Kunjungan Xavier University ke KBRI Manila, Pentingnya Diplomasi Perdamaian dan Kemanusiaan Di Kawasan Indo Pasifik

“Karena kini telah menjadi medan perebutan pengaruh kekuatan besar, maka kawasan Indo-Pasifik memiliki banyak titik rawan yang setiap saat dapat meledak. Padahal rivalitas kekuatan besar justru meningkat tajam sehingga mempersulit upaya bersama mengatasi tantangan global. Itu sebabnya, dunia membutuhkan kepemimpinan yang menyatukan, bukan memecah belah. Kepemimpinan yang fokus mencari solusi, bukan memperuncing masalah. Kepemimpinan yang mampu menggelorakan semangat kerja sama dan kolaborasi. Itulah sebabnya kami melakukan Diplomatic and Historical Tour ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Manila”, demikian harapan yang disampaikan oleh Ketua Delegasi Course IS-61, Xavier University – Ateneo De Cagayan, Laarni P. Pacamalan dalam kunjungan universitasnya beserta 75 mahasiswanya ke KBRI Manila, Jumat (5/5) lalu

Duta Besar Indonesia untuk Republik Filipina, Republik Palau dan Republik Marshall Island, Agus Widjojo dalam sambutannya menyatakan legitimasi sebagai tantangan utama diplomasi saat ini. Walaupun hukum internasional menyatakan bahwa semua negara memiliki suara yang setara dan terikat pada hukum internasional yang sama, namun pada kenyataannya, tidak semua negara memiliki power yang sama, sehingga terjadilah ketidakseimbangan tata ekonomi politik internasional

Dalam acara yang dipimpin oleh MC Mely Ann A. Reyes tersebut, Wakil Kepala Perwakilan Dodo Sudrajat dan Koordinator Fungsi Ekonomi Mudzakir secara bergantian memberikan pemaparannya terkait politik luar negeri Indonesia dan profil KBRI Manila

Dalam sesi tanya jawab, terlihat banyak mahasiswa Xavier University – Ateneo De Cagayan tertarik untuk bertanya. Uniknya, setelah mendapat jawaban dari Duta Besar, Wakil Kepala Perwakilan, dan Koordinator Fungsi Ekonomi, mereka selalu mengajukan pertanyaan lanjutan sebagai tanggapan atas jawaban dari ketiga narasumber tersebut.

Mereka juga terlihat sangat antusias bertanya langsung kepada Partogi Samosir yang mendampingi para mahasiswa di saat sholat Jumat berlangsung

“Selain yang sudah dipaparkan oleh Bapak Duta Besar Agus Widjojo tadi, diplomasi perdamaian dan diplomasi kemanusiaan adalah dua diplomasi menonjol yang dilakukan Indonesia. Kalau tidak ada perdamaian, maka yang paling terkena dampaknya adalah manusia,” kata Partogi Samosir menjawab pertanyaan Communication Head Course IS-61, Maria Angelica Gacus

Partogi menyampaikan, konflik tidak hanya merusak bangsa, tetapi juga merusak moral masyarakat terdampak. Kerusakan moral ini, menurut Partogi, dapat menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan. Untuk itu perdamaian dan persaudaraaan antarbangsa harus terus diupayakan. Kita tidak boleh menganggap perdamaian dan persaudaraan sebagai sesuatu yang taken for granted, sesuatu yang jatuh dari langit

”Misalnya, sejarah dan cerita mengenai ASEAN dan MIKTA selalu terkait ekonomi,” ujar Partogi. Namun, untuk mencapai itu semua, dibutuhkan stabilitas politik tidak hanya di Asia Tenggara, tetapi juga di Indo-Pasifik. Itu sebabnya, Indonesia terus berada di garda terdepan dalam membantu masalah kemanusiaan di dunia dengan cara-cara yang bermartabat. Salah satu komitmen Indonesia di tingkat dunia adalah solidaritas terhadap penanganan tragedi kemanusiaan di Palestina dan Afghanistan,” imbuh Partogi

“Pak, bagaimana sih caranya supaya saya lulus ujian masuk menjadi diplomat?” tanya Angelica Mika Reyes, Chief Head, Course IS-61 kepada Partogi Samosir

“Tentu tergantung kepada persyaratan dari Kementerian Luar Negeri Filipina. Namun secara umum, selain memiliki nilai TOEFL ITP minimal 600, setidaknya ada dua kemampuan utama yang harus kalian miliki. Pertama, kemampuan menulis laporan secara terstruktur yang memberikan rekomendasi saran tindak,” jelas Partogi Samosis

Kedua, kemampuan menjalin persahabatan dengan pejabat dan tokoh masyarakat di negara anda ditempatkan, termasuk, kemampuan untuk bersosialisasi dan berkarya di lingkungan multikultural

Seorang diplomat, menurut Partogi, dituntut untuk menjadi orang yang gaul, luwes dan adil. Tidak ada yang mau berinteraksi dengan orang yang tidak tulus, yang hanya mau menerima tetapi tidak mau memberi

Dengan kemampuan interpersonal skill, seorang diplomat harus mampu mendengarkan dengan cermat apa yang dikatakan para negosiator sehingga mampu menemukan poin-poin kesamaan posisi yang dapat mengatasi ketidaksepakatan

Seorang diplomat profesional akan memasuki negosiasi dengan tujuan dan strategi yang jelas mengenai apa yang dapat dipertukarkan untuk mencapai kesepakatan,” simpul Partogi Samosir menanggapi binar harapan para mahasiswa Xavier University – Ateneo De Cagayan untuk bergabung dengan Korps Diplomatik

*** Koresponden SN Manila (Partogi Samosir)

Tinggalkan Balasan