 2014 dan Golkar pecah di tingkat elitnya. Dan PDIP sukses mereguk suara kemenangan mutlak pada Pemilu 2014. Publik muak dengan perilaku petinggi Partai Golkar, Demokrat dan pejabat di pemerintahan SBY. Kesaksian Ganjar di penyidik KPK menjadi pintu masuk menguak aktor-aktor korupsi E-KTP. Sebagai resikonya, Ganjar disamakan dengan para pelaku yang tertangkap. Seolah menjadi salah satu pelaku yang belum tertangkap karena dilindungi. Ini kan pertarungan politik tingkat tinggi antar partai, bukan sekedar korupsi saja.
Dahono : Jadi Ganjar memang dijadikan bemper PDIP di kasus E-KTP?
Prasetyo : Saya melihat skemanya seperti itu. E-KTP sengaja digiring menjadi skandal nasional, perseteruan PDIP sebagai oposisi melawan kubu koalisi Demokrat dan Golkar. Stampel negatifnya sengaja disematkan ke Ganjar yang dengan segala integritasnya bisa lolos dari jebakan betmen. PDIP diuntungkan dengan anjloknya suara Partai Demokrat dan Golkar. Sedangkan Ganjar dibiarkan bergelayut dengan rumor terlibat korupsi sampai hari ini.
Dahono : Itulah kerasnya intrik di tubuh PDIP. Ganjar tahan banting, ibaratnya digebuki dari dalam dan luar tapi tidak menggoyahkan loyalitas dia pada partainya. Nasibnya usai babak belur berangsur membaik dan mendapat ganjaran dari masyarakat sebagai kandidat Presiden pengganti Jokowi di Pilpres 2024
Prasetyo : Pada akhirnya publik semakin paham kedalaman seorang Ganjar yang sesungguhnya. Syarat sebagai calon Presiden yang tahan pukul seukuran Jokowi sudah dimiliki Ganjar.
Dahono : Yang terakhir : Bagaimana anda melihat peluangnya menang 2024 nanti?
Prasetyo : Nah.. itu lain soal di luar topik kita perihal nostalgia E-KTP. Tapi singkat saja : Semakin tuduhan korupsi E-KTP dijadikan fitnah kampanye hitam kepadanya, justru Ganjar semakin mendapat simpati. Dan bukankah itu juga malah membongkar aib Golkar dan Demokrat lagi?
*** Suluhnusantaranews Mei’23