Andi Arief mengatakan bahwa partai sekarang seperti partai zaman kolonial atau bergaya kolonial yang takut pada “tuannya”. Dia juga menyebut partai dipaksa-paksa dan diganggu-ganggu sehingga tidak mandiri tidak bebas. Jujur saja, saya belum pasti bahwa Andi tidak sedang membahas partainya sendiri. Di mana Ketumnya takluk dan sendiko dawuh dengan ketua Mahkamah Partai, yakni SBY, bapaknya Sang Ketum (AHY).
Andi mengatakan itu juga dikarenakan (katanya) ada upaya Golkar dan PKB mendekati Demokrat. Seperti diketahui Airlangga pernah mendatangi Cikeas. Lalu PKB dikabarkan juga segera menemui Demokrat. Jika Andi jeli, maka semua manuver Nasdem telah membantahkan hayalannya. Nasdem bebas dan tidak dipaksa-paksa juga tidak diganggu memilih jalannya sendiri. Begitupun Golkar dan PKB bebas-bebas aja bahkan mau ke Demokrat.
Demokrat sendiri bagaimana? Bebaskah dia? Tidak dipaksa kah dia oleh SBY? Tidak terikatkah dia dengan koalisinya sendiri? Saya melihat Andi memiliki sifat cemburu atau iri melihat yang dilakukan Jokowi tapi tidak bisa dilakukan SBY dulu. Apa itu? Mempersiapkan suksesi agar tongkat estafet kepemimpinan era Jokowi dapat diteruskan. SBY tidak mampu melakukan itu saat 2014.
Alih-alih menyiapkan kader Demokrat sebagai capres, bahkan suara Demokrat sendiri anjlok. Berbeda dengan Demokrat, PDI Perjuangan sebagai kendaraan politik Jokowi, telah mempersiapkan keberlangsungan kepemimpinan nasional sejak lama. Tujuannya jelas agar kebijakan atau disain besar bangsa yang sudah ditanam Jokowi selama ini akan berlanjut. Pondasi bangsa sebagaimana yang dirumuskan Bung Karno (Tri Sakti) harus berkelanjutan.
Tiga pondasi tersebut adalah: berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Hal ini bukan yang main-main karena mulai ada kekuatan politik yang turut dalam kontestasi pilpres yang ingin mengubah pondasi tersebut. Guna memastikan tegaknya panji-panji bangsa (4 pilar): NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika, maka perlu dipersiapkan langkah-langkah suksesi yang sistematis namun tetap konstitusional.
Demokrat bisa jadi tidak memiliki gagasan besar dan berjangka panjang, sewaktu SBY menjabat maupun saat lengser. Terlebih, keirian Andi tidak terjadi di masa SBY karena Demokrat memang bukan partai massa yang ini berbeda dengan PDIP. Untuk itu Demokrat sangat kesulitan melahirkan kader-kader potensial untuk tingkat nasional. AHY sendiri selaku Ketum terbukti gagal di tingkat pemilihan gubernur. Lantas, siapa lagi kader terbaik Demokrat yang melebihi AHY?
SBY sendiri jauh lebih feodal dan primordial karena memaksa anaknya, AHY, untuk berhenti dari karirnya di TNI AD. Memaksa ikut Cagub DKI, memaksa jadi Ketum hingga memaksa menjadi capres/cawapres. Apa yang dilakukan SBY jauh lebih tidak demokratis dibanding Megawati. Megawati meski banyak dihujat sebagai “juragan”, pemilik, penguasa partai, namun bisa lebih obyektif menilai dan memutuskan.
Sejak 2014 dia bisa mencalonkan diri menjadi capres, namun dia merekomendasikan Jokowi. Untuk 2024, jika egois, Megawati bisa menunjuk Puan jadi capres. Tapi dia tidak ingin memaksa-maksa anaknya demi ambisi politik pribadinya. Megawati menugaskan Ganjar Pranowo untuk calon pengganti Jokowi sebagai Presiden RI ke 8. Megawati ataupun Jokowi tidak mengatur-ngatur atau mengganggu jika Prabowo ingin maju capres sendiri.
Jadi di mana partai kolonial seperti hayalan Andi? Makanya, bisa jadi sesungguhnya Andi protes keras atas kultur politik di partainya sendiri Demokrat. Demokrat kini seperti mati kutu tidak punya bergaining power yang kuat. Tidak mampu meyakinkan koalisi Perubahan agar menerima AHY sebagai cawapres Anies, tapi juga tidak bisa keluar dari koalisi karena terikat kontrak.
Terlebih, saya sangat yakin Andi Arief, Ketua Bappilu Demokrat, belum lahir saat zaman kolonial, sehingga dia tidak tahu pasti bagaimana partai politik bergaya kolonial itu. Yang saya khawatirkan Andi berhalusinasi karena baru mengansumsi zat-zat kimia yang bisa merusak otak dan pikiran manusia. Publik sudah tahu bahwa dia pernah bermasalah dengan aparat karena shabu. Semoga kekhawatiran saya tidak terjadi.
***Awib’Mei